JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Memanfaatkan momentum Hari Film Nasional (HFN) yang ke 71, tahun 2021. Komisi III Lembaga Sensor Film Republik Indonesia, melakukan percepatan dan akselerasi sosialiasi Gerakan Budaya Sensor Mandiri, melalui kerjasama dengan Perguruan Tinggi, sebagai implementasi dari konsep merdeka belajar dan kampus merdeka.
Lembaga Sensor Film (LSF) memiliki program prioritas dalam penyensoran, pemantauan dan sosialisasi, dalam hal penyensoran pada tahun 2020 LSF telah melakukan penyensoran terhadap 39.863 judul film, baik film nasional maupun film asing, yang ditayang melalui televisi, bioskop dan jaringan informatika.
Namun dari data tersebut, hanya 599 judul film yang disensorkan untuk jaringan informatika artinya hanya 1,5% pemilik film yang patuh menyensorkan film yang ditayangkan pada teknologi digital berbasis internet, baik melalui layanan over the top (OTT) maupun layanan video and demand (VoD), sehingga masyarakat berpotensi menonton film yang belum melalui proses filtrasi, review dan penyensoran oleh LSF, baik yang diakses melalui media sosial maupun media berbayar.
Selain penyensoran, prioritas LSF adalah sosialisasi gerakan budaya sensor mandiri. Menurut Naswardi yang saat ini menjabat sebagai Ketua Komisi III LSF yang membidangi sosialisasi, menjelaskan bahwa dalam sosialisasi budaya sensor mandiri, LSF telah mencanangkan konsep catur aksi budaya sensor mandiri yakni menginisiasi gerakan budaya sensor mandiri menjadi gerakan nasional, kampanye budaya sensor mandiri secara masif, penelitian dan penyusunan indeks kepatuhan sensor serta penguatan kerjasama antar lembaga.
Berlokasi di Hotel Sahid Jaya Jakarta Pusat, LSF meresmikan penandatanganan nota kesepakatan Bersama dengan 24 rektor perguruan tinggi, yang dihadiri dan disaksikan langsung oleh Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dan Ketua Komisi I DPR RI Meutya Viada Hafid. Menurut Muhadjir Effendy LSF harus meningkatkan kualitas dan profesionalitas dalam menjalankan tugas dan fungsi, karena kehadiran LSF sangat dibutuhkan untuk menjaga nilai luhur Bangsa melalui industri perfilman serta mencitrakan keunggulan Indonesia ke dunia Internasional melalui Film.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi I DPR RI Meutya Viada Hafid memberikan apresiasi dan penghargaan atas inovasi dan kerja-kerja cerdas yang dilakukan oleh LSF. Membangun kalaborasi dengan perguruan tinggi adalah pilihan tepat untuk mengkampanyekan budaya sensor mandiri, sehingga masyarakat semakin sadar akan pentingnya literasi tontonan, menonton film sesuai dengan klasifikasi usianya. Meutya Viada Hafid juga menyambut baik konsep catur aksi budaya sensor mandiri yang digagas Ketua Komisi III LSF dan mendukung budaya sensor mandiri menjadi gerakan nasional.
Dalam prosesi penandatanganan nota kesepakatan bersama tersebut hadir 5 rektor perguruan tinggi Muhammadiyah dari 24 rektor perguruan tinggi yang menjalin Kerjasama dengan LSF, diantaranya Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Universitas Muhammadiiyah Tangerang dan Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat.
Naswardi Ketua Komisi III LSF kembali memaparkan, melalui kerjasama strategis dengan Perguruan Tinggi Muhammadiyah, diharapkan kualitas dan kuantitas perfilman, penyensoran dan sosialiasasi budaya sensor mandiri semakin baik dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat, serta terinternalisasi dalam dakwah berkemajuan Muhammadiyah, karena aksi dan sosialiasi budaya sensor mandiri dapat disinergikan dengan aktivitas catur dharma perguruan tinggi muhammadiyah, dalam bentuk program bersama dibidang pendidikan, pengajaran, pengabdian masyarakat dan penelitian, penempatan magang mahasiswa serta kegiatan ilmiah lainya.