Oleh: Abie Dhimas Al Qoni Fatarrudin (Kabid SPM DPD IMM DIY, KHM Komite DIY)
Dalam Al Qur’an kata air disebut dengan istilah ma’ atau al-ma’ sebanyak 63 kali. Kata lain yang bermakna sama dengan air adalah mathar (hujan) disebut sebanyak 7 kali, ‘ain/’uyun (mata air) disebut sebanyak 21 kali, yanbu’/yanabi’ (sumber air) disebut 2 kali, nahr/anhar (sungai) disebut 58 kali, bahr, bahran/bahrain dan bihar/abhur (laut) disebut sebanyak 41 kali. Begitu banyaknya penyebutan kata air di dalam Al Qur’an, menandakan pentingnya air untuk selalu dijaga dan dipelihara agar kelangsungan hidup di Bumi dapat berlanjut.
Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk di muka bumi. Tubuh manusia terdiri dari 55% sampai 78% dan membutuhkan 2 sampai 3 liter air setiap harinya. Air juga dibutuhkan oleh hewan dan tanaman agar tetap hidup. Kegunaan air bagi makhluk hidup di muka bumi adalah untuk memperlancar metabolisme tubuh agar tetap sehat. Begitu pentingnya air bagi kehidupan, maka pada tahun 2010 air ditetapkan sebagai salah satu hak asasi manusia melalui Resolusi No. 64/292 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dewasa ini, masyarakat global sedang menghadapi krisis air secara kualitas dan kuantitas. Penyebab terjadinya krisis air tersebut bermacam-macam, mulai dari krisis iklim, ledakan populasi manusia, industrialisasi, deforestasi hutan dan penggunaan air secara eksploitatif oleh manusia. Paradigma pembangunan yang tidak berorientasi pada pemeliharaan dan pemanfaatan air juga berpengaruh pada krisis air. Akibatnya terjadi kelangkaan air, pencemaran air, air tidak layak dikonsumsi dan potensi perebutan sumber daya air. Oleh sebab itu, perlu penanganan serius terkait dengan krisis air ini.
Melindungi air dari segala kerusakan sama halnya dengan menjaga keberlangsungan hidup. Oleh karena itu, hukumnya wajib dalam Islam. Segala bentuk pengrusakan terhadap air sehingga tidak bisa dimanfaatkan lagi, merupakan tindakan yang merusak kehidupan itu sendiri dan hukumnya haram.
Nilai-nilai Dasar Pengelolaan Air Menurut Islam
Nilai-nilai dasar (al-qiyam al-asasiyyah) merupakan nilai-nilai filosofis yang dapat dijadikan sebagai pedoman, tuntunan dan fondasi dasar bagi pengelolaan air. Nilai dasar ini dibagi menjadi 6 bagian yaitu tauhid, syukur, keadilan (al-Adl’), moderasi dan keseimbangan (al-Wasatiyyah wa al-Tawazun), meninggalkan yang tidak bermanfaat/efisiensi (al-Fa’aliyyah), kepedulian (al-Inayah).
Nilai dasar pertama adalah tauhid. Nilai ini berkaitan dengan keimanan seseorang. Tauhid mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam (air). Hubungan tersebut melahirkan kesadaran bahwasanya segala kehidupan di bumi ini diatur oleh Allah termasuk air. Prinsip tauhid adalah menciptakan etika moral dalam beragama. Sehingga melindungi air merupakan bagian dari kewajiban beragama (Q.S. al-An’am (6): 162 dan az-Zariyat (51): 56).
Syukur memiliki hakikat tentang kesadaran mendalam kasih sayang Allah kepada makhluk-Nya. Bentuk kesadaran tersebut ditunjukkan melalui penggunaan karunia (air) yang Allah berikan sesuai dengan tempatnya. Rasa syukur menjadikan seorang muslim akan rida dan puas atas segala nikmat air yang diperolehnya (Q.S. Ibrahim (14): 7).
Keadilan dalam Islam memiliki arti setiap anggota masyarakat memiliki hak atas air secara adil sesuai dengan tempatnya. Hak untuk mendapatkan air sesuai kebutuhan dan secara merata merupakan kebutuhan dasar manusia. Allah menolak pendistribusian air atau aset publik yang tidak adil. Allah berfirman “Harta rampasan fa’i yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu” (Q.S al-Hasyr (59): 7).
Sifat moderat merupakan perilaku tengahan guna menghindari keadaan pemborosan (kelebihan air) dan kekurangan air (kekeringan) (Q.S. al-Baqarah (2): 143). Sedangkan prinsip keseimbangan adalah menggunakan air sesuai dengan potensi ketersediaan air dan kebutuhan sumber daya yang tersedia. Keseimbangan dalam menggunakan air diwujudkan dalam menjaga keberlangsungan air secara berkelanjutan (Q.S. al-Rahman (55): 7-9).
Efisiensi dapat dimaknai sebagai penggunaan air secara tepat, sesuai keperluan dan tidak berlebihan. Hadis Rasulullah SAW menjelaskan tentang pentingnya efisiensi. “Dari Ali Ibn Abi Thalib diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Sebaik-baik keislaman seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak perlu (H.R. Malik). Dari hadis tersebut terlihat jelas bahwa Rasulullah melarang umatnya untuk tidak membuang sesuatu dengan percuma termasuk air.
Sifat kepedulian harus menjadi sumber nilai dalam pengelolaan air. Kepedulian ini bisa kepada sesama manusia, terhadap keberlanjutan dan kualitas air, serta kepedulian pada ekosistem. Dalam Islam seorang muslim tidak diperbolehkan untuk memonopoli air, karena air merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Sehingga setiap muslim tidak diperkenankan untuk mengkonsumsi air secara egois dan tidak mau berbagi kepada yang lain.
Sumber daya air yang tidak dikelola dengan baik akan berpotensi pada hilangnya ketersediaan air. Kerusakan kualitas dan kuantitas air akan berakibat pada bencana alam seperti kekeringan. Kerusakan sumber daya air juga berpengaruh pada kehidupan hewan dan tumbuhan. Hewan membutuhkan air untuk melancarkan metabolisme dalam tubuhnya. Sedangkan tumbuhan menggunakan air untuk berkembang biak. Ketika kebutuhan air bagi hewan dan tumbuhan terpenuhi, ekosistem tidak akan terganggu. Maka dari itu, pengelolaan yang baik harus dilakukan untuk mencegah agar dimasa mendatang air tidak habis.
Ancaman Kerusakan Sumber Mata Air di Wadas
Wadas merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Desa ini memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Lokasinya yang masih berada dalam satu kawasan perbukitan menoreh, membuat desa ini dikelilingi oleh hutan dengan tutupan yang lebat. Tumbuhan komoditas seperti durian, kemukus, aren, jahe, kopi dan lain-lain banyak ditanam didalam hutan. Komoditas tersebut merupakan sumber kehidupan dan perekonomian warga Wadas.
Bagi warga Wadas hutan tidak hanya sebagai sumber perekonomian. Ada sumber kehidupan lain yang harus mereka jaga, pertahankan dan pelihara yaitu air. Keberadaan sumber mata air di Wadas sangat berarti sekali bagi warga. Sumber mata air ini tersebar di kawasan hutan-hutan sekitar Desa Wadas. Air berguna untuk menopang kebutuhan hidup sehari-hari seperti, minum, mandi, mencuci, mujahadah, berwudhu dan lain-lain. Namun sumber mata air ini terancam hilang disebabkan oleh rencana penambangan batuan andesit di Desa Wadas.
Hutan di Wadas memiliki fungsi sebagai tangkapan air. Air hujan yang turun ke tanah akan diserap oleh pohon di hutan. Air tersebut kemudian disimpan didalam tanah sebagai sumber mata air. Aktivitas penambangan dapat membuat hilangnya pohon di hutan dan menyebabkan air hujan akan langsung mengalir ke permukaan tanah. Akibatnya tidak ada cadangan air didalam tanah dan dapat menimbulkan bencana banjir, tanah longsor serta kekeringan dimusim kemarau. Kesuburan tanah juga akan terganggu sebagai akibat dari bencana banjir dan tanah longsor.
Selain mata air yang hilang, keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan juga terancam hilang ketika penambangan dilakukan. Hutan Wadas menjadi habitat bagi beberapa spesies hewan seperti lebah klanceng, musang, burung, capung (Odonata), kupu-kupu dan lain-lain. Berbagai jenis tumbuh-tumbuhan seperti kayu-kayuan, buah-buahan dan lain-lain juga hidup di hutan Wadas. Terganggunya ekosistem berpengaruh pada kelangsungan hidup hewan dan tumbuhan. Akibatnya suatu spesies hewan atau tumbuhan bisa mengalami kepunahan.
Upaya Warga Menjaga Sumber Mata Air di Wadas
Warga Wadas sadar bahwasanya kehidupan mereka di bumi hanyalah untuk beribadah kepada Allah semata. Prinsip tauhid sudah ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya sejak kecil. Sehingga keimanan dan kesadaran warga untuk menjaga keberlanjutan kehidupan baik hubungannya dengan sesama manusia maupun dengan alam tetap lestari. Semua itu dilakukan untuk menjalankan tugas yang diberikan oleh Allah kepada manusia sebagai khalifah dimuka bumi.
Bentuk syukur atas segala nikmat (air) yang telah diberikan oleh Allah, diaktualisasikan melalui dengan tidak menggunakan air secara boros dan eksploitatif. Warga menggunakan air seperlunya sesuai dengan kebutuhan dan tidak membuangnya secara percuma. Air juga dibagikan secara merata kepada setiap kepala keluarga yang ada di Desa Wadas. Sehingga setiap orang mendapatkan air secara adil dan tidak ada monopoli atas sumber daya air.
Sebagai upaya agar persediaan air tidak habis dan rusak, maka warga Wadas menjaga hutan yang menjadi tempat sumber mata air berasal. Menolak penambangan batuan andesit adalah gerakan dalam menjaga hutan dan sumber daya air agar tetap lestari. Menjaga hutan sama halnya dengan menjaga kelestarian ekosistem dan keberlanjutan kehidupan. Sehingga terciptalah keseimbangan dalam kehidupan. Cara-cara yang digunakan oleh warga Wadas dalam menjaga dan mengelola air sesuai dengan 6 nilai-nilai dasar dalam Islam.
Daftar Pustaka
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. (2015). Tanfidz Keputusan Musyawarah Nasional Tarjih
XXVIII. Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah.