KISAH ADIK SAYA, Cerpen Suharyo Widagdo

KISAH ADIK SAYA, Cerpen Suharyo Widagdo

Cerpen Suharyo Widagdo

Saya ingin bercerita mengenai kisah adik saya, Nur Annisa, seorang gadis yang baru menginjak dewasa tetapi agak kasar dan suka berkelakuan seperti lelaki.  Aku terdorong menceritakan ini karena adanya fenomena artis seksi yang menanggalkan busana seksinya dan menggantinya dengan busana muslim. Sebut saja Inneke Kusherawati, Sandra Dewi, Oki Setpiana Dewi, Laudya C Bella, Terry Putri.

Ketika usianya menjelang 17 tahun, perkembangan tingkah lakunya benar-benar membimbangkan ibu. Dia sering membawa teman-teman lelakinya pulang ke rumah. Situasi ini menyebabkan ibu tidak senang tambahan pula ibu merupakan guru Al_Quran. Untuk mencegah terjadinya pergaulan yang terlalu bebas, ibu telah meminta adik memakai tudung. Permintaan ibu itu ditolaknya sehingga seringkali berlaku pertengkaran-pertengkaran kecil antara mereka.

Pernah pada suatu ketika adik berkata dengan suara yang agak keras,

“Coba mama lihat, tetangga-tetangga kita pun ada yang anaknya pakai jilbab, tapi perangainya sama seperti orang yang tak pakai jilbab. Sampai kawan-kawan Ani dekat sekolah, yang pakai jilbab pun selalu pergi berduaan dengan om-om, pegang-pegang tangan. Ani ni, walaupun tak pakai jilbab, tak pernah berbuat kayak gituan!”

Ibu hanya mampu mengelus dada mendengar kata-kata adik. Kadang kala saya terlihat ibu menangis di akhir malam. Dalam qiamullailnya. Terdengar lirih doanya

“Ya Allah, kenalkan Ani dengan hukum-hakam-Mu”.

Pada satu hari ada tetangga yang baru pindah berdekatan dengan rumah kami. Sebuah keluarga yang mempunyai enam orang anak yang masih kecil. Suaminya bernama Abu Khoiri. Saya mengenalinya sewaktu di masjid. Setelah beberapa lama, timbul desas desus mengenai isteri Abu Khoiri yang tidak pernah keluar rumah, hingga ada yang menggelarnya si buta, bisu dan tuli. hal ini telah sampai ke pengetahuan adikku. Dia bertanya kepada saya,

“Abang, betul kah orang yang baru pindah itu, isterinya buta, bisu dan tuli?”

Lalu saya menjawab sambil cuek,

“Kalau mau tahu, pergi aja ke rumahnya, tanya sendiri”

Eh adik benar-benar pergi ke rumah Abu Khoiri. Sekembalinya dari rumah mereka, saya melihat perubahan yang benar-benar drastis pada wajah Ani. Wajahnya yang tak pernah muram atau lesu menjadi pucat lesu..

Namun, selang dua hari kemudian, dia minta ibu untuk membuatkan jilbab. jilbab. Adikku pakai baju panjang.. Lengan panjang. Saya sendiri jadi bingung.. Bingung campur syukur kepada Allah SWT karena saya melihat perubahan yang ajaib.. Ya, saya katakan ajaib karena dia berubah seratus persen! Tiada lagi seperti anak-anak muda atau teman-teman wanitanya yang datang ke rumah hanya untuk ngobrol yang tidak tentu arah. Saya lihat, dia banyak merenung, banyak baca majalah Islam, dan saya lihat ibadahnya pun melebihi saya sendiri.. Tak ketinggalan tahajudnya, baca Qur’annya, solat sunatnya. Lebih menakjubkan lagi, bila kawan-kawan saya datang, dia menundukkan pandangan.

Tidak lama kemudian, saya mendapat panggilan untuk bekerja di Kalimantan, kerja di perusahaan minyak. Dua bulan saya bekerja di sana, saya mendapat khabar bahawa adik sakit keras hingga ibu memanggil saya pulang Dalam perjalanan, saya tak henti-henti berdoa kepada Allah SWT agar adikku Ani di beri kesembuhan.

Ketika saya sampai di rumah, di depan pintu sudah banyak orang. Hati berdebar-debar, tak dapat ditahan. Saya berlari masuk ke dalam rumah. Saya lihat ibu menangis, egera menghampiri ibu lantas memeluknya.. Dalam isak tangisnya ibu memberitahu, “Dhi, adik bisa mengucapkan kalimat Syahadat di akhir hidupnya”.

Setelah selesai upacara pemakaman, saya masuk ke kamar adikku. Saya lihat di atas mejanya terletak sebuah buku harian. Buku harian yang selalu adik tulis, tempat adikku menghabiskan waktunya sebelum tidur, semasa hayatnya. Kemudian buku harian itu saya buka sehelai demi sehelai, hingga sampai pada satu halaman yang menguak misteri dan pertanyaan yang selalu timbul di hati ini. Mengapa dia berubah total menjadi baik total.

Perubahan terjadi ketika adik baru pulang dari rumah Abu Khoiri. Di buku harian itu  tertera tanya jawab antara adik dan isteri tetangga kami. Dengan lembut tetangga kami itu menasehati adikku tentang hakikat jilbab yang menjadi perlindungan lahir batin bagi perempuan, juga tentang nanti setelah Kiamat tiba seluruh umat manusia diminta pertanggungjawabkan atas apa yang diperbuat atas seluruh anggota tubuhnya selama hidup di dunia.

Isteri tetanggaku itu meski beranak enam, wajahnya jernih, tampak cantik dan adikku sangat mengagumi dia. Oleh karena itu nasehat dari dia masuk ke dalam hati. Adikku yang mengaku sering mengabaikan nasihat ibu justru kemudian mau menerima nasihat tetangga. Hidup adikku berubah total. Menjadi perempuan muda yang ingin membersihkan hati dan hidupnya. Dia meninggal karena sakit, dan meninggal dalam keadaan tersenyum.

Memang hidayah Allah SWT  sering datang dari tempat yang tidak terduga.

Suharyo Widagdo, penulis cerpen tinggal di Pamulang – Tangerang Selatan

Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM No 3 Tahun 2019

Exit mobile version