Politisasi Masalah Palestina-Israel di Indonesia

Hilman Latief

Direktur Lazismu Prof Hilman Latief, PhD Dok TVmu/SM

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Hubungan antara Indonesia dengan Palestina sejatinya sudah terjalin sejak lama. Di mulai sejak era pemerintahan presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Hingga saat ini hubungan antar keduanya mengalami pasang-surut karena beberapa faktor politik. Pada saat Presiden Soeharto menjabat, posisi Indonesia terhadap Palestina tidak terlalu jelas. Meski dalam catatan sejarah Indonesia sering ikut ambil bagian dalam mewujudkan perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah, namun juga pernah menolak usulan Mesir dan Suriah untuk mengirimkan bantuan militer ke Palestina.

Hilman Latief, Ketua LazisMu Pusat mengatakan bahwa disamping menjalin banyak diplomasi dengan Palestina, pemerintah Indonesia juga banyak melakukan hubungan kerjasama dengan Israel. Pada tahun 1979 dan 1982, Indonesia pernah mendatangkan pesawat tempur dari Israel guna memperkuat pertahanan udaranya.

Setelah berakhirnya masa orde baru, tepatnya di era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pemerintah mencoba menawarkan gagasan yang terbuka untuk menjalin kerjasama dengan Israel. Presiden Gus Dur mencoba memulai hubungan dagang melalui Menperindag No. 23/MPP/01/2001 tertanggal 10 Januari 2001. Namun pada akhirnya kebijakan ini menjadi kontroversial di masyarakat. “Sebenarnya saya melihat hal ini sebagai sebuah sikap yang terbuka dari seorang kepala negara, karena presiden-presiden sebelumnya juga telah melakukan hubungan dagang dengan Israel,” ujarnya.

Dalam melihat masa depan Palestina dan Israel, ada sebuah pertanyaan menarik, “Apakah bangsa Indonesia memahami apa yang diinginkan oleh orang-orang Palestina terkait dengan negerinya?” Jawabannya tentu tidak semua dari kita memahaminya dengan benar. Ada kasus yang cukup menarik dimana Duta Besar Palestina untuk Indonesia seringkali melayangkan protes kepada masyarakat Indonesia untuk tidak membawa atau memakai atribut Palestina pada saat berdemontrasi. Ia ingin menyampaikan pesan bahwa pemerintah Palestina tidak suka jika masalah antara Palestina dengan Israel terlalu dipolitisasi di Tanah Air.

“Rasa-rasanya sejauh ini kita belum cukup memahami saudara kita di Palestina. Jangan-jangan yang mereka (Palestina) inginkan adalah solusi dua negara bersama Israel, sedangkan kita di sini tetap keras kepala dengan solusi satu negara untuk Palestina,” tegasnya dalam agenda pengajian umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan tema “Solusi Komprehensif Masalah Israel-Palestina” Jumat (11/6).

Jika kesalahpahaman ini terus dibiarkan, maka kita tidak akan pernah bisa mencapai subtansi inti yang diinginkan yaitu kemerdekaan Palestina dan stabilitas di kawasan Timur Tengah. Sehingga perlu ada komunikasi yang intens antar kedua belah pihak (Palestina-Israel) yang mana Indonesia bisa mengambil posisi sebagai penengah. (diko)

Exit mobile version