Islam di Negara Konservatif Polandia
Oleh: Muhammad Fahmi Asshidqy
Islam dan Polandia di Masa Lalu
Abad ke 14 bangsa tatar tercatat memasuki wilayah Kerajaan persemakmuran Polandia-Lithuania dari Golden Horde. Mayoritas dari mereka adalah prajurit dan artisan, beberapa dari mereka datang sebagai tahanan perang, tapi lebih banyak dari mereka adalah prajurit terlatih yang direkrut. Divisi khusus tentara tatar juga terdapat dalam kesatuan militer. Imbalan atas kontribusi mereka dalam perang-perang krusial diberikan dalam bentuk tanah dan hak sebagai warga negara yang setara dengan penduduk lokal (Bogdan Szajkowski, 1999).
Di bagian timur negara tesebut, terdapat desa muslim yang terkenal karena terdapat peninggalan historis berupa masjid di Bohoniki dan Kruszyniany, bangunan itu memiliki corak gereja orthodok karena pada waktu itu, kebanyakan muslim tatar merupakan orang-orang militer handal tetapi tidak berpengalaman dalam bidang arsitektur, sehingga bentuk lokal menjadi pilihan.
Seiring dengan perkembangan zaman, muslim di Polandia mulai berkembang lebih banyak lagi, baik dari keturunan Tatar yang sudah berasimilasi dengan warga Polandia maupun pendatang baru. Para pendatang memiliki beberapa alasan migrasi ke Polandia, pertama yaitu alasan keamanan, terutama karena konflik bersenjata di daerah asal. Kedua, alasan ekonomi, meskipun Polandia bukan merupakan negara tujuan utama imigran tetapi kondisi keamanan dan ekonomi di negara ini cukup bagus. Ketiga, pasangan atau spouse juga memiliki peran terhadap kedatangan imigran di negara tersebut meskipun tidak memiliki jumlah yang signifikan.
Polandia Terkini
Presiden incumbent Polandia, Andrzej Duda kembali memenangi pemilihan presiden dan memiliki masa pengabdian untuk lima tahun ke depan. Kemenangan yang diperoleh pada hari minggu, 11 Juli 2020 mendapatkan perlawanan ketat dimana Andrzej Duda mendapatkan 51.03% suara sedangkan penantangnya Rafal Trzaskowski, yang juga seorang walikota Warsawa meraup 48.97% suara. Kemenangan tersebut diprediksi akan menambah kecemasan publik akan kebijakan-lebijakan yang konservatif dan mengancam demokrasi.
Pada masa kepemimpinan presiden tersebut terdapat sebuah kasus terbaru di Polandia yang berkaitan dengan isu rasial karena virus Covid-19 seperti diberitakan oleh Wyborcza, sebuah surat kabar kenamaan yang bermarkas di Warsawa pada (13/5), bahwa sebuah salon kecantikan di pusat kota Warsawa menolak dua orang Indonesia karena mereka percaya ras Asia mempunyai potensi penularan virus. Hal-hal semacam itu juga terjadi pada warga-warga negara lain, khusunya dari benua Asia yang bermukim di Polandia. Akan tetapi, pandemi tersebut ditengarai hanya sebuah alasan untuk melegitimasi tindakan oknum-oknum warga atas ketidaksetujuannya terhadap kedatangan ekspatriat maupun imigran di Polandia.
Pemerintah Polandia saat ini didominasi oleh Partai Keadilan dan Hukum (PiS) yang berhaluan kanan atau national-conservative. Sejak didirikan pada tahun 2001, partai ini dapat menjaring massa yang besar melalui program-program populis; 500+ adalah sebuah program yang sudah terealisasikan berupa bantuan bulanan sebesar 500 zl/ sekitar 1.830.000 rupiah untuk setiap anak yang yang berusia dibawah 17 tahun. Bahkan dalam kampanye untuk petani di daerah pinggiran seperti dilansir oleh politico.eu (5/19) mereka menjanjikan 100zl/babi dan 500zl/sapi secara cuma-cuma.
Selain program tersebut, pemerintah juga memiliki kebijakan yang ketat terkait imigrasi, sebagai contoh pada tahun 2015 pemerintah menolak kebijakan European Union (EU) yang mewajibkan negara anggota menampung pengungsi akibat dari refugee crisis. Dominik Tarczynski, seorang anggota parlemen Poland dari partai yang berkuasa (PiS), pada wawancaranya dengan Mehdi Hassan di kanal Al Jazeera (11/2019) menyatakan pandangannya bahwa multicultural is not a value and Poland is only for Poles.
Tentu saja pernyataan ini tidak sepenuhnya salah karena sebagai pejabat negara yang memiliki kewenangan sudah seyogyanya memperjuangkan kepentingan bangsanya diatas kepentingan bangsa lain di tanah airnya. Alasan lain yang diungkapkan oleh politisi tersebut yaitu mereka ingin menjaga tradisi katolik dan tradisi barat sehingga anggapan bahwa para pendatang, khususnya muslim ditakutkan akan menggangu stabilitas negara baik secara ekonomi maupun secara sosial.
Polandia dan Gerakan Komunitas Islam
Organisasi keagamaan mempunyai peran penting sebagai wadah untuk mengakomodir kepentingan eksistensi agama islam. Asosiasi Agama Islam atau Muzułmański Związek Religijny (MZR) mempunyai peran yang vital dalam menjaga tradisi islam dan tradisi tatar dalam periode yang panjang. Selain itu, terdapat juga Liga Muzułmańska (LM) yang didirikan sebagai respon bertambahnya pemeluk islam baik dari mualaf maupun kaum pendatang.
Selain itu terdapat juga Stowarzyszenie Studentów Muzułmańskich atau Himpunan Masahasiswa Muslim yang lebih fokus kepada tradisi akademik diantara pelajar-pelajar muslim dengan diskusi dan seminar serta cerita pengalam pribadi. Pelayanan terhadap pemeluk agama islam juga diberikan oleh Organisasi-organisasi tersebut seperti pemberian jadwal shalat, pelayanan pernikahan, dan pemulasaaraan jenazah muslim, hingga penguburan juga diberikan oleh pihak masjid sesuai syariat dan tanpa dipungut biaya sama sekali.
Jaminan pemerintah terhadap organisasi keagamaan islam diwujudkan dengan undang-undang dan kerjasama serta kewajiban pemerintah secara legal untuk mendukung pendanaan organisasi serta meniadakan pajak masjid dan biaya lain, di luar biaya pembangunan (Agata S. Nalborczyk, 2011). Bukti fisik keberadaan masjid di daerah pemukiman Tatar dan juga beberapa masjid yang dibangun setelahnya di Kota-kota besar, seperti Warsawa, Gdansk, Krakow, dan Wroclaw menunjukkan kebebasan beragama dapat dinikmati oleh orang-orang islam.
Kegiatan ibadah dapat dilaksanakan dengan mudah seperti shalat lima waktu, puasa dan izin imigrasi haji. Kebebasan merayakan hari-hari besar seperti Idul Adha dan Idul Fitri juga dapat dinikmati oleh pemeluk agama islam.
Sebagai contoh, perayaan Idul Fitri pada tahun 2019 di Muzułmańskie Centrum Kulturalno-Oświatowe atau Islamic Center di Wrocław. Suasana kekeluargaan begitu kental di antara para jamaah, mereka saling mengucapkan salam dan selamat kepada jamaah yang baru saja datang. Ritual dilakukan di gedung utama, setelah itu para jamaah laki-laki berkumpul di halaman samping sedangkan jamaah perempuan di halaman belakang yang sudah dipasang tenda dan dekorasi dengan ornamen-ornamen hari kebesaran islam, meja dan bangku-bangku panjang tersusun rapi, hidangan khas Polandia dan Timur-tengah menjadi pelengkap hari kemenangan setelah satu bulan berperang melawan dahaga dan lapar. Ruangan khusus anak-anak juga disediakan di bangunan belakang masjid, meskipun beberapa dari mereka berhamburan keluar dan berlari-larian dengan ceria.
Eksistensi agama islam yang telah berlangsung sangat lama di negara tersebut dan juga kontribusi masyakarat islam. Kemenangan Andrzej Duda sebagai representasi dari masyarakat Polandia yang konservatif sepertinya tidak akan merubah kondisi kebebasan beragama di Polandia menjadi represif, karena pada masa kepemimpinanya di periode sebelumnya tidak terdapat kebijakan yang merugikan masyarakat islam. Orang-orang islam juga tidak melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu stabilitas ekonomi maupun politik. Dengan demikian, keberlangsungan dan perkembangan agama islam di Polandia memiliki kemungkinan untuk tetap berada dalam tren yang positif.
Muhammad Fahmi Asshidqy, Kader Muhammadiyah, International Exchange Polandia
Sumber: Majalah SM Edisi 18 Tahun 2020