Oleh : Bagus Kastolani
Masa kecilku sangat bahagia, mulai dari menyeberang sungai, mencari ikan, membakar petasan hingga mencari buah di atas pohon. Aktivitas memanjat pohon mangga inilah yang paling kusuka. Memetik buah mangga matang maupun mentah di kebun tetangga dengan harus mengendap-endap… yah namanya anak-anak mestinya dimaklumi. Tak jarang kami melempar bakal buah mangga ke orang-orang yang lewat di bawah pohon mangga yang kami panjat. Setelah mereka marah, kami tertawa lebar sambil berusaha menghindari lemparan balik dari ‘korban’ kami.
Pernah suatu saat, kami mencoba melemparkan beberapa barang kecil-kecil sebagai eksperimen lucu-lucuan ke orang-orang yang lalu lalang di bawah kami. Pertama, kulemparkan uang koin ke orang yang ada di bawah pohon tanpa dia mengetahuinya. Begitu koin terjatuh, ia pun memungutnya tanpa sekalipun menengok ke atas. Maka ia pun berlalu membawa koinku. Percobaan kedua, ku jatuhkan uang kertas ke bawah sehingga mengenai seseorang. Dan seperti percobaan pertama, ia pun memungut uang kertas itu kemudian berlalu begitu saja. Apes benar aku ini… pikirku… karena orang ini tidak menengok ke atas pohon, dimana aku yang telah melemparnya dengan rejeki uang koin dan kertas. Mengucapkan terima kasih atau sekedar melempar senyum ke aku saja tidak!
Aku mulai kehabisan ‘amunisi’ untuk iseng melempari orang-orang di bawah pohon karena bakal buah mangga juga sedang tidak berkembang. Aku pun mulai merogoh saku kecilku… karena dasar anak udik ya disaku ku banyak kutemui kerikil. Yaaaa… inilah amunisiku untuk beraksi agar bisa mendapatkan perhatian orang-orang di bawah pohon yang kupanjat. Maka kulempar satu kerikil ke salah satu orang yang dibawahku. Kena!!! Tepat di kepalanya… hahaha… Dan tujuanku efektif. Orang itu menengadah dan bola matanya yang marah memburuku di balik dedaunan. Tak habis semua isi ‘kebun binatang’ ia keluarkan sambil membalasku dengan kerikil yang kulempar tadi.
Seiring waktu aku kembali mengingat kenangan itu ketika dewasa ini. Dan aku terperanjat maka sebenarnya perilaku ku sebagaimana orang-orang yang ada di bawah pohon itu. Saat aku ‘dilempari’ oleh Allah SWT berupa banyak kenikmatan, kuambil nikmat itu tanpa sedikit pun aku ‘toleh’ siapa yang memberikannya, setidaknya memberikan senyuman. Namun begitu aku ‘dilempar’ dengan kerikil musibah kecil saja, aku pun mencari Tuhanku… aku pun menengok keharibaan Yang Maha. Mungkin aku tak akan mencari Tuhanku saat banyak rejeki yang dilemparkan ke aku. Maka Tuhanku memberiku kerikil kecil untuk mengingatkanku. Bukankah Allah SWT ingin kita mendekat kepadaNYA, saat lemparan kerikil kasih sayang itu ditujukan kepada kita?
Huwallahu a’lam bi showab.