JAKARTA-Suara Muhammadiyah, Pro dan kontra menyelimuti program vaksinasi yang digulirkan pemerintah sebagai salah satu upaya menyelesaikan masalah pandemi Covid-19. Meski MUI (Majelis Ulma Indonesia) telah mengeluarkan fatwa halal dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) juga menyatakan aman, namun teryata tidak sedikit orang yang menolak Sinovac. Narasi penolakan tersebut terdengar nyaring di medsos. Tidak hanya oleh oknum di dalam negeri, penolakan tersebut juga dikautkan dengan berbagai pendapat oknum dari luar negeri. Karena literasi yang liar tersebut, sebagian masyarakat mulai ragu terhadap program vaksinasi pemerintah ini. “Disinilah peran penting media, yaitu harus mempromosikan vaksinasi,” ucap Dadang Kahmad Ketua PP Muhammadiyah pada acara taklshow tv-Mu, Jum’at (15/1/21).
Dadang menekankan, mestinya persoalan vaksin ini sudah selesai kalau semua ikut dengan pemegang otoritas sebagaimana sikap Muhammadiyah. dalam hal memberikan cap halal adalah otoritas MUI, sedang dalam hal kemanan dan uji kelayakan adalah otiritas BPOM. “Karena Muhammadiyah tidak punya otoritas dalam hal itu, maka Muhammadiyah ikut serta mendukung keputusan yang ada.” terangnya.
Kalaupun ada pendapat lain, Dadang mengingatkan, pendapat tersebut atau penelokan itu bukan berasal dari lembaga atau instansi resmi pemegang otoritas. itu adalah ekspresi individu yang tidak layak diikuti sebab tidak memiliki kewenangan dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Hal serupa juga disampaikan dr Ahmad Muttaqin ‘Alim Wakil Ketua MCCC PP Muhammadiyah. Ia mengaku menyayangkan isu-isu penolakan vaksin yang masif di berbagai media, terutama medos. Sebab penolakan vaksin yang ada, menurutnya, karena informasi yang diterima masyarkat tentang vaksin tidak menyeluruh, parsial-parsial. Tugas media adalah menyampaikan informasi selengkap-lekapnya sehingga benar-benar mengedukasi masyarakat.
Selain itu, dr ‘Alim melanjutkan, dalam masa yang serba susah karena adanya pandemi seperti sekarang ini, mestinya semua menyamakan gerak sekaligus bergerak bersama-sama. Bukan sebaliknya saling memperlihatkan perbedaan pandangan secara vulgar. Mestinya semua tampil sebagai penggerak, termasuk media juga harus menjadi penggerak vaksinasi.
Memang benar bahwa dengan adanya vaksin tidak lantas pandemi selesai, karena Muhammadiyah mengatakan bahwa vaksi adalah bagian dari upaya untuk menyelesaiakan persoalan pandemi ini. Dan dalam peryataan resminya, Muhammadiyah juga tetap menyerukan agar masyarakat tetap menegakkan prokes (protokol kesehatan) walau sudah mendapat vaksin.
Menurut Ismail Fahmi dari Drone Emprit, persoalan pro dan kontra vaksin semakin meruncing karena dikaitkan dengan beberapa isu, diantara isu tengtang bisnis global, seperti vaksin itu erat kaitanya dengan pemasangan chips, vaksin dapat merubah DNA, virus dan anti virus buatan China, dll. “Untuk sementara, mereka yang pro vaksin jumlahnya masih tinggi, tapi tidak menuntut kemungkinan, jika isu yang berlsiweran itu terus berkembang dikonsumsi masif oleh masyarakat, bisa jadi yang kontra lebih besar dari pada yang pro,” jelas Fahmi.
“Maka sekali lagi, disinilah peran dan pentingnya media,” imbuhnya. (gsh).