MALANG, Suara Muhammadiyah – Setelah sukses dengan International Conference on Education and Psychology (ICEduPsy) beberapa minggu yang lalu, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) kembali gelar konferensi internasional yang kedua bertajuk International Conference on Humanities and Social Science (ICHSoS). Agenda ini diprakarsai oleh Fakultas Ilmu Sosial & Politik (Fisip) dan Fakultas Ekonomi & Bisnis (FEB) pada 18-19 Juni kemarin. Mengusung tema “Social and Political Issues on Sustainable Development in Post Covid-19 Crisis” gelaran ini melibatkan 80 penulis dari berbagai negara.
Adapun ICHSoS digelar dengan format luring terbatas dan daring melalui aplikasi Zoom serta Youtube UMM. Konferensi ini merupakan upaya kritis para akademisi dalam menangani kondisi pasca pandemi. Wakil Rektor I UMM, Syamsul Arifin dalam sambutannya menyebut bahwa selain untuk menjadi solusi pasca krisis akibat pandemi, ICHSoS juga bertujuan untuk memperluas khasanah penelitian. “Melalui ICHSoS saya harap bisa semakin memperkaya dan memperluas khazanah riset kita,”ungkap guru besar UMM tersebut.
Pada opening and plenary session, ICHSoS menghadirkan para pakar ilmu sosial dari Polandia, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Sesi keynote speech pada kegiatan ini disampaikan oleh staf khusus Ravik Karsidi yang mewakili Menteri Koordinator PMK RI, Muhajir Efendy. Rayik berkata bahwa Ilmu sosial memiliki banyak peluang dalam penanganan pasca pandemi.
“Jika ilmu medis menilai Covid ini sebagai virus mematikan, dalam perspektif sosiologis pandemi Covid-19 ini melahirkan pengetahuan baru karena mutasi perubahan alam. Covid dikonstruksikan sebagai peluang untuk membangun kebijakan endogen yang berpihak pada inovasi sosial berbasis potensi lokal,” ujar Ravik.
Di sisi lain, Vina Salviana membahas tentang bagaimana perempuan bisa mengambil peran dalam menangani kondisi pasca pandemi pada materinya. Berdasarkan hasil riset yang ia lakukan, perempuan memiliki kemampuan berpikir dan bertindak lebih cepat dengan potensi yang mereka miliki. Perempuan dinilai bisa survive secara alami.
“Perempuan memiliki kelebihan dalam hal intuisi dan kepekaan. Dengan kelebihan tersebut, mereka bisa beradaptasi pada perubahan. Di samping itu juga mampu untuk segera menjalani peran-peran ganda. Menjadi pekerja sektor kedua ketika pasangan mereka terhempas oleh dampak Covid, bahkan berperan menjadi guru di rumah ketika anak harus sekolah dengan metode daring,” ujar Dosen UMM tersebut.
Sementara itu, Peerasit Kamnuansilpa dari Khon Kaen University Thailand dan Khadijah Alavi membagikan pengalaman Thailand serta Malaysia dalam menangani Covid-19. Khadijah Alavi memaparkan bagaimana potensi dari social worker dalam masa pandemi ini. “Saya tentu ingin agar para social worker dapat memanfaatkan teknologi dan literasi pada sosial media dengan baik. Selain itu mereka juga harus berkolaborasi baik dalam lingkup lokal maupun internasional,” ungkap Alavi.
Pada kesempatan yang sama, Eko Handayanto, pembicara dari FEB UMM memaparkan tentang fenomena consumer panic buying di kala pandemi dan bagaimana cara merespon hal tersebut. Adapula pembicara dari Worclaw University Polandia, Yash Chawla yang mengkaji terkait sustainable consumption. Yash berkata bahwa pandemi membuat orang menjadi lebih kreatif. Pemilik lima gelar akademik tersebut menyarankan agar setiap orang berusaha melakukan berbagai upaya untuk mendukung sustainable consumption.
Pada sesi panel di hari kedua, sebanyak 80 penulis dari berbagai negara mempresentasikan hasil riset mereka secara daring. Terbagi ke dalam 12 breakout room zoom, dari 80 peneliti, Cosmas Gatot Haryono terpilih sebagai Best Speaker dengan papernya yang berjudul Covid-19 Murals: Autocritic Messages From Society in The Public Sphere. Sedangkan Salina Nen, Fauziah Ibrahim dan Norulhuda berhasil meraih predikat Best Paper. Riset mereka berjudul Depression, Anxiety and Fear During the Covid-19 Pandemic Movement Control Order (MCO) in Malaysia mendapat ganjaran sebagai paper terbaik. (diko)