Keberpihakan dan kepedulian Muhammadiyah terhadap lingkungan hidup sudah ada sejak tahun 2002. Persisnya dimualai dengan adanya Lembaga Studi dan Pemberdayaan Lingkungan Hidup (LSPLH). Kemudian, melalui Muktamar Muhammadiyah ke -45 tahun 2005 di Malang, LSPLH berubah menjadi Lembaga Lingkungan Hidup (LLH), dan akhirnya dengan berbagai pertimbangan serta melihat kebutuhan dakwah Persyarikatan, pasca Muktamar Muhammadiyah 1 Abad tahun 2010 di Yogyakarta, LLH naik kelas menjadi Majelis Lingkungan Hidup (MLH).
Lahirnya MLH tidak lain adalah untuk menjalankan salah satu visi organisasi modern ini dalam mewujudkan kesadaran, kepedulian, dan perilaku ramah lingkungan warga Muhammadiyah dan masyarakat pada umumnya dalam rangka melaksanakan amar makruf nahi munkar. Atas dasar semangat itu pula, Fakultas Kehutanan dan Pertanian (FKP) Universitas Muhammadiyah (UM) Palangkaraya melakukan dakwah jamaah guna mengajak masyarakat untuk menjaga kelestarian hutan.
Tepatnya di kawasan Mangkubaru, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, FKP UM Palangkaraya menyadarkan masyarakat sekitar untuk care terhadap hutan Ulin(eusideroxylon zwageri) yang menjadi sumber kehidupan sekaligus sumber air bersih warga di sini. Yaitu dengan mendidik masyarakat cinta terhadap lingkungan melalui budidaya jamur dan madu hutan. “Ini hutan tersisa di Palangkaraya yang biodiversitasnya tinggi yang terancam rusak oleh pertambangan dan illegal logging,” kata Siti Maimunah Dekan FKP UM Palangkaraya. Dalam pengertiannya, biodiversitas atau keanekaragaman biologi (hayati) adalah jumlah dari semua jenis binatang, tumbuhan, jamur, bakteri dan organisme yang hidup di atas bumi dengan variasi habitat di mana mereka tinggal.
Bersama dengan para mahasiswanya, dekan FKP UM Palangkaraya ini, menjalankan misi dakwahnya sejak tahun 2012. Tidak mudah memang mengajak masyarakat untuk sadar menjaga lingkungan. Apalagi karena perbedaan kepercayaan masyarakat setempat yang mayoritas adalah non muslim, aksi perempuan kelahiran Wonosobo 31 Januari 1976 ini bersama mahasiswanya sempat dicap sebagai gerakan pengislaman. Jadi seolah apa yang dilakukan FKP UM Palangkaraya ini dianggap sebagai program dakwah untuk mengislamkan mereka.
Namun, prasangka masyarakat tersebut pudar dengan sendirinya seiring dengan aksi nyata yang dilakukan oleh rombongan dari FKP UM Palangkaraya ini. “Saya berusaha meyakinkan masyarakat bahwa kami di Universitas Muhammadiyah Palangkaraya merupakan lembaga resmi dan selalu mendampingi masyarakat tanpa pandang agama untuk maju,” ujar Siti.
Termasuk, salah satu aksi nyatanya adalah dengan menggandeng berbagai pemangku kepentingan untuk bersama-sama menjadikan hutan Ulin Mangkubaru sebagai hutan adat yang harus dijaga dan diraway secara kolektif. Di antaranya menggandeng PT Taiyoung dan Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah. Juga mengembangkan tanaman bioenergi yang hasilnya untuk mendukung upaya restorasi lahan dan menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat adat di Kalimantan Tengah.
Sekarang, apa yang diperjuangkan FKP UM Palangkaraya mulai berbuah manis. Dari tangan mereka kini terwujud hutan pendidikan seluas 5000 hektar. Bahkan hutan tersebut kini menjadi kawasan penelitian dan tujuan ekowisata.
Dakwah berbasis lingkungan hidup ala FKP UM Palangkaraya menjadi contoh yang baik. Karenanya, Sekretaris MLH PP Muhammadiyah, Gatot Supangkat, mendukung penuh pengembangan hutan pendidikan ini. Dalam waktu dekat, MLH juga akan meniru praktik serupa untuk dikembangkan di Bengkulu, NTT, dan Sumatera Barat. (Ribas/gsh).
Sumber : Majalah SM Edisi 15 Tahun 2019