YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Bermuhammadiyah pada saat ini sudah tidak memadai jika hanya dengan pandangan dan wawasan yang terbatas. Diperlukan pengindraan yang universal dalam melihat realitas kehidupan sosial beragama yang menjadi konsen Muhammadiyah sejak awal. Warga persyarikatan hendaknya mulai mengkaji Islam secara komprehensif, tidak terpaku hanya kepada satu ayat, tapi juga menghubungkannya dengan ayat-ayat yang lain agar jangkauan alam berpikir kita menjadi lebih luas dan beragam.
Pada agenda pengajian umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang berlangsung pada Jumat (12/3), Haedar Nashir berpesan kepada seluruh kader dan pimpinan persyarikatan untuk banyak membaca. Memanfaatkan bulan Suci Ramadhan yang sebentar lagi datang dengan mengkaji Al-Qur’an beserta tafsirnya, menelaah himpunan putusan Tarjih Muhammadiyah, dan fikih-fikih kontekstual. Hal ini sebagai upaya untuk mengkikis habis pandangan sempit dalam memaknai Islam.
“Kendati Ramadhan pada tahun ini kita masih berada pada situasi pandemi, kita harus terus memperbaiki kualitas amalan kita. Membersihkan dan sekaligus mencerahkan pribadi kita dengan terus membaca,” ujarnya.
Bulan Ramadhan selain sebagai ranah untuk mengasah hati berupa kepekaan sosial, namun juga tempat untuk menuntut ilmu, mencerahkan pikiran, dan meneguhkan harapan. Walaupun demikian, kita dilarang untuk merasa diri paling suci. Karena perilaku tersebut justru dapat menghilangkan kebaikan pada puasa yang kita jalani.
Haedar menambahkan, puasa Ramadhan yang dijalankan oleh setiap Muslim harus mampu menghadirkan mi’raj ruhani di dalam diri. Peningkatan kualitas pemikiran dan tindakan di dalam kehidupan sosial masyarakat. “Kita harus mulai bisa menghargai perbedaan, khususnya perbedaan soal kaifiyah dalam beribadah. Perbedaan yang ada jangan justru menghilangkan keikhlasan dan niat puasa kita,” jelasnya. (diko)