Teologi Lingkungan Hidup Masyarakat Wadas

 

Oleh: Abie Dhimas Al Qoni F (Kabid SPM DPD IMM DIY)

Teologi dapat dimaknai sebagai konsep berpikir dan bertindak manusia yang selalu menghadirkan Allah dalam hubungannya dengan alam semesta. Alam semesta diciptakan oleh Allah sebagai sarana agar manusia mengenal kebesaran dan kemahakuasaan Nya. Kehadiran Allah dalam setiap tindakan manusia merupakan wujud dari keimanan manusia. Manusia juga memerlukan alam semesta sebagai sarana beribadah kepada Allah. Keimanan dan bentuk ibadah manusia kepada Allah bisa direpresentasikan dengan memelihara dan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Pemeliharaan terhadap alam bertujuan untuk mempertahankan kehidupan di alam.

Manusia diperbolehkan untuk memanfaatkan sumber daya alam secara wajar dan bertanggung jawab. Islam tidak memperbolehkan pemanfaatan sumber daya alam dilakukan secara berlebihan dan melampaui batas (isrof). Perbuatan melampaui batas sama halnya dengan merampok hak-hak orang lain. Maka dari itu, perbuatan tersebut merupakan pelanggaran dan termasuk kedalam dosa besar.

Hubungan manusia dengan alam berlangsung secara peran dan fungsi, bukan menguasai atau menaklukkan. Rasulullah Muhammad SAW mengajarkan kepada manusia untuk bersahabat dengan semua makhluk Allah, baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa seperti batu, air dan lain-lain. Oleh karena itu, manusia dilarang untuk mengeksploitasi, merusak dan menguasai alam semesta. Sebab hanya Allah yang berhak untuk menguasai dan mengatur alam semesta.

Islam Memandang Lingkungan Hidup

Pandangan Islam tentang lingkungan hidup dibangun atas dasar 5 pilar syariah yaitu tauhid, khilafah, amanah, adil dan istishlah serta dilengkapi dengan 2 rambu utama yaitu halal dan haram. Pilar pertama adalah tauhid yang artinya peng-Esaan Allah. Konteks peng-Esaan yang dimaksud adalah Allah berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya (al Mukhalafatu lil al hawadist), dimana Allah memiliki sifat yang tidak terhingga dan mutlak. Sedangkan makhluk ciptaan-Nya memiliki sifat terhingga dan relatif (nisbi).

Alam semesta merupakan makhluk ciptaan Allah yang bekerja sesuai dengan hukum-hukum Penciptanya. Jika hukum-hukum yang telah ditetapkan dilanggar oleh manusia, maka alam semesta akan menjadi kacau balau. Oleh karena itu, dibutuhkan pilar tauhid sebagai sumber nilai dalam etika serta landasan dan acuan bagi setiap muslim untuk bertindak sekaligus berpikir. Pelanggaran terhadap nilai ketauhidan merupakan perbuatan syirik dan yang melanggar akan mendapatkan dosa besar.

Pilar selanjutnya adalah khilafah. Dasar dari konsep ini dibangun atas pilihan Allah dan kesediaan manusia menjadi khalifah di Bumi (QS. Al-Baqarah: 30, Al-Isra: 70, Al-An’am: 165, Yunus: 14). Sebagai khalifah (wakil) Allah di Bumi, manusia memiliki tugas untuk menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan kehidupan di muka Bumi. Dipilihnya manusia sebagai khalifah karena memiliki akal dan hati nurani. Dalam menjalankan tugasnya, manusia harus bisa amanah dan berlaku adil. Penyelewengan terhadap amanah yang diberikan berarti melanggar asas ketauhidan dan akan mengantarkan kepada perbuatan syirik serta dzalim.

Dalam menjalankan konsep amanah, manusia diperbolehkan untuk memanfaatkan sumber daya alam sewajarnya dan tidak boleh dikuasai secara mutlak. Penguasaan atas alam semesta secara mutlak hanya boleh dilakukan oleh Allah. Maka dari itu, agar tidak terjerumus pada perbuatan sewenang-wenang terhadap alam, manusia harus bisa membaca tanda-tanda atau ayat-ayat Allah di alam lewat ilmu dan pengetahuan. Tujuannya adalah untuk memahami Allah (ma’rifatullah).

Allah dengan tegas melarang manusia untuk melakukan pengrusakan terhadap alam. Oleh karena itu, konsep istishlah (kemaslahatan) harus diamalkan oleh manusia. Tujuan istishlah sendiri adalah untuk menjaga alam dan ekosistem agar tetap lestari. Setiap makhluk ciptaan Allah termasuk alam dan manusia, berlaku hukum keseimbangan. Hukum keseimbangan ini tidak boleh diganggu, sebab akan menimbulkan kerusakan. Perilaku dan perbuatan manusia yang mengakibatkan ketidakseimbangan di alam harus diberi rambu-rambu yaitu halal dan haram. Rambu-rambu ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan ekosistem di alam agar tetap terjaga.

Perjuangan Masyarakat Wadas dalam Mempertahankan Alam

Desa Wadas dikaruniai oleh Allah tanah yang subur. Segala macam tanaman bisa tumbuh, mulai dari durian, rambutan, nanas, singkong, jahe, kemukus, kopi, padi dan lain-lain. Selain tanah yang subur, terdapat sumber mata air yang sangat melimpah dan mengalir sepanjang hari. Semua kebutuhan hidup warga Wadas tercukupi dengan berbagai karunia yang diberikan oleh Allah tersebut. Warga memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia dengan sewajarnya sesuai kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini sejalan dengan pilar syariah amanah dan adil. Namun karunia tersebut mengalami keterancaman diakbitkan oleh tambang.

Sekarang ini masyarakat Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah sedang berjuang untuk mempertahankan ruang hidupnya. Rencananya di Desa Wadas akan dilakukan penambangan batuan andesit secara quary atau penambangan terbuka. Batuan andesit ini akan digunakan sebagai bahan baku pembangunan bendungan Bener di Purworejo yang merupakan salah satu dari daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) di era Jokowi. Bendungan Bener membutuhkan bahan batuan kurang lebih 15,5 juta meter kubik. Salah satu cara atau metode yang digunakan untuk menambang batuan andesit adalah dengan diledakkan menggunakan 5300 ton dinamit. Kedalaman tanah yang akan dikeruk sedalam kurang lebih 40 meter.

Penambangan batuan andesit dengan skala yang sangat besar dan menggunakan metode peledakkan, akan mengakibatkan kerusakan lingkungan yang sangat besar. Sumber-sumber penghidupan dan perekonomian warga akan hilang, akibatnya adalah terjadi pemiskinan. Selain itu, sumber mata air akan terancam hilang ketika penambangan dilakukan. Dampak lain dari penambangan adalah warga akan semakin rentan terhadap terjadinya bencana alam seperti tanah longsor.

Warga Wadas sadar akan kerusakan alam yang diakibatkan oleh penambangan batuan andesit. Maka dari itu, warga melakukan Mujahadah sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam berjuang memperhatankan ruang hidup dan alam agar tidak rusak. Mujahadah dilakukan secara berjama’ah dengan melantunkan dzikir-dzikir yang bertujuan untuk mendekatkan dan berserah diri kepada sang Maha Pencipta.

Hasbunallah Wanikmal Wakil Nikmal Maula Wanikman Nasir (Cukuplah Allah sebagai tempat diri bagi kami, sebaik-baiknya pelindung dan sebaik-baiknya penolong kami) merupakan salah satu dzikir yang biasa dilantukan saat Mujahadah. Dzikir ini memperlihatkan bahwasanya, warga Wadas memegang teguh pilar ketauhidan kepada Allah. Warga percaya bahwa ada Allah yang akan menolong dan melindungi mereka dalam setiap perjuangan untuk melestarikan alam.

Perjuangan warga Wadas menjaga alam agar tidak rusak merupakan salah satu bentuk manifestasi dari pilar khilafah atau khalifah di muka Bumi. Warga berusaha agar keberlangsungan dan keberlanjutan hidup alam Wadas tetap lestari demi kemaslahatan bersama.

 

 

Daftar Pustaka

Kementrian Lingkungan Hidup dan Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah. 2011.

Teologi Lingkungan (Etika Pengelolaan Lingkungan dalam Perspektif Islam).

 

Exit mobile version