Oleh: Yunahar Ilyas
Mula-mula orang-orang Quraisy berkumpul di rumah Walid ibn Mughirah. Walid meminta kaum Quraisy membuat kesepakatan, apa yang akan dikatakan kepada para peziarah tentang Muhammad. Lalu ada yang mengusulkan supaya dikatakan bahwa Muhammad dukun, tetapi Walid segera menolaknya karena Muhammad sama sekali tidak tampak seperti dukun karena dia tidak pernah menggumamkan mantra-mantra layaknya dukun. Yang lain usul katakan saja Muhammad gila. Walid juga menolaknya karena Muhammad tidak pernah menangis tersedu-sedu, atau berbicara sendiri atau linglung. Bagaimana kalau kita katakan dia penyair, usul yang lain. Walid tetap menolaknya karena yang Muhammad sampaikan itu sama sekali bukan syair. Akhirnya mereka mengusulkan kita katakan saja Muhammad itu tukang sihir. Walid menolaknya juga: “Dia sama sekali tidak sperti penyihir. Sungguh, kita telah banyak melihat tukang sihir, Muhammad sama sekali tidak komat kamit atau membuat buhul tali seperti penyihir”. Lalu kita katakan apa, tanya mereka. Walidpun berkata: “ Demi Allah, perkataannya manis, pangkalnya cerdik, sedangkan cabangnya benar-benar matang. Apapun julukan yang kan kalian tempelkan padanya pasti kelihatan salah. Barangkali yang paling mendekati kemiripan kalian sebut saja dia tukang sihir. Dia datang membawa sihir yang memisahkan seseorang dari ayahnya, seseorang dari saudaranya, seseorang dari isterinnya, seseorang dari keluarganya. Merekapun bubar berbekal kesepakatan tersebut. (ar-Rahiq al-Makhtum hal. 94)
Tentang Walid ini turunlah firman Allah SWT:
إِنَّهُۥ فَكَّرَ وَقَدَّرَ فَقُتِلَ كَيۡفَ قَدَّرَ ثُمَّ قُتِلَ كَيۡفَ قَدَّرَ ثُمَّ نَظَرَ ثُمَّ عَبَسَ وَبَسَرَ ثُمَّ أَدۡبَرَ وَٱسۡتَكۡبَرَ فَقَالَ إِنۡ هَٰذَآ إِلَّا سِحۡرٞ يُؤۡثَرُ إِنۡ هَٰذَآ إِلَّا سِحۡرٞ يُؤۡثَرُ
“Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya), maka celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan?, kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan?, kemudian dia memikirkan, sesudah itu dia bermasam muka dan merengut, kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri, lalu dia berkata: “(Al Quran) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu), ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.“ (Q.S. Al-Mudatstsir 74: 18-25)
Setelah membuat kesepakatan, mulailah orang-orang kafir Quraisy melaksanakannya. Mereka duduk di pinggir jalan-jalan yang biasa dilalui oleh para peziarah. Setiap orang yang lewat mereka peringatkan agar menjauhi Muhammad, jangan sampai terpengaruh oleh kekuatan sihirnya.
Kedatangan para peziarah dimanfaatkan oleh Nabi untuk menyampaikan risalah Islam kepada mereka. Nabi mendatangi mereka di tempat-tempat mereka menginap, mendatangi mereka di Pasar Ukazh,Mujannah dan Dzil Majaz.Tidak ingin mereka terpengaruh oleh Muhammad, Abu Lahab selalu membuntuti Nabi dan mengatakan kepada orang-orang yang didatangi Nabi: “Jangan dengarkan dia, dia orang yang telah meninggalkan agama, dia pendusta !”.
Orang-orang kafir Quraisy terus saja mencari cara bagaimana agarorang-orang tidak terpengaruh dengan dakwah Muhammad. Mereka coba mempersoalkan kenapa yang diutus manusia biasa seperti mereka, bukan malaikat. Allah SWT berfirman:
وَقَالُواْ مَالِ هَٰذَا ٱلرَّسُولِ يَأۡكُلُ ٱلطَّعَامَ وَيَمۡشِي فِي ٱلۡأَسۡوَاقِ لَوۡلَآ أُنزِلَ إِلَيۡهِ مَلَكٞ فَيَكُونَ مَعَهُۥ نَذِيرًا
“Dan mereka berkata: “Mengapa rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia?,” (Q.S.Al-Furqan 25: 7)
Seharusnya, menurut mereka rasul yang diutus itu haruslah orang besar seperti raja-raja, punya pengawal dan pengiring, punya harta kekayaan yang melimpah. Bukan seseorang yang harus pergi ke pasar untuk mencari nafkah bagi kehidupannya. Allah SWT berfirman lanjutan ayat 7 di atas:
أَوۡ يُلۡقَىٰٓ إِلَيۡهِ كَنزٌ أَوۡ تَكُونُ لَهُۥ جَنَّةٞ يَأۡكُلُ مِنۡهَاۚ وَقَالَ ٱلظَّٰلِمُونَ إِن تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلٗا مَّسۡحُورًا
“Atau (mengapa tidak) diturunkan kepadanya perbendaharaan, atau (mengapa tidak) ada kebun baginya, yang dia dapat makan dari (hasil)nya?” Dan orang-orang yang zalim itu berkata: “Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena sihir”.(Q.S.Al-Furqan 25: 8)
Memang sejak awal Abu Lahab paling depan menghalangi dakwah Nabi. Di samping Abu Lahab, yang paling keras juga menentang Nabi adalah al-Hakam ibn Hisyam yang populer dengan sebutan Abu Jahal. Abu Jahal berusaha menghalangi Nabi untuk mendirikan shalat di depan Ka’bah. Suatu hari tatkala Abu Jahal berpapasan dengan Nabi yang menuju Masjid Haram untuk shalat, dia mengancamnya: “Bukankah aku sudah melarangmu shalat, Muhammad? Engkau tahu tidak ada yang lebih banyak sekutunya melebihi aku.” Tentang hal ini Allah SWT berfirman:
فَلۡيَدۡعُ نَادِيَهُۥ سَنَدۡعُ ٱلزَّبَانِيَةَ
“Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya), kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah.” (Q.S. Al-‘Alaq 96: 17-18)
Allah SWT memerintahkan Nabi untuk terus shalat, jangan dihiraukan larangan Abu Jahal tersebut. Allah SWT berfirman:
كَلَّا لَا تُطِعۡهُ وَٱسۡجُدۡۤ وَٱقۡتَرِب۩
“Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).” (Q.S. Al-‘Alaq 96: 19)
Tidak bisa melarang Muhammad shalat, Abu Jahal naik pitam dan bertekad akan membunuh Nabi. Suatu hari dia menyatakan niatnya itu kepada orang-orang Qurasy: “Wahai suku Quraisy, sesungguhnya Muhammad telah membangkang, seperti apa yang kalian lihat. Dia telah melecehkan agama kita, mencemooh nenek moyang kita, membodoh-bodohkan orang-orang pintar kita, dan mencaci maki sesembahan kita. Sungguh, aku berjanji demi Allah, besok aku akan menduduki dia dengan batu. Ketika dia sujud dalam shalatnya, aku pecah kepalanya. Setelah itu Banu Abd Manaf hendaklah bertindak sebagaimana mestinya.” ( Ibn Katsir, al-Bidayah wa an-Nihayah, jilid 4, hal 145-146)
Pagi-pagi sekali Abu Jahal menunggu kedatangan Nabi di sekitar Ka’bah. Musuh Allah itu sudah siap dengan batu besar untuk melaksanakan niatnya. Seperti biasa Nabi datang untuk shalat, mengambil posisi di antara rukun Yamani dan Hajar Aswad menghadap ke arah Syam. Ketika Nabi sujud, Abu Jahal bergerak cepat mengambil batu yang sudah disiapkan dan bergegas menuju Nabi. Mendadak dia berbalik dengan wajah pucat ketakutan. “Ada apa dengan engkau wahai Abul Hakam”, tanya orang-orang Quraisy yang menyaksikan peristiwa tersebut. Abu Jahal menjawab:”Ketika aku mendekatinya, tiba-tiba muncul unta jantan. Demi Allah, aku tidak pernah melihat unta segarang itu, berleher dan bertaring seperti itu. Ia hampir menerkamku” Mengomentari peristiwa itu kemudian hari Nabi menyatakan itu Jibril. Seandainya dia (Abu Jahal) mendekatiku, ia pasti menyergapnya. (Ibn Katsir, al-Bidayah wa an-Nihayah, jilid 4, hal 146)
Allah SWT mengancam Abu Jahal dengan firman-Nya:
كَلَّا لَئِن لَّمۡ يَنتَهِ لَنَسۡفَعَۢا بِٱلنَّاصِيَةِ نَاصِيَةٖ كَٰذِبَةٍ خَاطِئَةٖ
“Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.” (Q.S. Al-‘Alaq 96: 15-16) (bersambung)