Filosofi Zakat

zakat profesi

Foto Dok Ilustrasi

Filosofi Zakat

Oleh ; Jindar Wahyudi

اَلْحَمْدُ ِلله ِالَّذِى اَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلىَ الدِّيْنِ كُلِّهِ وَكَفاَ بِاللهِ شَهِيْدًا اَشْهَدُ اَنْ لاَ ِالَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى َالِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ: فَيَاَ أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْاللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُون  وَقَالَ اللهُ تَعَالَى:قَدْ أَفْلَحَ الْمُوءْمِنُونَ. الذِيْنَ هُمْ فِى صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ. وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِمُعْرِضُونَ. وَالَّذِيْنَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ

Hadirin Jama’ah Shalat Jum’at Rahimakumullah

Dalam kesempatan Khutbah jum’at siang ini, tidak lupa marilah kita  bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kita semua sehingga sampai saat ini kita masih diberi kekuatan dan kesempatan untuk dapat melaksanakan salah satu kewajiban kita yaitu jama’ah shalat jum’at.

Sebagai wujud rasa syukur itu  marilah kita tingkatkan kualitas iman dan taqwa kita kepada Allah SWT, dengan taqwa yang sebenar-benarnya taqwa. Mudah-mudahan dengan taqwa itu kita mampumelaksanakan kewajiban yang diperintahkan Allah kepada kita dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Karena dibalik perintah dan larangan Allah itu secara filosofis pasti  memiliki makna yang besar bagi kelangsungan hidup kita tidak terkecuali perintah melaksanakan zakat.

Firman Allah: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.  Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari sesuatuyang tiada berguna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat, (QS. Al Mu’minuun : 1-4)”

Hadirin Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah

Ayat yang terdapat dalam surat Al Mu’minuun ini menegaskan bahwa mengeluarkan  zakat disamping menjalankan  rukun Islam, juga merupakan  bukti nyata dan indikasi sebagai orang yang beriman kepada Allah SWT. Mereka dijamin oleh Allah akan mendapatkan kemuliaan dan keberuntungan bahkan kesuksesan  yang besar yang akan didapat tidak saja di akherat tetapi juga di dunia ini.  Mengingat permulaan ayat tersebut menggunakan istilah aflaha yang menurut Dr Atabik Lutfi MA dalam Tafsir Tazkiyah, setiap ayat yang menggunakan istilah aflaha dengan derifasinya mengandung makna keberhasilan dan keberuntungan yang berorientasi pada kehidupan dunia dan akherat.

Makna Keberhasilan dan keberuntungan dunia akherat tentang zakat itu juga dapat dipahami secara bahasa dari makna zakat itu sendiri, yang berarti”bertambah” . Artinya siapa yang mengeluarkan zakat dari sebagaian harta benda miliknya akan mendapatkan tambahan  bahkan tidak sekedar tambahan biasa tetapi tambahan yang berlipat ganda.

Firman Allah : Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhoan Allah, maka (yang berbuat demikian). Itulah orang-orang yang melipat gandakan    (QS. Ruum : 39)

Hadirin Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah

Istilah zakat secara bahasa juga bisa dimkanani dengan tazkiyah atau menyucikan. Sehingga orang yang mengeluarkan zakat berarti menyucikan harta benda milikinya dari harta yang bercampur dengan  harta yang menjadi haknya orang lain,  dan juga menyucikan diri pribadi dan ruhaninya  dari sikap  dan prilaku yang tidak baik.

Ambillah zakat darisebagianhartamereka, dengan zakat itukamumembersihkan (hartamereka) danmensucikan (jiwa)  mereka (QS. At Taubah : 103)

Zakat yang dikeluarkan oleh muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) secara psikologis akan mampu mendidik dirinya sebagai orang yang memiliki pribadi yang mulia, memiliki rasa peduli dan solidaritas yang tinggi dengan sesama. Rasa peduli dan solidaritas tinggi ini menurut teori pendidikan akan mampu mewujudkan dirinyas ebagai orang yang memiliki kecerdasan sosial (intelijensi emotional), sekaligus juga akan mewujudkan kecerdasan spiritual (inteligensia spiritual) yang tinggi karena zakat merupakan pelaksanaan nilai-nilai sosial keagamaan. Sedang kedua kecerdasan ini merupakan pilar utama dalam meraih keberhasilan dan kesuksesan seseorang yang  tidak saja di akhirat nanti teta pijuga di dunia ini.

Firman Allah : Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.Sungguh beruntung (dunia akherat) orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sungguh merugi orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams :8-10)

HadirinJama’ahJum’ahRahimakumullah.

Sementara dari sisi yang lain zakat yang menjadi haknya fakir miskin (yang merupakan bagian dari delapan asnaf yang berhakmenerima zakat) jika tidak diberikannya maka bisa menimbulkan berbagai macam kejahatan sosial. Orang yang mengalami banyak tekanan ekonomi dan sosial sangat mudah melakukan kejahatan seperti perampokan ,penipuna , pencurian. Bahkan karena tekanan ekonomi seseorang yang baik-baik bisa menjadi nyeleweng yang melanggar nilai-nilai agama.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa permaslahan ekonomi sangat berhubungan erat dengan akidah, akhlak dan ibadah seseorang. Bahkan Rasulullah saw pernah mengisyaratkan bahwa kefakiran itu mendekatkan kepada kekufuran “Kadal fakru ayyakuuna kufran,(HR. Abu Naim). Maka orang yang tidak mau mengeluarkan zakat secara tidak langsung membiarkan orang lain melakukan kejahatan dan pelanggaran agama. Dengan alasan inilah maka orang yang tidak peduli dengan sesama dan tidak mau mengeluarkan zakat, Allah mengancamnya sebagai orang yang mendustakan agama.

بَارَكَ الله ُلِى وَلَكُمْ فِي اْلقُرْاَنِ اْلعَظِيمِ  وَنَفَعَنِى وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلاَيَاتِ وَالذِّكْرِاْلحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ الله ُمِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَهُ هُوَالسَّمِيْعُ اْلعَلِيْمِ

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَنَا وَاِيَّكُمْ عِبَادِهِ الْمُتَّقِيْنَ وَاَدَّبَنَا بِالْقُرْاَنِ الْكَرِيْمِ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ الَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. َاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ : فَيَا اَيُّهَا النَّا سُ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. وَقَالَ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَمَلاَءِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِي يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا, اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَا بِهِ اَجْمَعِيْنَ, وَارْضَى عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Hadirin Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah

Sebegitu pentingnya pemanfaatan zakat ini terutama dalam membantu keperluan sosial dan pembiayaan perjuagan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam (sabilillah),  maka tidak heran jika ketika Abu Bakar menjadi Khulaafa Ar-rashidiin pengganti Nabi Muhammad saw sangat tegas dalam menegakan syari’at zakat, seraya memerangi orang yang tidak mau mengeluarkan zakat.

Demikian hutbah jum’at yang dapat kami sampaikan mudah-mudahan bermanfaat dan menambah pemahaman akan arti pentingnya zakat bagi diri kita semua.Aamiin

 اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُوءْمِنِيْنَ وَالْمُوءْمِنَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ ِانَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ. رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ ِاذْهَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ِانَّكَ اَنْتَ   الْوَهَّاب. رَبِّى اغْفِرْلِى وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيْرًا.  رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَ خِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبّى اْلعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون وَالسَّلاَمُ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ                  .                      


Penulis adalah ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kab. Boyolali, Alumni Pondok Hajjah Nuriyah Shabran UMS

Exit mobile version