MALANG, Suara Muhammadiyah – Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Sayangnya, Indonesia masih belum mampu untuk menjadi yang pertama dalam industri halal. Berawal dari permasalahan itu, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) langsungkan Doctoral Colloquium dengan tema “Mewujudkan Indonesia sebagai Pusat Industri Halal” pada Selasa (29/12).
Selain pembicara yang berasal dari UMM, agenda ini juga mengundang dua pemateri dari luar kampus sebagai pembanding. Sebut saja, K.H. Muhammad Cholil Nafis, seorang penulis, dosen, serta ulama. Kemudian juga Ahmad Soekro Tratmono, deputi pengawas perbankan IV dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Adapun pembicara yang hadir adalah Nurul Asfiah, Sri Budi Cantika Yuli, Driana Leniwati, serta Yulist Rima Fiandari.
Dalam sambutan pembukaan, Idah Zuhroh berharap kegiatan ini akan memunculkan energi dan inspirasi baru bagi FEB UMM. “Langkah selanjutnya yang harus diambil bapak dan ibu yang telah menyelesaikan studi doktoralnya adalah mengembangkan tridarma perguruan tinggi khususnya di bidang pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat” tandas Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis tersebut.
Salah satu pemateri, Nurul Asfiah dalam paparannya menjelaskan mengenai model islamic sosial entrepreneurship bagi usaha mikro dan kecil (UMK) untuk mewujudkan industri halal. Nurul menyampaikan bahwa UMK merupakan penunjang terbesar perekonomian suatu negara. Namun masih memiliki kelemahan yang sangat mendasar. Kelemahan itulah yang menjadi alasan perlunya pemberdayaan bagi pengusaha UMK di Indonesia dalam membangun industri halal Indonesia.
Nurul juga tidak lupa mengambil contoh Aisyiyah sebagai organinasi yang telah menerapkan pemberdayaan masyarakat. Mereka mengajak perempuan untuk menjadi pilar ekonomi keluarga. Hal itu sejalan dengan pilar keempat yang dimiliki Aisyiyah tentang pemberdayaan ekonomi perempuan.
Sementara itu, Ahmad Soekro Tratmono menyampaikan materi terkait mewujudkan Indonesia sebagai pusat industri halal. Ahmad dengan gamblang menjelaskan bahwa dalam pengembangan keuangan syariah ada empat hal yang harus diperhatikan.
Pertama, adalah ekosistem yang berupa penggunaan sinergi dan integrasi ekonomi syariah di sektor riil, keuangan komersial, dan keuangan sosial. Kedua, penguatan kapasitas dan daya saing industri syariah berupa peningkatan modal minimum, akselerasi konsolidasi, dan peningkatan kapasitas SDM.
Kemudian yang ketiga adalah peningkatan permintaan pada keuangan syariah berupa program peningkatan literasi dan perluasan akses keuangan syariah. Terakhir yakni memasifkan adaptasi digital dalam ekonomi syariah agar pengembangan keuangan syariah bisa berkembang dengan baik. (diko)