Bingung Memilih Jalan Hidup

Assalamu’alaikum wr wb.

Ibu Emmy yth., saya (30 tahun) anak ketiga dari lima bersaudara. Saya punya anak, tapi dipisahkan oleh mantan suami sejak anak saya umur 1 tahun, meski hak asuh ada pada saya. Saya tinggal di keluarga besar ibu. Ini terpaksa saya lakukan karena menemani ibu yang sudah ditinggal ayah, sedang kakak dan adik sudah hidup dengan keluarga masing-masing.

Saya lulusan D3, masih bingung menentuka mau kerja kantoran atau berdagang. Mereka bilang “Buat apa kuliah kalau kamu Cuma dagang?” rasanya di mata adik-adik ibu tidak ada hal yang positif dari diri saya. Saya mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan dengan mereka. Saya harus menuruti keinginan mereka, ditampar, dipukul dan dicaci maki. Rasanya saya tidak punya keinginan karena selalu dikritik. Katanya sih untuk memotivasi, tapi kalau bernada negatif, gimana tidak sebal. Apalagi kalau membandingkan saya dengan orang lain, saya jadi hopeless tidak tahu harus berbuat apa. Padahal saya tidak ingin jadi beban. Saya ingin jadi wanita yang berdaya, kuat dan sukses. Tapi masih bingung tentukan pilihan, rasanya jalannya masih kabur. Dulu saya keras hati, sekarang sudah banyak berubah. Saya belajar bertoleransi pada diri sendiri.

Saya ingin bahagia, bukankah saya berhak bahagia? Tolong beri saran untuk bisa membuka hati dan pikiran, terlepas dari belenggu. Saya ingin maju dan mandiri demi kebaikan diri saya. Jazakumullah atas jawabannya.

Wassalamu’alaikum wr wb.

E, somewhere.

Wa’alaikumsalam wr wb.

E yang lagi bingung, pertama yang ingin saya sarankan, belajarlah membuka diri terhadap lingkungan yaitu membuka mata hati, belajar mendengarkan orang lain dan tidak tergesa-gesa berpikiran buruk terhadap maksud orang lain. Ketika ada perbedaan cara pandang terhadap masalah. Cobalah melihatnya dari sisi pandang orang yang berbeda. Jangan langsung mengatakan dia jelek dan ingin merendahkan Anda. Tanyakan baik-baik, mengapa sampai ia melihat masalah seperti itu dengan cara minta penjelasan.

Kalau dicermati tulisan Anda, ide, harapan dan gagasan campur aduk. Tidak sistematis. Saya menduga gaya komunikasi Anda juga demikian. Maka, jangan marah ketika ada orang yang minta penjelasan tentang keinginan Anda. Apalagi, Anda hidup bersama keluarga besar ibunda. Hidup bersama pasti membutuhkan banyak kompromi, tenggang rasa dan kesediaaan untuk berbagi. Yang membuat sesak dada adalah batasan keluarga inti menjadi kabur, sehingga semua orang dewasa di rumah merasa mempunyai kewajiban mengarahkan Anda kepada kebaikan. Ketika Anda memutuskan untuk diam sekaligus memendam amarah, anda sudah mengakibatkan orang lain makin tak paham diri Anda. Karena orang lain tak akan bisa menerka isi hati Anda sampai Anda mengutarakannya. Bila tidak, orang hanya menafsiran kesan yang Anda tampilkan. Kalau Anda bermuka masam, tidak bicara dan tidak mau melakukan apa yang diminta, tentu ini akan menyulut kemarahan. Saya sedih, Anda harus dipukul dan dikasari, tapi terbesit di pikiran saya, mengapa Anda tidak belajar supaya menghindar dari makian dan pukulan? Jawabannya cuma satu yaitu jangan membuat mereka jengkel dan marah

Ini bukan berarti menuruti semua yang diminta, karena setiap orang punya mimpi. Nah, buatlah orang itu lebih memahami Anda. Sekarang, interaksi Anda dengan adik-adik ibu tidak seintens dulu. Kini Anda sudah dewasa, kemudian ada adik, abang dan istri/suaminya yang barang kali bisa membantu dalam mewujudkan mimpi Anda. Bila Anda tahu persis kemauan dan tujuan hidup, Anda bisa menyeleksi mana yang sesuai dan mendukung pencapaian cita-cita. Buatlah list kelebihan dan sisi positif Anda, serta sisi-sisi yang harus diperbaiki. Gabungkan hal-hal baik itu dengan minat dan kemampuan yang ada. Jangan memikirkan mau jadi pegawai atau berdagang. Lakukan saja apa yang menurut Anda bisa menghasilkan uang supaya lingkungan tahu bahwa Anda sudah punya sesuatu untuk hidup. Bila berjalan dengan baik saya yakin tampilan Anda juga berubah, tidak lagi individualis,  sensitif dan pencuriga tapi, sudah bisa bertoleransi terhadap perbedaan individu di lingkungan Anda, berpikiran positif dan mau berbagi dengan orang lain.

Setiap orang berhak untuk bahagia. Carilah kebahagiaan di dalam diri dan bukan terhadap cara lingkungan bereaksi terhadap Anda. Karena lingkungan tidak pernah bisa kita atur. Saat Anda bisa memahami dan menerima diri sendiri, inilah awal kebahagiaan yang sesungguhnya. Semoga kita selalu dalam lindunganNya. Aamiin.


Sumber : Majalah SM Edisi 01 tahun 2019

Kami membuka rubrik tanya jawab masalah keluarga. Pembaca bisa mengutarakan persoalan dengan mengajukan pertanyaan. Pengasuh rubrik ini, Emmy Wahyuni, Spsi. seorang pakar psikologi, dengan senang hati akan menjawabnya

 

Exit mobile version