Khawatir dengan Status Siri

Khawatir dengan Status Siri

Assalamu’alaikum wr wb.

Ibu Emmy yth., saya ibu dari dua anak dari dua suami yang berbeda. Yang sulung umur 15 tahun dan si bungsu 5 tahun. Perjalanan hidup saya pahit dan penuh liku. Saya produk dari perceraian. Saya diasuh oleh nenek. Setelah lulus SMP, saya bekerja untuk membentu nenek yang terpaksa mengasuh adik-adik saya beda ayah. Ibu tidak bertanggung jawab. Saya tidak tahu indahnya masa remaja.

Saya menikah dengan laki-laki yang lebih tua dengan harapan ia bisa menyayangi, melindungi dan hidup lebih baik. Tapi, ternyata dia kawin lagi saat saya mengandung. Saya tahu ketika anak saya 2 tahun. Saya memutuskan jadi TKW di luar negri, hasil kerja saya kirim ke rumah. Tak lama, suami kena stroke dan meninggal.

Saya bekerja pada bujang Jepang yang baik dan sederhana. Dia seorang insinyur, menguasai 5 bahasa, punya pekerjaan yang bagus, uangnya banyak dan punya pacar cantik. Dia bertanya tentang hidup saya. Saya ceritakan semuanya. Sikapnya lembut, ia suka mengajak saya jalan-jalan atau makan di restoran. Mengingatkan menelepon rumah dan lain-lain.

Setelah kontrak selesai, saya bekerja pada orang lain. Ia sering mengunjungi saya saat liburan. Setelah berpacaran 1 tahun saya hamil dan dia bertanggung jawab. Kami menikah siri di kampung saya. Setiap 1 tahun sekali dia datang mengunjungi kami. Saya dibelikan rumah dan kehidupan kami terjamin. Suatu hari dia datang dengan kabar telah menikahi pacarnya. Dia berjanji akan tetap bertanggung jawab. Sejak itu saya merasa kehilangan setengah hidup saya. Bagaimana masa depan anak saya? Bagaimana saya harus menjawab pertanyaannya yang semakin kritis? Apa yang harus saya lakukan bu? Begitu lemahkah saya, mau dinikah siri dan diduakan? Tapi, kehidupan saya lebih baik dari pada dulu Bu. Beri saran saya Bu! Terima kasih atas sarannya.

Wassalamu’alaikum wr wb.

Titi, di X

Wa’alaikumsalam wr wb.

Bu Titi yang baik, ketika kita berdusta akan melahirkan dusta baru untuk menyempurnakan yang telah terucap. Bersyukur pada Allah, ada hati nurani yang setiap hari memanggil tidak kurang dari 10 ribu kali untu mengingatkan mana yang baik dan mana yang buruk terkait dengan sikap, perbuatan dan perkataan. Maka lebih banyak yang memilih hidup jujur dari pada yang melakukan sebaliknya. Mereka yang tidak punya pilihan adalah orang yang tidak memerdekakan dirinya untuk menumbuhkan rasa memiliki kehidupannya. Tentu saja ini melelahkan. Biasanya ini muncul dalam bentuk,”Ini saya lakukan demi anak saya.” Atau “Bagaimana saya bisa menghidupi diri saya?” dan sejenisnya.

Saya prihatin dengan cerita kehidupan Anda. Saya juga senang akhirnya kehidupan Anda yang pahit berbuah  banyak hal indah. Menurut saya, yang sedang tersentuh adalah ego anda. Perempuan sering merasa suami adalah “miliknya” atau properti pelengkap hidup. Bukan melihat dari sisi lain bahwa suami juga punya banyak sisi kehidupan. Sisi lain yang tidak selalu berdampak buruk bagi diri bila sejak awal memahami konsekuensi menikah siri.

Bukankah suami Anda tidak mendustai dengan janji-janji bahwa Anda akan memperoleh status sosial layaknya istri yang dinikah sah secara hukum? Bukankah sejak awal ia adalah “pahlawan” yang mengangkat tekanan beban ekonomi yang menghimpit kehidupan Anda? Saat kemapanan ekonomi sudah menjadi bagian hidup, mulai muncul kebutuhan meraih status sosial. Hal ini menjawab kebutuhan Anda akan pengakuan lingkungan terhadap keberadaan Anda.

Saran saya, berhentilah menutupi status Anda terutama pada lingkup terdekat. Jauh dari aib kok. Anda kawin secara sah di hadapan Allah. Hanya saja Anda lemah secara hukum. Anda tidak bisa meminta hak sebagai istri bila kelak suami meninggal. Apalagi ia juga bukan WNI. Lebih baik ceritakan kepada anak apa dan bagaimana hidup yang Anda berdua jalankan. Tak usah khawatir, selama Anda mencoba menjadi ibu yang baik dan bermartabat  di masyarakat. Anak biasanya mudah sekali memahami ibunya kala ia memakai pikiran dan mata hatinya. Ikatan perkawinan Anda memang tidak lazim. Tapi, jangan lupa sebagai suami dan sebatas yang bisa ia lakukan ia cukup bertanggung jawab. Syukuri apa yang sudah Anda peroleh. Perbanyak upaya melakukan hal-hal baik bagi masyarakat di sekitar Anda. Agar Anda mempunyai tempat terhormat di mata masyarakat. Jangan sedih apalagi malu. Berhemat dan kumpulkan uang sebanyak-banyaknya agar ada rasa aman dan sekolah anak pun terjamin. Semoga Anda tidak galau lagi.

Sumber : Majalah SM Edisi 21 tahun 2018

Kami membuka rubrik tanya jawab masalah keluarga. Pembaca bisa mengutarakan persoalan dengan mengajukan pertanyaan. Pengasuh rubrik ini, Emmy Wahyuni, Spsi. seorang pakar psikologi, dengan senang hati akan menjawabnya

Exit mobile version