Nabi Muhammad SAW (17), Pemboikotan Orang-Orang Quraisy
Oleh Yunahar Ilyas
Setelah kembali ke Makkah, orang-orang Quraisy langsung menanyakan tiga hal tersebut kepada Nabi. Yaitu tentang sekelompok pemuda yang meninggalkan kaumnya pada masa dahulu dan apa yang terjadi pada mereka. Tentang seorang pengembara yang perjalanannya mencapai ujung timur dan barat bumi. Dan yang terakhir tentang apa itu roh?.
Yakin wahyu akan turun, Nabi menjanjikan akan menjawab tiga pertanyaan mereka itu esok harinya. Ternyata besok wahyu tidak turun, bahkan sampai 15 hari tidak ada wahyu yang turun dan Jibril pun tidak datang. Orang-orang Makkah mulai membicarakan janji Muhammad yang tidak tepat itu.
Nabi sedih dan gelisah. Setelah 15 hari barulah Jibril datang membawa Surat al-Kahfi menceritakan tentang Ashhabul kahfi, Zul Qarnain dan tentang ruh (Tafsir Ibn Katsir 5:149). Tapi dalam Surat tersebut juga ada ayat yang menegur Nabi karena menjanjikan sesuatu tanpa mengaitkannya dengan kehendak Allah. Allah SWT berfirman:
وَلَا تَقُولَنَّ لِشَاْيۡءٍ إِنِّي فَاعِلٞ ذَٰلِكَ غَدًا إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُۚ وَٱذۡكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلۡ عَسَىٰٓ أَن يَهۡدِيَنِ رَبِّي لِأَقۡرَبَ مِنۡ هَٰذَا رَشَدٗا
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah”. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini”. (Q.S. Al-Kahfi 18: 23-24)
Ayat ini memberikan pelajaran kepada kita kaum Muslimin, apabila berjanji untuk melakukan sesuatu hendaklah mengucapkan insya Allah. Segala sesuatu yang sekalipun sudah direncanakan dengan sangat rapi tidak akan telaksana tanpa adanya izin dari Allah SWT.
Setelah segala macam usaha menghentikan dakwah Muhammad gagal, maka pemuka kaum Qurasy berkumpul di perkampungan Bani Kinanah di lembah Mukhashab merundingkan langkah apa lagi yang akan dilakukan untuk menghentikan Muhammad. Sekarang mereka tidak hanya berhadapan dengan Muhammad dan orang-orang yang sudah beriman dengannya, tapi juga berhadapan dengan seluruh anggota Bani Hasyim dan Bani Muthalib yang sudah bersepakat untuk melindungi Muhammad anggota suku mereka sekalipun mereka tidak percaya dengan ajaran yang dibawa Muhammad.
Pertemuan di Lembah Mukhashab ini menyepakati untuk melakukan pemboikotan total terhadap Bani Hasyim dan Bani Muthalib sampai mereka bersedia menyerahkan Muhammad untuk dibunuh. Mereka bersumpah untuk tidak melakukan hubungan pernikahan, jual beli, berteman, berkumpul, memasuki rumah dan berbicara dengan mereka. Mereka menuliskan pembokotan itu dalam sebuah papan Piagam kemudian menggantungnya di dalam Ka’bah.
Dalam keyakinan kaum Qurasy tentu Bani Hasyim dan Bani Muthalib yang tidak beriman dengan Muhammad akan goyah, karena mereka tentu tidak akan mau menanggung penderitaan akibat pemboikotan ini. Dengan demikian Banu Hashyim dan Banu Muthalib akan terbelah, sehingga akhirnya kekuatan mereka melemah. Tapi rupanya keyakinan mereka itu meleset, Banu Hasyim dan Banu Muthalib tetap bersatu membela Muhammad sekalipun harus menderita. Yang tidak setuju hanya satu orang yaitu Abu Lahab yang memang sejak awal memusuhi dan menentang dakwah Nabi.
Pemboikotan berlangsung selama tiga tahun terhitung sejak Muharam tahun ketujuh kenabian. Selama itu pula Nabi Muhammad SAW dan para sahabat, paman beliau Abu Thalib dan seluruh anggota Banu Hasyim dan Banu Muthalib–sekalipun belum beriman, tapi karena kekuatan solidaritas kesukuan–ikut menderita. Mereka kekurangan makanan karena bahan makanan yang dibawa pedagang masuk kota Makkah langsung diborong oleh kaum Quraisy yang memusuhi Nabi. Jika pun ada yang tersiksa, harganya sudah melambung tinggi sehingga mereka tidak sanggup membeli. Sering mereka merasakan kelaparan, terpaksa makan dedaunan dan kulit binatang.
Kadang-kadang ada pihak yang merasa kasihan lalu secara sembunyi-sembunyi mengantarkan makanan kepada Banu Hasyim dan Banu Muthalib. Tapi kalau kepergok kaum Qurasyi makanan itu akan mereka rampas. Pernah Hakim ibn Hizam membawakan gandum untuk bibinya Khadijah RA, dia dipergoki oleh Abu Jahal. Abu Jahal berusaha mencegahnya, tetapi Hakim melawan sehingga terjadilah perdebatan sengit. Untunglah muncul Abul Bakhtari menengahi sehingga Hakim bisa mengantarkan gandum itu untuk bibinya.
Walaupun dalam keadaan menderita karena pemboikotan, tapi pada musim haji Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin tetap keluar untuk bertemu banyak orang dan mengajak mereka masuk Islam.
Pemboikotan itu berhenti karena Qurasy terbelah. Sebagian ingin pemboikotan terus berlangsung, tapi yang lain ingin menghentikannya. Yang ingin menghentikan antara lain Hisyam ibn Amr dari Bani Amir. Selama ini Hisyam diam-diam sering menemui Bani Hasyim dan mengantarkan makanan untuk mereka. Hisyam berinisiatif menghubungi Zuhair ibn Abu Umayyah al-Makhzumi, Muth’im ibn ‘Adi, Abul Bakhtari ibn Hisyam dan Zam’ah ibn al-Aswad. Satu persatu berhasil diajaknya bergabung untuk menghentikan pemboikotan. Kelima orang itu berkumpul di Hajun untuk merencanakan pembatalan pemboikotan. Mereka sepakat Zuhairlah yang akan bicara pertama kali
Pagi harinya mereka pergi ke tempat orang-orang Quraisy berkumpul di dekat Ka’bah. Zuhair datang lebih dahulu. Setelah thawaf Zuhair mendatangi sekumpulan orang dan berkata: “Wahai penduduk Makkah, bisakah kita merasa enak makan dan berpakaian, sementara Banu Hasyim binasa dan tidak bisa berniaga? Demi Allah aku tidak akan duduk diam sampai piagam perjanjian yang kejam dan zalim itu dihancurkan”
Abu Jahal yang berada di salah satu sudut masjid berkata lantang, “Pembohong! Demi Allah, piagam itu tidak boleh dihancurkan!”
“Engkau lebih pembohong!” Zam’ah menyergah.”Sebenanya sejak dahulu pun kami tidak pernah mendukung perjanjian seperti yang kau inginkan itu!”
Abul Bakhtari angkat bicara:”Zam’ah benar! Kami tidak mendukung apa yang tertulis di situ, dan kami tidak ikut menetapkanya.”
Muth’im menukas, “Kalian berdua benar! Orang yang tidak berpendapat demikianlah yang berdusta.Kami tidakterlibat dengan piagam itu berikut isinya.?
Hisyam ibn Amr ikut-ikut pula mengatakan hal senada. Mendengar semua itu, Abu Jahal menuduh, “Perkara ini psti telah direncakan tadi malam dan kaliaan bhas di suatu tempat.”
Kala itu Abu Thalib duduk di pojok masjid. Dia sengaja datang untuk membuktikan, sebab Allah telah mengisyaratkan kepada Rasulullah perihal piagam perjanjian itu. Allah mengirimkan rayap untuk memakan habis papan piagam berisi kesepakatan yang keji dan zalim itu. Rayap hanya menyisakan nama Allah yang tertulis di sana.
Rasulullah menceritakan hal itu kepada pamannya Abu Thalib. Sang paman lalu menyampaikan kepada orang-orang Qurasy bahwa kemenakannya mengabarkan ihwal rayap-rayap yang menggerogoi papan piagam perjanjian itu. “Jika kemenakanku itu berdusta, “kata Abu Thalib, “Kalian boleh menyingkirkannya. Tetapi jika dia benar, kalian harus mengakhiri boikot dan tidak lagi menzalimi kami”. Orang-orang setuju, “Itu keputusan yang adil”.
Percakapan itu didengar oleh seluruh hadirin, termasuk Abu Jahal. Selanjutnya Muth’im bin Adi bangkit menuju tempat dimana papan itu digantungkan. Ternyata benar, rayap telah memakan habis papan pemboikotan tersebut, yang tersisa hanya tulisan bismika allahumma. Pemboikotan pun berakhir. (ar-Rahiq al-Makhtum, hal. 141-144).(bersambung)
Sumber: Majalah SM Edisi 04 Tahun 2019