Refleksi 57 Tahun IMM : Mewujudkan Generasi Unggul dan Anggun

Refleksi 57 Tahun IMM : Mewujudkan Generasi Unggul dan Anggun

Oleh Faozan Amar

Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu”. Mereka menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan dari padanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa”. Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui (QS. Al Baqarah 247).

Ayat tersebut setidaknya menjelaskan tentang dua hal penting ; Pertama, penolakan seorang pemimpin. Hal ini terjadi karena adanya keraguan terhadap Thalut yang diangkat menjadi pemimpin dengan alasan dianggap tidak mampu mengendalikan kepemimpinan dan bukan termasuk golongan orang yang kaya.

Sekalipun bisa saja bersifat subyektif, namun setidaknya menggambarkan bahwa pentingnya kapasias dan kapabilitas, dan sering ditambah dengan isi tas bagi seorang calon pemimpin. Visi dan misi itu penting tapi gizi atau piti juga tidak kalah penting. Sebab tanpa hal tersebut sebuah kepemimpinan tidak akan bisa menggerakan organisasi secara maksimal.

Kedua, syarat untuk menjadi pemimpin, dalam ayat tersebut ditegaskan ada dua, yakni ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa (basṭatan fil ‘ilmi wal-jism). Dengan kedalaman ilmu yang dimilikinya, maka seorang pemimpin tidak hanya akan mampu memimpin dengan baik tetapi juga benar. Karena itu, calon pemimpin dan pemimpin harus terus belajar banyak hal, sekalipun tidak harus menjadi pakar dalam semua bidang keilmuan. Namun setidaknya mengetahui dan paham. Sehingga tidak keliru dalam membuat kebijakan dan mengambil keputusan.

Sedangkan terkait dengan tubuh yang sehat dan perkasa, sangat penting bagi seorang pemimpin dan calon pemipin agar ketika berada dalam medan peperangan, memiliki kekuatan dalam badannya, dan kelihaiannya dalam strategi perang. Faktor ini seharusnya diperhitungkan, disamping faktor keturunan yang baik. Sehingga saling melengkapi agar mampu menjadi pemimpin yang kuat, baik dan benar dalam kepemimpinannya.

Apalagi calon pemimpin bangsa Indonesia yang wilayahnya sangat luas, terdiri dari 17 ribu pulau lebih, dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Pulau Rote dengan segala kondisi alam, infrastruktur, dan cuaca yang melingkupinya. Maka kalau pemimpin kondisi fisiknya lemah dan sakit-sakitan, tidak akan mampu blusukan dan bertemu dengan 270 juta rakyatnya. Tentu saja ini akan mengecewakan.

Rasûlullâh Saw bersabda; Seorang Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan (HR. Muslim). Dengan demikian, seorang mukmin yang kuat fisik, mental, jiwa, raga, harta, ilmu, jaringan, dan sebagainya, jauh lebih dicintai Allah dan juga dicintai orang yang dipimpinnya dari pada yang lemah.

Kepemimpinan dalam bahasa inggris disebut leadership dan dalam bahasa arab disebut Zi’amah atau Imamah dalam terminologi yang dikemukakan oleh Marifield dan Hamzah (1984). Kepemimpinan adalah menyangkut dalam menstimulasi, memobilisasi, mengarahkan, mengkoordinasi motif-motif dan kesetiaan orang-orang yang terlibat dalam usaha bersama.

Secara sederhana kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada para pengikutnya dalam upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Rasulullah Saw bersabda : “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Hari ini Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) memperingati Milad ke 57. Sejak berdiri di Yogyakarta pada 14 Maret 1964, IMM telah melahirkan banyak kader, baik pada level lokal, regional maupun nasional. Tak hanya itu, IMM juga menjadi penyuplai kader bagi Persyarikatan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah, baik di tingkat ranting, cabang, daerah, wilayah sampai ke pusat.

Namun pada level kader bangsa di tingkat nasional, masih jarang kader IMM berkiprah di wilayah kebangsaan. Sehingga kiprahnya pada wilayah politik kebangsaan, seperti iklan mobil; “nyaris tak terdengar”. Karena itulah Buya Syafii Maarif meminta doktrin pengkaderannya harus dirubah, yakni menjadi kader bangsa, umat dan persyarikatan.

Ini sesuai dengan pesan KH Ahmad Dahlan, “Muhammadiyah pada masa sekarang ini berbeda dengan Muhammadiyah pada masa mendatang. Karena itu hendaklah warga muda-mudi Muhammadiyah hendaklah terus menjalani dan menempuh pendidikan serta menuntut ilmu pengetahuan (dan teknologi) di mana dan ke mana saja. Menjadilah dokter sesudah itu kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadilah master, insinyur, dan (profesional) lalu kembalilah kepada Muhammadiyah sesudah itu.” (Mulkhan, 2007)

Maka hal penting yang perlu menjadi refleksi bagi kader-kader IMM dalam memperingati Milad ke 57 ini, adalah agar terus berjuang sehingga mampu menjadi kader bangsa, umat dan persyarikatan. Karena itu, bukan hanya harus unggul dalam ilmu, tapi juga fisik, mental, jiwa, harta dan jaringan. Sehingga akan menghasilkan keanggunan moral sebagai buah dari kedalaman ilmu dan keimanan. Selamat Milad 57 IMM. Jayalah IMM Jaya. Abadi Perjuangan Kami.

Ketua PC IMM Banyumas 1996-199, Dosen FEB UHAMKA dan Staf Khusus Menteri Sosial RI 

Exit mobile version