YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Muhammadiyah ibarat sebuah negara. Membawahi berbagai macam bidang seperti pendidikan, sosial, kesehatan, ekonomi, keagamaan, hukum, kebencanaan, dan lain sebagainya kecuali bidang pertahanan. Dan sebagai organisasi yang berjiwa tajdid, Muhammadiyah dituntut untuk adaptif, lincah, mampu memproyeksikan masa depan, membawa misi perubahan, memiliki kemampuan mobilisasi yang rapi, sistematis, dan terstruktur. Maka untuk menyongsong perubahan tersebut Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Sabtu, 17 April 2021 menyelenggarakan pengajian Ramadhan 1442 H dengan tema “Tajdid Organisasi: Muhammadiyah di Era Perubahan”.
Dahlan Iskan selaku mantan Menteri BUMN mengatakan bahwa tantangan bagi organisasi keagamaan ke depan adalah tantangan perkembangan ilmu pengetahuan. Menurutnya banyak orang di Barat mulai mempertanyakan peran dan fungsi agama. Hal tersebut bukanlah tanpa alasan, seiring dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan menjadikan mereka mengurangi ketergantungan kepada agama. Mereka berpandangan bahwa ilmu pengetahuan dianggap lebih menjanjikan dari pada agama karena ilmu pengetahuan menawarkan hal yang pasti dan terukur. Sedangkan agama masih terus berkutat pada hal-hal yang berbau metafisik.
“Di negara Barat, banyak orang meninggalkan gereja, namun hidup dalam keadaan sejahtera. Di negara mayoritas berpenduduk Muslim dan tidak meninggalkan masjid, tapi mereka hidup dalam keadaan tidak sejahtera,” ungkapnya.
Selain tantangan ilmu pengetahuan, organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah juga sedang dan akan menghadapi masalah perdamaian. Isu tentang masalah ini telah menjadi isu global yang harus segera dicari jalan keluarnya. “Agama dan organisasi apa pun yang tidak mendukung adanya perdamaian di muka bumi, maka agama dan organisasi tersebut akan tersingkir,” ucapnya.
Dahlan menambahkan, kehidupan akan terus berubah. Tidak pernah peduli saat ini atau nanti. Semakin maju sebuah peradaban, kehidupan seseorang akan semakin otonom; ketergantungan kepada orang lain kian berkurang. Kemudahan hadir dalam genggaman setiap orang. Teknologi telah merubah seluruh tatanan sosial masyarakat.
Dengan ini Muhammadiyah harus mulai membaca tantangan tersebut secara cermat dan cerdas. Menurut manta CEO Jawa Pos tersebut, Muhammadiyah harus mulai mempertimbangkan gaya kepemimpinannya yang saat cenderung terkesan sentralistik dan masih terpusat di PP. “Muhammadiyah harus mulai bergerak lebih fleksibel dan lincah,” ujarnya.
“Saya sangat yakin bahwa banyak sekali orang hebat di Muhammadiyah. Sehingga stok kepemimpinan di Muhammadiyah masih sangat melimpah. Tapi yang menjadi permasalahan adalah, apakah kepemimpinan yang besar dan terlalu terpusat di PP tersebut masih dibutuhkan? Mengingat tantangan dan medan pertempuran kita yang semakin luas dan beragam. Maka dibutuhkan sistem kepemimpinan baru yang dapat memberikan Muhammadiyah kelincahan dan fleksibilitas yang tinggi,” masukan Dahlan Iskan kepada Muhammadiyah.
Agus Samsudin, Ketua MCCC PP Muhammadiyah menyampaikan bahwa persoalan utama bagi Muhammadiyah sesungguhnya berada di level eksekusi. Sebagai salah satu contoh, Muhammadiyah sering kali gagap jika disuruh bergerak di ranah kebudayaan.
Menurut Agus, sebagai Organisasi Islam terbesar di Indonesia, ada empat hal yang harus dilakukan oleh internal di Muhammadiyah sebagai bagian dari persiapan menyambut perubahan. Pertama, meremajakan komunikasi. Hal ini dimaksudkan untuk mecitrakan Muhammadiyah kepada kaum milenial yang selama ini terkesan belum atau tidak diajak dialog. Dan tidak dapat disalahkan jika Muhammadiyah dianggap belum menarik bagi kaum milenial. Ini menjadi tugas kita bersama untuk meremajakan komunikasi di Muhammadiyah, yang pada akhirnya Muhammadiyah diharapkan bisa menjadi rujukan keislaman bagi generasi muda Indonesia.
“Jika gaya komunikasi yang seperti sekarang tetap dipertahankan, saya khawatir Muhammadiyah tidak akan menarik bagi kaum muda,” pesannya.
Kedua, eksekusi. Hal ini berkaitan dengan menghidupkan kembali peran sekretaris eksekutif, strategi kaderisasi, dan melakukan sinergi dan kolaborasi, baik di dalam maupun di luar Muhammadiyah. Ketiga, governance di lingkup Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Semangat menjunjung tinggi peraturan, profesional dalam pengolahan aset amal usaha, serta membudayakan socio entrepreneur. Dan yang terakhir, penanaman tauhid, nilai, dan etika. Mengajarkan Al-Islam Kemuhammadiyah yang kontekstual dan kekinian. Serta perlu adanya revisi terhadap Pedoman Hidup Islami Warga Muhammmadiyah (PHIWM) yang sesuai dengan problem sekarang. (diko)