Rezekimu Ada di Sedekahmu

Rezekimu Ada di Sedekahmu

Rezekimu Ada di Sedekahmu

Oleh Bahrus Surur-Iyunk

 

Dulu, tanah itu dibeli hanya dengan uang lima juta. Namun, sekarang tanah itu ditawar 250 juta. Kok bisa? Itulah yang terjadi. Sekitar tahun 1994, tanah itu dibeli oleh Ahmad Fauzi sekedar untuk tabungan simpanan saja. Dia ingin punya aset sebagai investasi untuk menghadapi hari depan. Lantaran itu, dia sisihkan sebagian gaji untuk program investasi.

Setelah lebih dari 25 tahun berlalu, tiba-tiba ada orang yang tertarik membeli tanahnya. Harganya pun melambung tinggi. Sedangkan tanah di sebelahnya sudah terbeli oleh para pemilik modal yang akan menjadikannya sebagai kompleks perumahan.

Namun, tidak dengan tanah milik Fauzi. Untuk saat ini, dia tidak berniat menjualnya. Dia masih mempunyai dua anak perempuan yang baru beranjak dewasa. Anak bungsunya kelas 11 SMA, yang sulung telah lulus kuliah dan baru saja menikah. Fauzi sendiri anak sulung dari lima bersaudara. Dia laki-laki satu-satunya. Ibu kandungnya masih hidup dan masih sehat.

Singkat kisah, sang ibu tahu bila Fauzi, anak mbarepnya, itu punya tanah. Ibunya juga tahu bila kondisi ekonomi dari anak lelakinya ini paling mapan dibandingkan semua adik-adiknya. Hingga tibalah momen yang amat krusial, sang ibu ‘meminta’ kepada Fauzi untuk membantu adik-adiknya. Sang ibu meminta supaya tanah yang punya harga jual tinggi itu, sebaiknya dijual. Maksud ibu Fauzi, uang hasil penjualan tanah bisa dipakai untuk membantu adik-adiknya.

Permintaan tiba-tiba ibunya tentu memunculkan dilemma pada Fauzi. Dia sendiri punya keluarga, ada istri dan dua anak. Sementara itu, setelah berpikir—berdiskusi dengan istri serta kedua anaknya, keputusan berat akhirnya diambil. Dia bersedia menjual tanah itu dan memberikan uangnya kepada ibunya.

Seiring dengan berjalannya waktu, dia pun berusaha untuk tetap yakin. Dia berusaha optimis bila apa yang telah dia berikan kepada ibunya itu cepat atau lambat pasti mendapat ganti yang jauh lebih baik dari Allah. itulah bagian dari baktinya kepada ibunya, sekaligus sedekah kepada adik-adiknya. Ia yakin bahwa imbalan sedekah ini tak perlu menunggu hingga kelak di akhirat. Imbalan sedekah ini pasti akan segera diganti dengan sesuatu yang lain yang lebih besar nilainya oleh Allah saat masih di dunia.

Dan, benar saja. Fauzi mungkin tak sepenuhnya menyadari, bila takdir Allah telah menggiringnya kepada keberuntungan yang tidak terduga sebelumnya. Selang satu bulan setelah dia menjual tanahnya itu, kebahagiaan mendatanginya. Anak perempuan sulunganya dan suaminya yang baru menikah itu diterima CPNS. Dia ditempatkan di daerah yang sama. Semua di luar dugaan dirinya. Saat Allah telah menunjukkan betapa baktinya kepada orang tua dan sedekah untuk saudara-sauradanya terkandung kemuliaan dan keberkahan. Selalu ada misteri di balik keraguan yang berakhir bahagia.

Itulah salah satu cerita yang dituangkan Mas Aditya dalam Buku setebal 257 ini. Buku ini bukan hanya melengkapi dengan kisah-kisah inspiratif, tetapi juga menjelaskan tentang apa itu sedekah, infak, zakat dan berbagai bentuk berbagi. Buku ini mengulas tuntas dan lengkap dengan dalil naqli, pendapat dan kisah-kisah yang memudahkan pembacanya dalam memahami.

Buku yang terbit pertama pada November 2020 ini seakan ingin menunjukkan betapa berbagi atau bersedekah itu bisa menyelesaikan masalah kehidupan. Tentu saja, dengan logika yang seringkali tidak bisa dipahami manusia secara rasional. Dalam bahasa buku inspiratif ini, sedekah bisa mengubah nasib seseorang. balasan bagi sedekah ini pun seringkali tak terduga dan lebih besar dari yang kita sedekahkan.

Hanya saja, buku ini memberi syarat mutlak yang tidak bisa diganggu gugat, bahwa sedekah itu harus didasarkan pada niat yang ikhlas lillahi ta’ala. Jangan ada sedikitpun harapan dan kepentingan dunia yang terselip dalam sedekah itu. Tanpa mengharapkan iming-iming dari orang yang diberi atau dari godaan dunia sedikitpun.

Sedikit terselip kepentingan duniawi, maka jangan berharap akan mendapatkan balasan itu dari Allah. mintalah balasan itu kepada Allah saja, jangan kepada manusia. Harapan dan iming-iming dunia itu bukan hanya dalam bentuk balasan harta benda, melainkan juga pujian, penghargaan, sanjungan, ingin dilihat orang lain, ingin didengar orang lain, agar diceritakan orang lain.

Menurut buku ini, setidaknya ada enam alasan mengapa seseorang harus bersedekah. Yaitu, karena bersedekah itu amalan utama; karena sedekah bisa melangitkan doa; karena bisa menentramkan jiwa; karena sedekah mendamaikan raga; karena sedekah bisa memantik keberhasilan dan kesuksesan; dan sedekah bisa membuka pintu berkah.

Tanpa mengurangi sedikitpun kehebatan buku ini, satu catatan bahwa bahasa tulis yang dipakai dalam buku ini kadang terasa bertele-tele. Kadang-kadang penjelsan yang semestinya bisa ditulis hanya dengan satu paragraph, oleh penulisnya ditulis menjadi dua paragraph, bahkan tiga. Namun, ini hanya terjadi pada satu dua cerita saja. Yang lainnya masih sangat aman dari “bertele-tele” tadi. Wallahu a’lamu.

 

Judul Buku     : Sedekah Pengubah Nasib, Membuka Jalan Rezeki dengan Banyak Memberi

Penulis            : Aditya Akbar Hakim

Penerbit          : Alifia Books Jakarta, November 2020

Tebal Buku     : xii + 257 halaman

 

Peresensi adalah Guru SMA Muhammadiyah I Sumenep

Exit mobile version