YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia dalam seminggu terakhir ini menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan. Menurut update data terakhir di laman Satuan Tugas Penanganan COVID-19 pada 17 Juni 2021, penduduk Indonesia terkonfirmasi positif berjumlah 1.950.276 orang, sementara yang meninggal dunia mencapai 53.753 jiwa.
Tingginya kasus Covid-19 di lima provinsi di pulau Jawa merupakan representasi dari peningkatan luar biasa penyebaran pandemi. “Kondisi sangat memprihatinkan ini perlu perhatian superserius khususnya dari pemerintah pusat dan daerah maupun seluruh rakyat Indonesia. Pandemi ini nyata dan telah meluas di hampir seluruh negara,” tutur Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir (18/6/2021).
Haedar Nashir mengingatkan bahwa korban meninggal terkait Covid-19 menyentuh angka 53,753 jiwa di Indonesia, sedang di tingkat dunia mencapai 3,850,267. Semakin bertambahnya kasus Covid-19 tersebut semestinya menjadi peringatan keras dan sangat serius bagi semua pihak tanpa kelengahan sedikitpun.
Berkaitan dengan lonjakan kasus Covid-19 tersebut, Muhammadiyah meminta pemerintah pusat maupun daerah supaya benar-benar menerapkan kebijakan yang lebih tegas dan progresif dalam mengatasi Covid-19, termasuk dalam penerapan PPKM.
“Pemerintah secara khusus harus semakin memastikan jaminan perlindungan para dokter, tenaga kesehatan, dan petugas di seluruh Rumah Sakit baik negeri maupun swasta yang sampai saat ini semakin berat bebannya dalam menangani pasien Covid-19. Termasuk dalam memastikan suplai oksigen dari para vendor yang harus dituntut lebih bekerja keras, sebagaimana para petugas Rumah Sakit telah bekerja keras,” ujarnya.
Penanganan Covid-19, kata Haedar, meniscayakan kerja simultan, terpadu, dan kesungguhan dari semua instansi atau institusi di pemerintahan dan seluruh komponen masyarakat. Kepedulian bersama ini akan meringankan beban Rumah Sakit serta para dokter dan tenaga kesehatan yang sampai saat ini semakin kewalahan selaku benteng terakhir melawan pandemi Covid-19.
Di luar itu, pemerintah juga perlu menyiapkan fasilitas kesehatan. “Penting ditambah dan diperluas sarana-prasarana isolasi oleh pemerintah agar semakin mencukupi, mempermudah, dan mengintensifkan usaha penanganan Covid-19,” kata Haedar.
Terkait dengan rencana pembukaan pendidikan tatap muka, Muhammadiyah meminta kabijakan ini untuk ditinjau kembali. “Khusus di bidang pendidikan, penting ditinjau ulang kebijakan untuk mulai membuka sekolah offline dalam suasana pandemi yang kian meningkat saat ini. Hak anak maupun guru dan tenaga kependidikan perlu dilindungi dengan sebaik-baiknya.”
Alih-alih melangsungkan pendidikan tatap muka, Muhammadiyah meminta langkah-langkah kreatif, inovatif, dan terobosan dalam penyelenggaraan pembelajaran online yang tepat sasaran. Hal ini disertai dengan kesungguhan dan keterlibatan aktif semua pihak, termasuk tanggungjawab orangtua dan masyarakat. Kondisi darurat meniscayakan pendekatan dan kebijakan yang khusus dan ekstra, yang memerlukan keseriusan pemerintah dalam hal ini kemendikbud dan semua penyelenggara lembaga pendidikan di Indonesia.
Institusi keluarga juga diharapkan peran dan tanggungjawabnya dalam mensukseskan pembelajaran online, karena sejatinya kewajiban mendidik itu berada pada orangtua. “Khusus bagi anak-anak yang di lingkungan keluarga yang terbatas fasilitas untuk belajar secara online, maka kemendikbud dituntut kebijakan dan langkah terobosan yang memberi solusi bagi anak bangsa yang terbatas kondisinya itu.” Hal itu sebagai wujud kewajiban konstitusional pemerintah kepada anak terlantar dan orang-orang miskin.
Penanganan masalah ekonomi terutama bagi warga bangsa yang terkena dampak akibat Covid-19, Haedar Nashir meminta pemerintah melakukan langkah-langkah dan program khusus. Pemulihan ekonomi mesti sejalan dan tidak mengorbankan usaha penanganan Covid-19 yang menyangkut penyelamatan jiwa dan kesehatan warga negara.
“Khusus kepada warga dan komponen bangsa diajak untuk bersama-sama mengatasi Covid-19 sebagai wujud tanggungjawab kolektif dalam menghadapi musibah global ini. Kedepankan disiplin menaati protokol kesehatan secara bertanggungjawab demi keselamatan Bersama,” tutur Haedar.
Wujudkan jiwa gotong royong dalam mengatasi Covid-19 dengan segala dampaknya, termasuk dalam meringankan beban para tenaga kesehatan. “Hentikan kegiatan-kegiatan yang bersifat tidak produktif sekaligus menyebabkan terjadi dan meluasnya rantai penularan. Hentikan pula pernyataan-pernyataan kontroversial dari para elite dan warga terutama melalui media massa dan media sosial yang membuat gaduh, pertentangan, dan mendorong masyarakat tidak percaya Covid dan vaksinasi.”
Menurut Haedar, Indonesia adalah negara besar yang mampu mengatasi masalah secara bersama. “Buktikan bahwa bangsa Indonesia itu cerdas, berilmu, berakhlak mulia, bertanggungjawab, dan menjunjungtinggi kebersamaan yang dapat menjadi kekuatan positif yang penting dalam kehidupan kebangsaan, khususnya menghadapi Covid-19 yang telah berlangsung memasuki tahun kedua dengan segala dampaknya yang sangat berat tersebut,” tegas Haedar.
Muhammadiyah melalui Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) dengan dukungan 117 Rumah Sakit, Aisyiyah, Amal Usaha, dan seluruh organ kelembagaannya dari pusat sampai bawah terus berbuat nyata dalam penanganan pandemi Covid-19 di negeri ini. Ratusan miliar dana telah dikeluarkan secara mandiri, di tengah beban sangat besar tunggakan BPJS dan beban Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tidak ringan bagi seluruh rumah sakit yang tersebar di seluruh tanah air.
Terakhir, Haedar menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak akan surut dalam berkonstribusi untuk kepentingan bangsa dan kemanusian semesta. Hal ini didasari spirit, “bahwa selama mampu memberi, maka akan terus kami lakukan sebagaimana Islam mengajarkan praktik Surat Al-Ma’un. Semoga bangsa Indonesia dilindungi Allah SWT dan diringankan bebannya dalam menghadapi musibah yang berat ini, serta pandemi ini, atas Rahman-Rahim-Nya, didukung usaha dan do’a kita bersama, akhirnya dapat diangkat oleh-Nya,” tukas Haedar Nashir. (ppm/ribas)