MALANG, Suara Muhammadiyah – Duta Besar LBBP RI untuk Republik Kolombia, Drs. Priyo Iswanto, M.H. menerima gelar kehormatan Doktor Honoris Causa dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada Sabtu (30/1). Gelar doktor ilmu sosial, dalam bidang etika diplomasi ini diterima oleh Priyo atas komitmen dan kontribusinya dalam aspek diplomasi selama pengabdiannya di Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI.
Rektor UMM, Fauzan menerangkan bahwa Priyo Iswanto patut dan layak menyandang gelar doktor berkat kapasitas intelektual dan keberhasilannya dalam menjalankan diplomasi. Salah satunya adalah peran dan strategis dalam upayanya meminimalisasi tuduhan dunia akan sustainability industri sawit.
“Pemberian anugerah gelar doktor honoris kausa terhadap peran anak bangsa ini juga merupakan bagian dari tanggung jawab moral kebangsaan yang dimiliki oleh UMM. Gelar ini juga menjadi rekognisi akademik yang harus dimaknai untuk memainkan peran hidup yang bermanfaat bagi bangsa dan negara,” ungkapnya.
Senada dengan Fauzan, Muhadjir Effendy selaku Menko PMK mengatakan bahwa Priyo layak mendapat gelar ini. Ia juga menyinggung bahwa UMM tidak gampang memberikan gelar doktor Honoris Causa. Bahkan dengan usia dan reputasi yang dimilikinya, UMM baru memberikan gelar ini kepada tiga orang.
“Peranan Pak Priyo tidak hanya meyakinkan pasar akan kedudukan sawit, tapi juga mencoba menggandeng kekuatan-kekuatan yang belum terbangun di dunia dalam aspek kelapa sawit. Taktik ini sangat jitu untuk menghadapi tantangan yang ada di pasar global,” jelasnya.
Adapun dalam orasi ilmiahnya, Priyo menjelaskan terkait strategi meningkatkan reputasi kelapa sawit, khususnya dari perspektif tujuan pembangunan dan berkelanjutan (SDGs) plus. Ia menerangkan bahwa kelapa sawit bisa dilihat dan dipahami melalui empat dimensi, yakni dimensi ekonomi, sosial, lingkungan serta moral. Dari aspek ekonomi misalnya, kelapa sawit dinilai menjadi faktor penting dalam menekan angka kemiskinan dan mengurangi kelaparan. Selain itu juga bisa mendukung pertumbuhan ekonomi dan penciptaan pekerjaan yang layak.
Kelapa sawit juga mampu membantu mengurangi kesenjangan sosial antara penduduk kota dan desa. Menjamin kualitas dan standar kehidupan yang lebih baik. Sementara itu, kelapa sawit juga tidak lepas dari tuduhan negatif. Padahal, faktanya kelapa sawit memerlukan lahan yang lebih hemat ketimbang kedelai maupun kanola. Kelapa sawit juga menyumbang emisi gas karbondioksida yang hanya menyumbang 5%.
“Menurut data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), kelapa sawit justru menyerap 161 ton karbondioksida dan menghasilkan oksigen sebanyak 18,7 ton/ha per tahun,” tuturnya lebih lanjut.
Sebagai Dubes RI untuk Kolombia, pria kelahiran Kudus ini juga telah berprakarsa kepada Kolombia untuk menjadi anggota Dewan Negara Produsen Sawit (CPOPC). Diyakini bergabungnya Kolombia mampu memperkuat CPOPC dan dukungan untuk melawan kampanye hitam terhadap komoditas minyak sawit dunia.
Priyo kembali menjelaskan bahwa meski telah tercapai kesepakatan antara ASEAN dan Uni Eropa tentang isu kelapa sawit yang dikaitkan SDGs, namun kampanye positif penghasil kepala sawit masih harus terus dilakukan. Harapannya, publik bisa semakin percaya bahwa komoditas ini sebenarnya memiliki banyak nilai positif dan manfaat. (diko)