Nabi Muhammad SAW (21), Bai’ah ‘Aqabah

Nabi Muhammad SAW (21), Bai’ah ‘Aqabah

Oleh : Yunahar Ilyas

Pagi harinya Nabi menceritakan peristiwa yang dialaminya semalam kepada Ummu Hani’. Kata Nabi: “Ummu Hani’, saya sudah shalat akhir malam bersama kamu sekalian seperti yang kau lihat di lembah ini. Kemudian saya ke Baitul Maqdis dan shalat di sana, Sekarang saya shalat siang bersama-sama  kamu seperti yang kau lihat.” Ummu Hani’ meminta kepada Nabi agar tidak menceritakan peristiwa itu kepada orang lain agar orang-orang tidak mendustakan dan mengganggu Nabi kembali. Tapi Nabi menolak saran Ummu Hani’. Peristiwa itu harus beliau ceritakan.

Pagi hari Nabi Muhammad SAW menemui warga Makkah dan menceritakan kepada mereka apa yang beliau alami semalam. Orang-orang kafir Qurasy tentu saja tidak percaya, mereka semakin mantap mendustakan Nabi.Tapi Nabi mengemukakan bukti-bukti. Beliau ceritakan kafilah yang beliau lihat saat perjalan pulang ke Makkah. Belia kabarkan kepada mereka waktu kedatangan kafilah itu. Beliau ceritakan juga unta yang terpisah dari kafilah tersebut. Terbukti bahwa kejadiannya sama persis dengan apa yang beliau sampaikan. Orang-orang kafir Qurasy menantang Nabi untuk menggambarkan Baitul Maqdis. Maka Allah memperlihatkan detail Baitul Maqdis di hadapan Rasulullah, seakan-akan beliau berdiri langsung di depan bangunannya.  Walaupun sudah ditunjukkan dua bukti kuat tersebut, mereka tetap tidak percaya dengan cerita Nabi.

Di antara orang-orang kafir Qurasy ada yang bergegas mendatangi Abu Bakar dan mengatakan kepadanya apa yang telah diceritakan oleh Nabi tentang perjalanannya dari Masjid Haram ke Baitul Maqdis dalam sebagian malam itu. Tentu kali ini, pikir mereka, Abu Bakar tidak akan mempercayai cerita sahabatnya itu.  Abu Bakar bertanya, apakah memang beliau berkata begitu? Dengan penuh harap Abu Bakar akan mendustakan Nabi, mereka meyakinkan Abu Bakar bahwa Muhammad memang menceritakan hal yang demikian. Kata Abu Bakar, jika memang baliau mengatakan begitu, aku percaya. Lebih dari itu aku percaya, beliau mengabarkan padaku bahwa telah menerima wahyu dari langit, aku mempercayainya. Tahu Abu Bakar membenarkan cerita Nabi tentang Isra’ Miraj, Nabi menyatakan dia memang seorang ash-Shiddiq. Sejak itu Abu Bakar mendapat julukan kehormatan sebagai ash-Shiddiq.

Nabi diperjalankan oleh Allah SWT dalam peristiwa Isra’ Mi’raj secara utuh, mencakup jiwa dan raga, tidak hanya jiwa atau roh beliau semata. Seandainya perjalanan Nabi hanya roh semata, sedangkan fisik beliau tetap berada di Makkah, tentu hal itu tidak akan mendapatkan penolakan dari kaum kafir Qurasy. Bukan hal yang aneh kalau secara rohani seseorang bisa mengembara jauh ke mana-mana. Justru karena lengkap dengan fisik Nabi itulah mereka menolaknya. Menurut cara berpikir mereka, tidak mungkinlah Nabi atau siapapun melakukan perjalanan secepat itu ke Baitul Maqdis yang biasanya ditempuh berhari-hari, apalagi beliau mengaku diperjalankan sampai ke Sidratul Muntaha.

Ayat tentang Isra’ ini memang diawali dengan subhanalladzi, mengisyaratkan bahwa peristiwa yang disebut sesudahnya adalah peristiwa luar biasa (inkonventional) yang hanya dapat diterima dengan kacamata iman bukan kacamata akal semata.

Banyak peristiwa diperlihatkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan Isra’ Mi’raj untuk menunjukkan kekuasaan Allah SWT. Dalam perjalanan luar biasa itulah Nabi menerima perintah shalat lima waktu sehari semalam.

Sebagaimana yang sudah diungkapkan sebelumnya, bahwa sebelum peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi mengalami musibah beruntun dengan kematian Paman dan isteri beliau, dua tokoh yang sangat disegani Qurasy yang selalu melindungi dan membantu Nabi, apalagi isteri beliau Khadijah yang telah menyertai perjuangan Nabi selama 25 tahun. Tahun itu disebut sebagai tahun dua cita. Sekarang dengan pejalanan Isra’ Mi’raj ini Nabi mendapatkan pencerahan yang luar biasa, mendapatkan energi spritual yang tidak ada tandingannya, sehingga beliau menjadi tenang, tambah semangat dalam meneruskan perjuangan dakwah. Jika Nabi Muhammad SAW mendapatkan pencerahan dengan Mi’raj, maka kita umat beliau bisa mendapatkan perncerahan melalui shalat. Shalat adalah Mi’rajnya orang-orang yang beriman, kata sebagian ulama.

Sebagaimana yang rutin dilakukan oleh Nabi setiap musim haji datang, yaitu menyampaikan dakwah Islam kepada para peziarah dan mengajak mereka  beriman kepada Allah SWT semata dan mengakui beliau sebagai utusan-Nya, maka pada musim haji tahun ke 11 kenabian Nabi mendatangi kabilan-kabilah yang datang dari berbagai penjuru jazirah Arabia, termasuk di antaranya menemui peziarah yang datang dari Yatsrib.

Ditemani Abu Bakar dan Ali, Nabi  melewati perkampungan  Zhuhul dan Syaiban putera Tsa’labah lalu Rasulullah menjelaskan Islam kepada mereka. Abu Bakar pun berdialog dengan orang-orang dari Bani Zhul dan Bani Syaiban. Tapi mereka belum bersedia menerima Islam. Rasulullah lalu menuju Aqabah di Mina, di sana Nabi menemui sekelompok orang-orang dari Yatsrib sedang mengobrol. Setelah berkenalan diketahui mereka adalah para pemuda kabilah Khazraj. Jumlahnya ada  6 orang, yaitu As’ad ibn Zurarah, Auf ibn Harits, Rafi’ ibn Malik, Quthbah ibn Amir, Uqbah ibn Amir dan Jabir ibn Abdullah. Nabi minta izin kepada para pemuda itu untuk menjelaskan Islam. Mereka mengizinkan. Penduduk Yatsrib sudah sering mendengar dari oang-orang Yahudi di Yastrib tentang kedatangan Nabi yang terakhir. Lalu Nabi menjelaskan kepada mereka tenang hakikat ajaran Islam.  Mereka berkata satu sama lain,  “Kalian tahu tidak, inilah yang dijanjikan orang-orang Yahudi itu kepada kalian. Jangan sampai mereka mendahului kalian mengikuti Nabi ini!”  Lalu keenam orang pemuda Khazraj dari Yatsrib itu menyatakan keimanan mereka.

Selama ini orang-orang Arab di Yatsrib selalu dalam permusuhan. Mereka selalu berada dalam ancaman perang saudara, mudah-mudahan Nabi yang baru ini dapat mempersatukan mereka. Itulah harapan pertama yang muncul dari pada pemuda Yatsrib tersebut. Harapan itu mereka sampaikan kepada Nabi, dan mereka berjanji akan mengajak penduduk Yatsrib lainnya beriman dengan Nabi.

Pada musim haji tahun berikutnya, 5 dari 6 pemuda Yatsrib itu datang kembali dan kembali bertemu dengan Nabi di Aqabah.Yang tidak datang adalah Jabir ibn Abdullah. Mereka berlima datang dengan membawa 7 orang lagi yaitu Mu’adz ibn Harits, Dzakwan ibn Abdil Qais, Ubadah ibn Shamit, Yazid ibn Tsa’labah, Abbas ibn Ubadah, Abu Haitsam ibn Taihan dan Uwaim ibn Sa’idah. Ditambah dengan yang lima orang sebelumnya, jumlah mereka jadi 12 orang. Mereka ada yang dari kabilah Aus dan ada yang dari Kabilah Khazraj yang selama ini selalu berseteru. 5 orang dari Khazrah dan 2 dari Aus. Jadi dari 12 orang pemuda itu 10 dari Khazraj dan 2 dari Aus. Mereka kemudian berbaiah kepada Nabi.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Ubadah ibn Ahamit bahwa Rasulullah SAW mengajak mereka untuk bersumpah setia untuk tidak mempersekutukan Allah dengan apa pun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak yatim, tidak berdusta, tidak durhaka ….dst.  Bai’ah 12 pemuda Yatsrib ini dikenal sebagai Bai’ah Aqabah Pertama. (Ar-Rahiq al-Makhtum, hal. 171 dan 182) (bersambung)

Exit mobile version