Muhasabah Memperbaiki Keberagamaan

Muhasabah Memperbaiki Keberagamaan

ISLAMABAD, Suara Muhammadiyah-Ketua PP Muhammadiyah, Prof Syafiq A Mughni mengatakan bahwa Islam mengajak umatnya untuk senantiasa mengevaluasi kehidupan keberagamaannya. Sikap muhasabah akan membawa umat pada perilaku hidup yang moderat dan tidak merasa paling benar secara absolut.

Islam memerintahkan berbagai keutamaan, kita harus senantiasa memperbaiki diri menuju keutamaan tersebut. “Tidak boleh kita merasa Islam kita ini sudah paling bagus,” ujar Syafiq dalam Kajian Inspirasi Ramadhan yang diselenggarakan KBRI Islamabad bersama KJRI Karachi dan PPMI Pakistan (2/5/2021).

Menurutnya, semua manusia harus berusaha memperbaiki diri, tetapi tidak merasa sudah 100 persen menjalankan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah. “Jika kita sudah mengklaim bahwa yang kita lakukan sudah sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, jangan-jangan kita termasuk orang yang sombong.”

Lebih baik kita merasa kurang dalam amalan dan pengetahuan kita, sehingga terus memperbaiki diri. “Muhasabah diri menjadi starting point untuk kita berusaha memperbaiki diri,” kata Syafiq. Dalam Al-Qur’an dinyatakan tentang pentingnya berpikir dan merenung. Syafiq mengingatkan bahwa Islam itu satu, tetapi pehamanan terhadap Islam bisa berbeda-beda.

Dalam kehidupan yang beragam itu, kata Syafiq, umat Islam perlu melakukan muhasabah atas sikap ukhuwah di antara umat Islam. Secara fitrah, setiap kelompok merasa bangga dengan apa yang ada dalam dirinya. Oleh karena itu, perlu ukuhuwah. “Berdiskusi dan berdebat merupakan hal yang bagus dalam dunia akademik.”

Semua itu harus dilakukan dengan sikap yang baik. Syafiq mengutip QS Ibrahim ayat 24, “Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit. Di ayat 25, “(pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya.”

Ayat tersebut dinilai sebagai pedoman bahwa amalan manusia harus bertujuan untuk mencapai ridha Allah. Ibadah itu menghasilkan perilaku baik. “Keberagamaan kita haruslah menghasilkan buah yang bisa dirasakan oleh seluruh umat manusia dan seluruh makhluk di muka bumi. Kesalehan sosial kita merupakan buah yang tidak terpisah dari ibadah yang lain.”

“Dalam Islam, hablum minallah dan hablum minannas bukan sesuatu yang ekslusif.” Islam mengajarkan prinsip hidup yang tengahan dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. “Kita dilarang untuk terjebak dalam ghuluw, atau ekstremisme, atau berlebih-lebihan. Moderasi menjadi sangat penting pada saat sekarang untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Islam itu anti ghuluw, anti tatharruf,” ulas Syafiq.

Islam memerintahkan sikap tidak berlebih-lebihan dalam ibadah. Misalnya dalam berpuasa, umat Islam dilarang berpuasa sepanjang hari atau 24 jam, dilarang berpuasa setiap hari sepanjang tahun. Syafiq menjelaskan hadis, ketika seorang sahabat mendengar tentang ibadah nabi, ada seorang sahabat yang menyatakan tekadnya untuk berpuasa sepanjang tahun. Nabi melarang dan menyatakan bahwa ada hak tubuh yang harus ditunaikan, keluarga juga punya hak yang harus dipenuhi.

Tidak hanya relasi dengan Allah dan manusia, “bahkan kepada binatang pun kita harus berbuat baik,” kata Syafiq. Prinsip berbuat baik kepada semua makhluk Allah terdapat dalam beberapa ayat dan hadis Nabi. Dalam sebuah hadis dinyatakan, Allah memerintahkan yang terbaik (ihsan), jika menyembelih binatang, maka lakukan yang terbaik, dengan pisau yang tajam dan tidak menyakitkan. (ribas)

 

Exit mobile version