Filosofi Tertukar
Oleh: Bagus Kastolani
Aku sering berfikir, mengapa banyak korupsi di negeri ini? Mengapa banyak perusahaan negara yang merugi? Apakah miss-management negara? Terusik dengan pertanyaan ini, aku kembali membongkar beberapa koleksi buku ku. Hingga pandanganku tertuju kepada sebuah buku lama, sekitar tahun 1984 dengan judul yang menggelitik, The Pathologies of Bureaucracy. Buku ini menjelaskan penyakit-penyakit anotomi tubuh dengan penyakit yang terjadi di birokrasi.
Dalam pengantarnya, ia menyebutkan tentang perbedaan kedua jenis organisasi, yaitu public organization dan profit organization. Organisasi publik adalah organisasi yang bersifat melayani masyarakat dan kepentingan khalayak. Di negara kita, organisasi ini termasuk organisasi pemerintahan, seperti kantor kalurahan, kecamatan, kabupaten/ kota, provinsi, negara dan semua satuan kerjanya. Sedangkan organisasi profit adalah organisasi yang sifat usahanya mendatangkan keuntungan (profit) bagi kelangsungan hidup organisasi dan semua stake holdernya. Misalnya di negara kita adalah perusahaan negara dan BUMN.
Kedua organisasi ini mempunyai filosofi yang berbeda. Organisasi publik mempunyai filosofi untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat (social benefit). Sedangkan organisasi profit adalah menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya (profit oriented). Berdasarkan dasar filosofi ini maka organisasi publik seperti organisasi pemerintahan seharusnya mengutamakan social benefit dan organisasi profit menghasilkan profit sebesarnya. Dengan demikian, semua kebijakan organisasi publik harus berdasarkan seberapa banyak orang yang harus dilayani dan organisasi profit harus mendasarkan seberapa keuntungan yang mereka dapat.
Namun analisanya saya ketika dewasa ini melihat kondisi negara ini, filosofi kedua organisasi telah tertukar. Organisasi publik mencoba menghasilkan profit sebesar-besarnya, khususnya untuk keuntungan diri sendiri dan kelompok sehingga terjadi tindakan koruptif dan manipulatif. Sedangkan organisasi profit digunakan untuk kepentingan sosial sehingga bisnisnya selalu merugi.
Bahkan kepentingan sosial ini pun dipersempit dengan kepentingan kelompok yang dapat merugikan kepentingan yang lebih luas, yaitu masyarakat. Kondisi inilah yang membutuhkan ketegasan kepemimpinan nasional yang harus mengembalikan kedua filosofi yang tertukar untuk kedua organisasi ini. Inilah yang disebut adil sesuai dengan proporsional berdasarkan filosofi masing-masing. Bukankah Allah SWT menyukai orang-orang yang berbuat adil?
Huwallahu a’lam bi showab.
Sumber: Majalah SM Edisi 04 Tahun 2020