Oleh: Mundzirin
(Pekerja Migran asal Wotan, Gresik; Anggota Majelis Pustaka, Informasi dan Humas, PCIM Malaysia)
Berkomunikasi di zaman lampau hanya terjadi dari mulut ke mulut dan sifatnya lokal. Kalaupun menggunakan media seperti televisi atau koran, penyebaran berita masih terbatas cakupannya. Hari ini, media sosial bergerak cepat dan masif tak ada kontrol. Semua orang dapat mem-posting sesuatu yang belum tentu sumbernya atau kebenarannya.
Tak jarang informasi lama didaur ulang untuk dikaitkan dengan peristiwa yang terjadi saat ini, dibuat dengan kemasan ilmiah dan religius untuk menyebarkan kebohongan (hoax).
Kalau kita simak, hampir tidak bisa membedakan antara yang mempunyai ilmu pengetahuan dan tidak. Bagaimana pedas dan kasarnya dalam menggunakan bahasa untuk membuli atau mendebat satu persoalan yang berdasarkan berita bohong.
Rendahnya tingkat kesopanan dalam dunia maya hampir tidak bisa membedakan antara orang berilmu dan tidak. Terutama dikaitkan dengan berita bohong (hoax). Ditambah lagi dengan ujaran kebencian dan penipuan dalam menggunakan media sosial, sungguh memprihatinkan.
Maka benar apa yang diungkapkan oleh Tom Nichols dalam bukunya “The Death of Expertise” atau Matinya Kepakaran. Bahwa dalam era media sosial, kepakaran dan ilmu pengetahuan seperti bergeser menjadi sesuatu yang tak penting. Semua orang bebas dan leluasa untuk berkomentar yang menurut emosi dan preferensinya benar.
Dalam satu kesempatan ketua PCIM Malaysia, Prof. Dr. Sonny Zulhuda mengajak semua agar berhati-hati dalam menyebarkan berita di media sosial.
Dr. Sonny yang hadir di sekretariat PRIM-PRIA Kepong di Batu Kentomen Jalan Ipoh Kuala Lumpur, berkesempatan menjadi Imam jamaah salat tarawih dan dilanjut kultum setelah salat jamaah.
Dalam kultumnya Dr. Sonny mengajak para jamaah untuk merenung kembali hadits Rasullullah: “Jauhi dari sifat orang orang munafik”
Apa ciri-cirinya orang munafik? Salah satunya adalah memberitakan sesuatu, baik dengan ucapan, tulisan atau isyarat, tapi beritanya tidak benar atau bohong
Berbohong itu bisa sengaja, bisa tidak sengaja. Berbeda dengan menipu, kalau menipu itu sudah di sengaja untuk menipu. Makanya masih banyak di kalangan kita ini, bahkan saya sendiri bisa saja terpeleset dan masuk golongsn ciri ciri orang munafik maknawi ini. Na’udzubillah.
Apa itu Munafik maknawi? Dia orang beriman, orang islam tidak kafir dan tidak jatuh hukum munafik, tapi punya sifat-sifat orang munafik (berbohong).
Jadi yang diwanti-wanti Rasullullah bukanya orang yang sengaja menipu saja. Tapi yang kita lupa itu kadang-kadang, kita bicara tapi yang kita sampaikan itu tidak benar. Walaupun kita tidak niat berbohong, tapi salahnya kita tidak mengecek dulu beritanya benar atau tidak.
Dalam konteks sekarang melalui group WA misalnya, saat kita terima berita tidak fikir dua kali, tiga kali, langsung di-share. Padahal beritanya bohong. Maka kita perlu lebih berhati-hati dalam menyebarkan berita di media sosial. Dan semoga kita dijauhkan dari ciri-ciri orang munafik, pungkasnya.
Apa yang disampaikan oleh ketua PCIM Malaysia diatas memang tepat pada konteksnya saat ini agar kita lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial.
Rasullullah Saw pernah berpesan: “Kita ini bisa tergolong orang-orang yang berbohong, orang-orang berdosa, ketika kita menyampaikan berita apa saja yang kita tidak yakin benar.” (Riwayat Muslim).