Nabi Muhammad SAW (26), Masuk Kota Madinah
Oleh : Yunahar Ilyas
Setelah mendengar kabar tentang keberangkatan Nabi dan Abu Bakar dari Makkah menuju Yastrib, maka kaum Muslimin di kota itu tiap pagi pergi ke Harrah, perbatasan menunggu kedatangan beliau sampai menjelang tengah hari. Pada pagi itu seorang Yahudi melihat dari jauh ada rombongan kecil datang dari arah Makkah, dia langsung berteriak memberitahu orang-orang Yatsrib yang sudah beberapa hari menunggu kedatangan rombongan Nabi: ”Hai bangsa Arab, ini dia orang yang sedang kalian tunggu-tunggu”. Pada hari Senin 8 Rabiul Awwal tahun ke 14 kenabian, bertepatan dengan 23 September 622 sampailah Rasulullah SAW di Quba setelah menempuh perjalanan selama 8 hari.
Dengan penuh kegembiraan kaum Muslim menyambut kedatangan Nabi di Quba di tempat Bani Amr Ibn Auf mereka berlarian menyongsong, mengucapkan salam lalu bergerombol mengelilingi beliau. Pada saat itu turunlah wahyu:
فَإِنَّ ٱللَّهَ هُوَ مَوۡلَىٰهُ وَجِبۡرِيلُ وَصَٰلِحُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۖ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ بَعۡدَ ذَٰلِكَ ظَهِيرٌ
“…maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula” (Q.S. At Tahrim:66:4).
Waktu itu mereka belum tahu persis mana yang Nabi dan mana yang Abu Bakar, sebagian mengira Abu Bakar yang sedang berdirilah Nabi itu, tapi tatkala panas matahari menimpa Nabi, Abu Bakar bergegas menaungi beliau dengan selendangnya, barulah mereka tahu mana yang Nabi. Nabi singgah di Quba di rumah Kultsum bin Hadm selama 4 hari mulai Senin sampai Kamis. Sementara itu setelah mengembalikan barang-barang berharga yang dititipkan beberapa penduduk Makkah kepada Nabi, Ali bin Abi Thalib menyusul dan bergabung dengan Nabi di Quba. Di Quba Nabi mendirikan fondasi masjid Quba, lalu shalat disitu, inilah masjid pertama yang dibangun berdasarkan taqwa sesudah kenabian. Surat At Taubah turun pada ayat 108 disebut tentang masjid tersebut. Allah SWT berfirman:
لَّمَسۡجِدٌ أُسِّسَ عَلَى ٱلتَّقۡوَىٰ مِنۡ أَوَّلِ يَوۡمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِۚ فِيهِ رِجَالٞ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُواْۚ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُطَّهِّرِينَ
“…Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih” (Q.S. At Taubah:9:108).
Nanti setelah menetap di Madinah Nabi sering berkunjung ke masjid Quba. Sebagai penghargaan kepada masjid ini Nabi mengatakan barang siapa yang berwudhu dirumahnya (pondokannya) kemudian datang ke masjid Quba lalu shalat 2 rakaat disana, maka pahalanya sama dengan pahala 1 kali umrah. Jamaah haji dan umrah pada masa sekarang ini memerlukan untuk ziarah ke masjid Quba dan shalat 2 rakaat di sana.
Pada waktu di Quba ini juga Nabi mengutus seseorang menemui Bani Najjar, di keluarga ini ada paman-paman beliau dari jalur bundanya. Lalu paman-paman beliau dari bani Najjar itu datang ke Quba menyandang pedang. Pada hari Jumat atas perintah Allah SWT Nabi dan Abu Bakar meneruskan perjalan ke kota Yastrib. Paman-paman beliau yang dari Bani Najjar itu ikut mengawal. Sesampainya di perkampungan Bani Najjar, Nabi mendirikan shalat Jumat bersama mereka di tengah lembah Ranuna’.
Jumlah kaum muslimin yang shalat bersama Nabi lebih kurang 100 orang lelaki. Tempat itu kemudian dibangun masjid yang dikenal dengan nama Masjid Al Jum’ah. Setelah masjid itu direnovasi untuk kesekian kalinya pada tahun 1412 H, sekarang masjid itu memiliki 1 Qubah utama dan 4 Qubah kecil yang dapat menampung 650 jamaah. Pada musim jamaah haji dan umrah sudah banyak yang beziarah ke masjid itu.
Usai shalat Jumat Nabi dan rombongan meneruskan perjalanan menuju Yastrib. Sejak itu Yastrib dinamakan Madinatul Rasul atau cukup disebut Madinah. Untuk selanjutnya dalam kisah para Rasul ini kita tidak lagi menggunakan nama Yastrib tetapi Madinah. Di perbatasan kota Madinah Nabi disambut dengan gembira oleh penduduk Madinah sambil menyenandungkan shalawat Badar, berisi syair-syair dan pujian yang mengharukan, yaitu:
طلع البدر علينا ¤ من ثنية الوداع – وجب الشکر علينا ¤ ما دعا لله داع – أيها المبعوث فينا ¤ جئت بالأمر المطاع
Terbitlah purnama di atas langit, dari arah Tsaniyat al-Wada’ – Syukur kewajiban kami selama dai mengajak kepada Allah – Wahai yang diutus kepada kami, Engkau datang dengan perintah yang dipatuhi”.
Sesampainya Nabi di kota Madinah orang-orang Anshar berebut mengajak Nabi singgah di rumah mereka dan syukur jika Nabi mau memilih rumah mereka sebagai tempat menginap, tapi Nabi mengatakan biarkan unta ini berjalan dan dia diperintah dimana untuk berhenti. Sampai di lokasi masjid Nabawi sekarang ini unta itu menderum, kemudian berdiri lagi dan berjalan sebentar tetapi kemudian menderum lagi di tempat semula. Rasullulah turun dari punggungnya. Orang-orang berebut mempersilahkan Nabi singgah di rumah mereka. Abu Ayub Al Anshari bergegas mengambil perbekalan beliau lalu memasukkannya ke rumahnya.
Maka Nabi bersabda: “Seseorang akan mengikuti di mana perbekalannya berada, berarti Nabi akan menginap di rumah Abu Ayub Al Anshari. As’ad Ibn Zurarah meraih tali kekang kendaraan Nabi dan menambatkannya ditempat beliau bermalam. Beberapa hari kemudian istri beliau Saudah dan 2 putri beliau Fathimah dan Ulmu Kustum serta Usamah bin Zaid dan ummu Aiman menyusul, mereka berangkat dari Makkah dikawal oleh Abdullah Ibn Abu Bakar beserta keluarga Abu Bakar termasuk Aisyah. Adapun putri beliau Zainab masih ditahan oleh suaminya Abul Ash dia belum bisa ikut hijrah sampai perang Badar. (AR-Rahiq Al Makhtum hal.211-214)
Membangun Masjid Nabawi
Langkah pertama yang dilakukan Nabi di Madinah bukanlah membangun rumah tempat beliau tinggal, tetapi justru membangun masjid. Lokasi yang dipilih adalah tanah tempat unta menderung petama kali. Tanah itu dimiliki 2 anak yatim. Beliau membeli dari 2 anak yatim itu. Sebelum masjid dibangun tanah itu dibersihkan dari puing-puing bangunan, pohon kurma, dan sejenis pohon berduri dan juga beberapa kuburan. Nabi memerintahkan untuk menggali kuburan, meratakan puing-puing bangunan yang ada serta menebang pohon kurma dan pohon berduri.
Lalu ditepatkanlah arah kiblatnya yang saat itu masih menghadap ke Baitul Maqdis. Dua pilar pintu masjid dibangun dari batu, temboknya dari batu bata dan tanah liat, atapnya dari pelepah kurma, sementara tiang-tiang dari batang pohon kurma, lantainya dihampari kerikil dan pasir, pintunya ada 3 buah, panjangnya dari mihrab sampai bangunan sepanjang 100 hasta (lebih kurang 45 meter) sementara lebar kanan kirinya sama. Di sisi masjid dibangun beberapa bilik dari batu dan tanah liat dan atap dari pelepah kurma, itulah nanti menjadi bilik istri-istri Nabi. Setelah bilik-bilik itu dibangun beliau pindah dari rumah Abu Ayub kesana.
Pada masa itu masjid bukan saja tempat shalat jamaah 5 waktu, tapi juga tempat Nabi menyampaikan wahyu kepada para sahabat, menerima ajaran Islam dan arahan dari Rasullullah , tempat berkumpulnya para kabilah yang sudah lama tercerai-berai akibat perang saudara pada jaman jahiliyah dan juga sebagai pusat kendali semua kegiatan, pusat informasi sekaligus forum diskusi. Masjid juga berfungsi sebagai rumah bagi orang fakir dari kaum muhajirin yang jumlahnya banyak yang tidak punya tempat tinggal, harta, dan sanak saudara.
Pada masa awal hijrah disyariaatkankan adzan yang diserukan 5 kali sehari semalam dengan kalimat-kalimat yang kita kenal sekarang ini. Kalimat-kalimat adzan itu berawal dari mimpi Abdullah bin Zaid Abu Rabbih dan mimpi Umar bin khatab. Sebelumnya ada usulan untuk memanggil kaum muslimin mendirikan shalat di masjid dengan menggunakan terompet, bedug atau genderang tapi usulan itu ditolak oleh Nabi, yang diterima dan ditetapkan oleh Nabi adalah kalimat-kalimat yang muncul dalam mimpi kedua sahabat itu. Itulah kalimat-kalimat adzan yang didengungkan terus sampai hari ini dan seterusnya.
Masjid Nabawi sejak awal berdirinya sampai sekarang sudah banyak sekali mengalami perluasan bagian utara utara kira-kira 2 atau 3 shaf, dan yang lebih luas ke arah barat, timur dan utara kecuali bagian bilik-bilik Nabi tidak diperluas yang sekaran menjadi kuburan Nabi, Abu Bakar dan Umar. (bersambung)
Sumber : Majalah SM Edisi 14 Tahun 2019