PONTIANAK, Suara Muhammadiyah – Kita saat ini sedang berada di era media sosial. Di mana kita juga turut aktif bermedsos siang dan malam. Gejala ini terjadi dan menjangkit seluruh lapisan masyarakat, baik muda maupun tua. Dalam acara silaturahmi Idul Fitri 1442 H warga dan simpatisan Muhammadiyah se-Kalimantan Barat, Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah berpesan agar menjadikan media sosial sebagai wadah untuk menyebarkan nilai-nilai ketakwaan. Dan bukan untuk sebaliknya, memecah belah, menyulut api permusuhan, menyebar fitnah, dan lain sebagainya (22/5).
Panduan dalam bermedia sosial sejatinya telah diteladankan sejak lama oleh Rasulullah Muhammad SAW. Beliau adalah sang utusan berakhlak agung yang membawa misi pencerahan bagi semesta. Sebagai pengikut Nabi terakhir, sudah sepatutnya warga Muhammadiyah meneladani perilaku beliau secara totalitas, khususnya pada ranah media sosial dan interaksi dengan sesama. Yang pada akhirnya akan menjadikan kita umatnya sebagai orang-orang berkeadaban tinggi.
“Saya percaya bahwa keluarga besar Muhammadiyah di Kalimantan Barat merupakan bagian dari manusia-manusia yang bertakwa. Manusia yang menyebarkan nilai-nilai kebaikan serta mempraktekkannya di dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bahkan juga dalam kehidupan bernegara,” ujarnya.
Haedar menuturkan bahwa kondisi dan keadaan yang buruk tidak sepatutnya menjadikan orang yang beriman juga menjadi buruk. Menurutnya, seburuk apa pun keadaan yang menyelimuti orang yang beriman, mereka harus tetap menunjukkan akhlak yang mulia, rendah hati, lembut, dan penuh pertimbangan. Menebar benih-benih kebaikan dan kasih sayang antar sesama, mempertautkan kembali persatuan, persaudaraan, dan kebersamaan.
Ia menegaskan bahwa sesungguhnya Muhammadiyah terus bergerak sebagai pelaku utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hingga detik ini Muhammadiyah telah mengucurkan dana sebesar 344 Miliar untuk penanganan pandemi Covid-19. Ini merupakan salah satu keseriusan Muhammadiyah untuk mangakhiri pandemi di Tanah Air.
Pria yang juga merupakan Pimpinan Redaksi Suara Muhammadiyah tersebut menambahkan bahwa segala sesuatu memiliki landasan hukum agama dan landasan kebenaran ilmu pengetahuan. Melalui kedua dasar ini, Islam mewajibkan penganutnya untuk berperilaku disiplin dalam melakukan amal kebajikan. Tidak lain dan tidak bukan berdisiplin menjaga keselamatan jiwa di tengah ancaman virus yang tak kasat mata.
Bagaimana seharusnya peran umat Islam Indonesia untuk Palestina?
Menanggapi konflik antara Palestina dengan Israel, Haedar Nashir mengatakan bahwa konflik tersebut setidaknya harus dilihat dan kemudian ditangani dari dua sisi. Pertama, lil mu’aradhah (melakukan perlawanan). Dan sisi yang kedua adalah lil muwajahah (membangun peradaban yang kuat di dalam diri umat Islam itu sendiri).
“Israel bisa berlaku sewenang-wenang terhadap Palestina lantaran ia kuat diberbagai segi, mulai dari militer yang kuat, sumber daya manusia yang unggul, serta dukungan diplomatik dari Amerika Serikat yang juga tak kalah kuatnya,” ungkapnya.
Ketika kita ingin bisa melawan Israel, terlebih dahulu Indonesia harus menjadi negara yang kuat, begitu juga dengan umat Islam yang menjadi umat mayoritas di dalamnya. Solusinya adalah dengan membangun kekuatan peradaban yang unggul dan maju. Jika hal ini tidak segera diimplementasikan, maka akan seperti pepatah yang berbunyi “Yang tidak punya apa-apa, tidak bisa berbuat apa-apa”. Dan pada akhirnya hanya bisa berteriak mengecam tanpa aksi nyata. (diko)