Lebah dan Lalat dalam Al-Quran
Lebah dan lalat adalah dua hewan kecil ini yag disebut dalam Al-Qur’an, lewat keduanya Allah menunjukkan kekuasaan-Nya atas semua makhluk
Oleh Bahrus Surur-Iyunk
Lebah dalam Bahasa Arab disebut an-nahl (النحل) memakai ha’, bukan kha’. Sementara itu, lalat dalam Bahasa Arab disebut dengan adz-dzubab الذباب)). Dalam penelusuran Syekh Muhammad Fuad Abdul Baqiy dalam kitabnya, Al-Mu’jamul Mufahras li Alfadhil Quran, kata an-nahl disebut dalam Al-Quran sekali saja. Hanya saja, an-nahl menjadi nama salah satu surat dalam Al-Quran. Yaitu, dalam QS. An-Nahl: 68,
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia.”
kiasan lain soal Lebah: Ahok Mengganggu Sarang Lebah
Keistimewaan lebah ditunjukkan pada ayat berikutnya, ayat 69, “Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.”
Sementara itu, kata adz-dzubab disebut dua kali dalam satu ayat dalam Al-Quran, yaitu pada QS. Al-Hajj: 73, “Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, Maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, Tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan Amat lemah (pulalah) yang disembah.”
Hewan Kecil Selain Lebah dan Lalat
Dengan dua hewan yang cukup kecil ini Allah ingin menunjukkan kekuasaan-Nya. Meskipun hewan ini tampak remeh temeh, tapi siapapun di dunia ini tidak akan ada yang bisa menciptakannya. Bahkan, manusia tidak akan mampu mengambil atau merampas kembali apa-apa yang telah dimakan oleh lalat dari makanan manusia.
Dalam banyak kasus dan fenomena yang telah terjadi, Allah sering mengalahkan kesombongan manusia dengan makhluk yang sangat kecil. Raja Namrud yang begitu congkaknya memusuhi Nabi Ibrahim dikalahkan dengan seekor nyamuk. Raja Abrahah yang hendak meluluh-lantakkan Ka’bah juga dihancurkan dengan burung ababil.
Termasuk kita sekarang ini dan negara-negara maju yang merasa canggih dengan teknologi dan kekuasaannya juga tidak berdaya dengan virus corona yang mewabah di seluruh dunia. Karena corona yang super mungil itu manusia menjadi bingung, kelimpungan dan Negara yang digdaya secara ekonomi menjadi resesi berat. Subhanallah.
Semua ini mengingatkan bahwa manusia itu sering terlalu membanggakan kemampuan dirinya. Karena kepanikannya, seseorang kemudian bergegas mencari masker, hand sanitizer dan semacamnya untuk melindungi diri dari paparan Corona. Seakan semua itu menjadi segalanya. Manusia wajib berikhtiar karena itu juga bagian dari perintah Tuhan. Tetapi, jangan sampai lupa bahwa masih ada Allah Yang Maha Pencipta di atas segalanya. Hingga di sini, Covid-19 semestinya menumbuhkan kesadaran ketuhanan dalam diri manusia.
Belajar dari Lebah dan Lalat
Dengan lebah Allah ingin menunjukkan kebaikan dan kelebihannya. Karena kebaikannya itu pula, manusia (seorang mukmin) diminta untuk menirunya. Lebah itu memakan makanan yang baik-baik saja, seperti tetumbuhan yang segar, bunga-bunga dan gula. Artinya, manusia juga hendaknya memakan makanan yang halal lagi baik (halalan tayyiban). Halal dalam proses dan cara memperolehnya, dan baik secara gizi, materi dan kandungan kesehatannya.
Sebaliknya, dengan lalat Allah ingin menunjukkan kepada orang-orang kafir yang musyrik bahwa seperti lalat itulah sesungguhnya diri kalian. Lalat itu suka makan luka manusia dan hewan, barang-barang yang telah membusuk dan kotoran di sampah yang bau. Tidak memperhatikan halal haram dan baik buruknya makanan.
Dalam konteks kekafiran, orang kafir itu selalau mencari celah kesalahan, kelemahan dan kekurangan yang sekiranya ada pada para Nabi dan Rasul Allah. Setelah itu, mereka menyebarkan fitnah kepada semua orang agar tidak mempercayai risalah kenabian tersebut. Mereka tidak memperhatikan halal-haran dan baik-buruk carfa yang ia lakukan. Yang penting, tujuan dan kepentingan mereka tercapai.
Secara psikis, lebah juga mengajarkan kepada manusia agar seseorang itu saat melihat siapapun dan segala sesuatu harus dari sisi yang baik-baik saja. Memandang seseorang harus dari sisi baiknya saja. Dengan demikian, saat berkumpul dan membiacarakan orang lain, maka ia akan membicarakan sisi baik dan positifnya saja, sehingga bisa meneladani kebaikannya.
Berbeda halnya dengan lalat. Karena yang dilihat hanya jelek-jeleknya saja, maka yang akan disebarkan juga yang jelek-jelek saja. Saat hinggap pada luka seseorang, maka ia menjadi infeksi (borok). Saat menclok di makanan, ia meninggalkan ulat-ulat kecil yang menyebabkan seseorang sakit. Persis seperti manusia. Ketika yang dipandang dari saudaranya hanya keburukan dan kekurangannya saja, maka yang akan diceritakan dan disebarkan kepada orang lain adalah yang buruk- dan kekurangannya saja. Padahal, banyak kelebihan yang ada pada diri seseorang. Dari sinilah muncul penyakit berikutnya, yaitu ghibah dan merasa hebat sendiri (takabbur).
Seseorang yang meneladani seekor lebah di manapun dan kapanpun akan memberikan kebahagiaan, manfaat dan pertolongan kepada orang lain. Layaknya lebah memberikan madu kepada manusia. Sebaliknya, “manusia lalat” akan menjadi masalah bagi orang lain. Semoga bisa mengmabil dari ayat-ayat kebesaran Tuhan ini. Amin. Wallahu a’lamu bi al-shawab.
Bahrus Surur-Iyunk, Guru SMA Muhamamdiyah I Sumenep, Penulis buku-buku motivasi Islam
tulisan Bahrus Surur-Iyunk yang lain:
Menimbang Harga Sekeping Dunia