Kata Maaf Seorang Ibu

Maaf Seorang Ibu

Ilustrasi kasih ibu

Kata Maaf Seorang Ibu

Oleh: Bahrus Surur-Iyunk

Kata maaf membuka tirai penghalang antara seseorang dan orang lain. Memaafkan itu menumbuhkan kebahagiaan dan kemerdekaan bagi yang memaafkan dan yang dimaafkan. Apalagi maaf antara seorang ibu dan anak.

baca juga:

Menanamlah, Meski Esok Kiamat

Bahagianya Tuh Di Sini!

Keluarga dan Kekayaan Allah

Saya pernah membaca sebuah cerita menarik yang pernah dituliskan oleh seorang dosen IPB yang menjadi inspirator Sukses-Mulia, Jamil Az-Zaini. Dalam buku Sukses Mulia Story (2015), ia bercerita tentang istrinya yang harus menginap di rumah sakit. Selama beberapa hari tim dokter yang menanganinya tidak bisa menjelaskan penyakit apa yang sesungguhnya diderita oleh sang isteri. Dokter hanya bisa menyarankan untuk menebus obat yang sangat mahal. Jamil Az-Zaini menyerah.

Dalam kegundahan itu, sang inspiratory berusaha menenangkan diri ke masjid rumah sakit. Seusai  shalat beserta sunat rawatibnya, Jamil merenung lama tentang apa yang sebenarnya terjadi. Pikirannya menerawang jauh ke masa lalunya.

Keajaiban Kata Maaf Seorang Ibu

Mungkin karena petunjuk Allah, tiba-tiba, Jamil ingat dengan peristiwa di masa kecilnya. Saat itu, ketika tiba waktu pembayaran SPP sekolah, Jamil tidak memiliki uang. Karena rasa malu kepada teman-temannya dan telah menunggak beberapa bulan, akhirnya ia nekad mengambil uang ibunya sebesar Rp. 150,-. Ibunya yang saat itu sedang membutuhkan uang itu terkejut ketika uang itu lenyap dari laci simpanannya. Marah dan sakit hati bukan main saat itu.

Malam itu, Jamil langsung menelpon ibunya di rumah yang sedang menunggui anak-anak Jamil. Setelah berbasa-basi, sampailah Jamil pada pertanyaan, “Apakah Ibu ingat peristiwa ketika Ibu kehilangan uang sebesar Rp 150,-?”

“Tentu saja ingat, Anakku. Sampai sekarang hatiku masih sakit hati dengan kejadian itu”, jawab ibunya terasa masih memendam amarahnya.

“Jika tahu siapa pencurinya, maukah Ibu memaafkannya?”

“Lalu siapa yang mengambilnya, Nak?”, ibunya balik bertanya.

“Saya sendiri Ibu. Maafin anakmu ini yang telah menyakiti hati Ibu”, jawab Jamil sembari menangis tiada henti di ujung telpon.

Astaghfirullah, aku maafkan kamu, Nak, jika memang kamu sendiri yang mengambilnya saat itu”, begitu ibunya membuka pintu maafnya.

Berselang satu jam kemudian, Jamil kembali ke ruang tunggu kamar ICU di mana isterinya ada di dalamnya. Tidak lama duduk di sana, Jamil dipanggil oleh dokter yang menangani isterinya dan memberi tahu bahwa “Setelah dilakukan cek darah di laboratotium, kini penyakit isteri Anda sudah ditemukan. Ternyata, ada sedikit disfungsi pada pankreas isteri Anda. Dan obatnya suka ditemukan.”

Mendengar keterangan dokter, Jamil langsung sujud syukur. Subhanallah wal-hamdulillah wala ilaha illa Allahu Akbar.

Kisah nyata yang dramatis ini memberi pelajaran (hikmah) kepada kita semua. Bahwa  selalu ada rahasia Tuhan yang (kadang) tak terungkap dalam setiap hubungan antara seorang ibu dan anak. Rahasia Tuhan itu kadang ada pada seorang ibu, karena kerelaan (ridho) Tuhan itu ada pada kerelaan (ridho) seorang ibu.

Maaf dan Surga di Kaki Ibu

Atas dasar itu meminta maaf kepada kedua orang tua, terutama kepada seorang ibu, menjadi penting dan tak akan pernah tergantikan. Ibu adalah “surga” kita di dunia. “Surga itu di bawah telapak kaki ibu.” Surga bisa diraih dengan berbakti dan menjadikan hati seorang ibu rela kepada anaknya. Dan, dalam maaf itu ada kerelaan.

Kerelaan seorang ibu akan selalu menyelimuti kehidupan seorang anak selamanya. Hampir semua budaya dan agama menitik beratkan taat dan bakti kepada orang tua, terutama ibu. Kerelaan seorang ibu menjadi tumpuan sukses dan bahagianya seseorang.

Memaafkan itu membahagiakan

Kata maaf membuka tirai penghalang antara seseorang dan orang lain. Memaafkan itu sesungguhnya menumbuhkan kebahagiaan dan kemerdekaan bagi yang memaafkan dan yang dimaafkan. Apalagi antara seorang ibu dan anak, di mana keduanya berkait erat lahir dan batin. Ketika seseorang “memaafkan dan dimaafkan”, maka ia telah mampu menghapus masa lalunya yang kelam. Dengan maaf ini pula ia akan mampu mengubah pandangan dunia yang semula gelap dan menyakitkan menjadi terang dan optimistik menapaki hari-hari esok.

Semua ini tentu saja akan kembali kepada diri kita masing-masing, apakah kita mau memelihara luka batin yang semakin diingat akan bertambah semakin sakit hati kita? Atau, kita mengurangi dan melupakannya dengan memaafkannya, sehingga kita bahagia dan merdeka dari tekanan batin luka lama? Semoga kita sebagai orang tua termasuk orang yang mudah memaafkan kesalahan anak-anak kita. Dan kita sebagai anak juga selalu bersedia meminta maaf kepada ibu dan ayah kita, sehingga kita pun bisa menemukan dan meraih bahagia. Maaf, Ibu!

Bahrus Surur-Iyunk, Dosen STIT Pondok Modern Muhamamdiyah Paciran Lamongan Jatim, penulis buku Nikmatnya Bersyukur Merajut Gaya Hidup Penuh Bahagia.

Exit mobile version