Nabi Muhammad SAW (28), Membuat Beberapa Perjanjian

Nabi Muhammad SAW (28), Membuat Beberapa Perjanjian

Oleh : Yunahar Ilyas

Membuat Beberapa Perjanjian

Setelah memperkuat persatuan kaum Muslimin di Madinah (diperkirakan 1500 orang) baik sesama Anshar dan sesama Muhajirin, maupun antara Anshar dan Muhajirin, maka Nabi mulai langkah selanjutnya yaitu mempersatukan masyarakat Madinah secara keseluruhan. Langkah pertama Nabi adalah mengadakan perjanjian dengan kaum Yahudi yang selama ini eksis dan menguasai sektor ekonomi, baik perkebunan maupun perdagangan. Perjanjian ini dikenal dengan Piagam Madinah, yang isinya terdiri dari dua bagian;  pertama perjanjian antara kaum Muslimin sendiri; kedua antara kaum Muslimin dan Yahudi. Dalam perjanjian itu dinyatakan bahwa kaum Muhajirin dari kalangan Quraisy tetap menurut adat kebiasaan baik yang berlaku di kalangan mereka, bersama-sama menerima atau membayar tebusan darah antara sesama mereka dan mereka menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang beriman.

Begitu juga kaum Anshar tetap menurut adat kebiasaan baik mereka yang berlaku, bersama-sama membayar tebusan darah seperti yang sudah-sudah. Dan setiap golongan harus menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil diantara sesama beriman.

Sesama orang beriman harus saling tolong-menolong, bersama-sama melawan perbuatan jahat, aniaya, permusuhan, kerusakan sesama mereka sendiri, harus melawannya walaupun terhadap anak sendiri. Sesama orang beriman tidak boleh berkhianat, tidak boleh membunuh, bahwa jaminan Allah itu satu yaitu melindungi yang lemah diantara mereka.

Piagam Madinah juga membuat perjanjian dengan orang Yahudi, pada intinya memberikan kebebasan beragama kepada orang Yahudi, bersama-bersama dengan Muslim menghadapi musuh yang memerangi mereka. Mereka harus saling menasihati, saling berbuat baik dan tidak berbuat dosa, wajib membantu orang yang didzalimi, dan jika terjadi suatu perselisihan maka dikembalikan kepada Allah dan Rasulnya, orang-orang Yahudi tidak boleh menolong kaum Quraisy dan sekutunya. (Ar-Rahiq Al-Makhtum, hlm 232-234., Sejarah Hidup Muhammad, hlm 200-205)

Setelah konsolidasi yang dilakukan oleh Rasulullah maka Madinah menjadi kota yang aman dan damai. Kaum Muslimin tinggal di wilayah sendiri yang bebas. Bebas menjalankan agama di bawah pimpinan Rasulullah SAW. Dan orang-orang Yahudi juga bebas menjalankan ibadah mereka. Bersama sesama anggota warga Madinah saling tolong-menolong dan  hidup rukun. Setelah itu Rasulullah memperluas wilayah aman dan damai dengan mengikat perjanjian serupa dengan sejumlah kabilah sekitar Madinah.

Pada masa ini juga Rasulullah menyempurnakaan perkawinan dengan Aisyah, dalam arti Aisyah mulai hidup bersama dengan Rasulullah sebagai suami istri di samping Sauda’.

Disamping konsolidasi politik, Rasulullah juga menyadari pentingnya peran ekonomi yang selama ini dipegang oleh orang-orang Yahudi. Oleh sebab itu Rasulullah membangun pasar yang baru. Lokasi yang dipilih oleh Rasulullah sebelah barat masjid. Sambil membuat garis batas-batas pasar, Rasulullah bersabda: “Inilah pasar kalian, jangan sampai dikurangi dan jangan juga menetapkan pajak diatasnya.” (H.R Ibnu Majah). Tidak jarang pula beliau melakukan pengawasan langsung, agar semua pedagang berlaku jujur. Tatkala menemukan pedagang yang curang, Rasulullah mengingatkan: “Siapa yang menipu kami, maka bukan golongan kami.”

Orang-orang Musyrik mengecam Nabi masuk ke pasar itu mereka menganggaap bahwa perbuatan masuk ke pasar bukanlah perbuatan yang terhormat bagi seorang Rasul. Al-Qur’an menggambarkan kecaman orang Musyrik itu. Allah SWT berfirman:

وَقَالُواْ مَالِ هَٰذَا ٱلرَّسُولِ يَأۡكُلُ ٱلطَّعَامَ وَيَمۡشِي فِي ٱلۡأَسۡوَاقِ لَوۡلَآ أُنزِلَ إِلَيۡهِ مَلَكٞ فَيَكُونَ مَعَهُۥ نَذِيرًا  

“Dan mereka berkata: “Mengapa rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia?” (Q.S Al-Furqan 25: )(Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW, hlm 521)

Ancaman Kafir Quraisy

Selama tiga belas tahun Nabi berdakwah di Makkah tidak pernah berhenti mendapatkan intimidasi, tekanan dari kafir Quraisy. Akhirnya Nabi dan kaum Muslimin hijrah ke Madinah. Mereka bersedia meninggalkan segala harta kekayaan untuk mendapat kebebasan dalam beragama. Semestinya kaum kafir Quraisy menyadari kesalahan mereka, karena permusuhan dan tekanan yang mereka berikan menyebabkan Nabi dan kaum Muslimin hijrah ke Madinah. Di Madinah Nabi mendapatkan sambutan dan pendukung yang setia. Kaum kafir Quraisy mulai khawatir kalau kaum Muslimin di Madinah semakin kuat dan lama-lama akan menjadi ancaman bagi mereka.

Keadaan itu tidak akan mereka biarkan. Langkah pertama yang dilakukan oleh kafir Quraisy adalah menghubungi Abdullah bin Ubay bin Salul untuk tidak memberi bantuan kepada kaum Muslim.Pada saat itu Abdullah bin Ubay masih musyrik. Dalam suratnya kepada Abdullah bin Ubay  kafir Quraisy mengatakan: “Sesungguhnya kalian telah menampung seseorang di antara kami. Demi Allah, kalian memerangi dia atau mengusirnya, atau kami akan mengarahkan kekuatan menghadapi kalian sampai kami menghabisi kalian dan menawan perempuan-perempuan kalian.”

Ancaman Quraisy itu sejalan dengan jalan pikiran Abdullah bin Ubay, karena dendam kepada Nabi sebab dianggapnyya Nabi telah menggagalkan dirinya menjadi raja. Abdullah ibn Ubay segera saja menghubungi teman-temannya untuk merencanakan memerangi Rasulullah. Sewaktu kabar itu sampai kepada Nabi, beliau mendatangi mereka dan berkata: “Ancaman Quraisy yang serius itu rupanya telah sampai kepada kalian. Tipu daya yang akan mereka lakukan tidak lebih berat dibandingkan tipu daya yang akan kalian timpakan kepada diri sendiri. Kalian sendirilah yang akan memerangi anak-anak dan kerabat kalian.”

Mendengarkan ancaman Nabi itu, Abdullah bin Ubay mengurungkan niatnya, namun diam-diam dia tetap mempertahankan kontak dengan Quraisy, maka jika ada saja sedikit celah untuk memecah kaum Muslimin dia akan manfaatkan. Abdullah bin Ubay juga untuk merangkul kaum Yahudi, namun Rasulullah sudah mendahului membuat perjanjian dengan kaum Yahudi.

Salah seorang Anshar yakni Sa’ad bin Muadz akan menunaikan umrah, maka dia meminta kepada Umayyah bin Khallaf untuk menemaninya tawaf. Sa’ad bin Muadz berpapasan dengan Abu Jahal, Abu Jahal bertanyaa kepada Umayyah: “Abu Sufyan, siapa orang yang bersamamu”, Umayyah menjawab: “Dia adalah Sa’ad dari Madinah”. Abu Jahal langsung saja mengancam Sa’ad “Bukankah kaulihat sendiri bahwa engkau bisa tawaf dengan amanm padahal kalian menampung para pemeluk agama baru itu dan bertekad membantu mereka. Sungguh, kalau saja tidak didampingi oleh Abu Sufyan, engkau tidak bisa kembali kepada keluargamu dengan selamat.”, Sa’ad menjawab dengan ketus “Andaikata engkau benar-benar menghalangiku melakukan ini, aku tidak segan-segan melakukan sesuatu yang lebih kejam daripada itu, menghalangi jalur dagangmu yang melewati Madinah.” Ancaman Sa’ad bin Muadz menyadarkan Abu Jahal dan tokoh Quraisy lainnya bahwa perdagangan mereka kedepan akan mendapatkan ancaman. Seperti yang diketahui jalur perdagangan  ke Syam melewati Madinah. (bersambung)


Sumber : Majalah SM Edisi 16 Tahun 2019

Exit mobile version