Narasi Arab dari Beirut

Narasi Arab dari Beirut

Judul               : Anthropology of the Arabs: Coretan-coretan Etnografis dari Beirut

Penulis             : Hajriyanto Y. Thohari

Penerbit           : Suara Muhammadiyah

Cetakan           : 1, Maret 2021

Tebal, ukuran  : xxx + 286 hlm, 15 x 23 cm

ISBN               : 978-602-6268-82-2

Duta besar Indonesia untuk Lebanon, Hajriyanto Y Tohari  (HYT) menuangkan hasil observasinya tentang pernik kehidupan masyarakat Arab dalam banyak tulisan. Esai-esai HYT tersebar di banyak media tentang berbagai tema dari perspektif antropologi, sosiologi, sejarah, hingga budaya populer. HYT mendeskripsikan hal-hal sederhana dari orang Arab sembari mengungkap makna di baliknya, yang diperoleh dari hasil pengamatan, bacaan, dan pengalaman serta interaksinya dengan orang Arab.

Ada daya tarik khas HYT, yang membuat buku ini tidak klise. “Tidak sulit untuk menyepakati bahwa HYT adalah a typical Javanese story-teller, pendongeng yang mahir, kaya idiom Jawa dan Arab, kuat rujukan yang bersumber dari berbagai literatur, sangat mumpuni dalam mengartikulasikan gagasan (lisan maupun tulisan), dan pandai menyisipkan humor segar khas intelektual –hilarious scholarly jokes—untuk memperkaya ulasan dan memoles argumen ketika mendiskusikan suatu pokok bahasan,” kata Amich Alhumami.

Buku-buku tentang Arab selama ini banyak mengulas fenomena suram keagamaan yang berhimpitan dengan silang kepentingan politik-ekonomi dalam studi kawasan. Buku ini menyuguhkan hal berbeda, bahwa Arab merupakan wilayah yang punya dimensi kehidupan budaya yang unik. Arab dengan kekayaan minyak dan khazanah peradaban sisa imperium masa silam, punya sesuatu untuk disuguhkan bagi komunitas global.

Uraian HYT memberi gambaran penting supaya kita tidak berlebih-lebihan mensakralkan atau tidak juga semena-mena merendahkan Arab. Bangsa dan manusia Arab menciptakan sistem kebudayaan tertentu sebagai hasil perjumpaannya dengan banyak faktor. Dalam perkembangannya, nilai-nilai baru dari luar turut mewarnai kebudayaan Arab, termasuk dari Barat. Terjadi negosiasi, perubahan, dan perkembangan yang tidak pernah selesai.

Sebagai contoh, tentang pakaian orang Arab, yang menggambarkan cara beradaptasi dengan alam dan identitas yang ingin diwujudkan. Cara berpakaian sebagai produk kebudayaan, dipengaruhi oleh faktor adat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang dianut. Sesuai dengan situasi geografis dan historis, HYT menggambarkan bahwa orang Arab menyukai pakaian terusan lengan panjang yang menjuntai ke bawah, dinamakan dengan thawb atau thob, qomish, robe, kaftan, atau tunik. Di Irak dan Syam disebut dhisdashah. Di Arab bagian Afrika Utara disebut jalabiyah, jellaba, atau gandura. Pada musim panas, mereka lebih menyukai baju berwarna putih, dan saat musim dingin memilih warna hitam atau biru laut. Perempuan Arab banyak yang keluar rumah memakai abaya berwarna hitam. Di dalam abaya, mereka sering menutupi pakaian modern yang modis dan glamor (hlm 22-24).

Kesenian Arab juga punya pengaruh di Indonesia. Misalnya, lagu “Sang Surya” gubahan Djarnawi Hadikusumo punya kesamaan dengan lagu diva Arab, Fairuz, berjudul “Atini al-Nay” (hlm 30-31). HYT beruntung tinggal di Lebanon yang menjadi episentrum bagi pemikiran dan kesenian di dunia Arab. Berbagai festival kesenian dan agenda kebudayaan digelar di Lebanon yang memiliki banyak gedung pertunjukan, galeri seni, dan gedung teater modern. (Muhammad Ridha Basri)

Beli Bukunya di Suara Muhammadiyah Store

Exit mobile version