Tak Boleh Menikah Segera

Assalamu’alaikum wr wb.

Ibu Emmy yth., saya gadis (26 tahun) memiliki kekasih R (27 tahun). Kami berhubungan sejak pertengahan kuliah. kami kuliah di universitas dan jurusan yang sama. Kini kami telah sama-sama lulus, dan dia sudah diterima di salah satu instansi pemerintah. Sekarang sedang menjalani pendidikan.

Pada dasarnya hubungan kami baik-baik saja. Pertengkaran kecil ada, tapi wajar dan alhamdulillah bisa teratasi. Dia baik dan mengerti  saya dan ibu saya. Hubungan kamipun sudah disetujui oleh orang tua masing-masing. Namun, setahun belakangan ini saya merasa sikap ibu pacar saya agak berbeda. Awalnya seperti bercanda tapi karena diulang-ulang jadi terasa menyakitkan. Selain itu, kami punya rencana akan menikah setelah masa pendidikannya selesai. Tapi, dilarang oleh keluarganya. Keluarga R ingin, dia bekerja dulu beberapa tahun ke depan. Saya menolak bu. Menurut saya keluarga R hanya mengulur-ulur waktu saja karena kakak perempuannya yang kini berusia 34 tahun belum menikah.

Ketika R mengutarakan niatnya untuk melamar saya, ibunya ketawa saja. ibunya menuduh saya mempengaruhinya untuk menikah dalam waktu dekat. Ibu juga melontarkan kata-kata yang tidak pantas. Tapi tidak secara langsung. Di depan saya dia masih baik pada saya. R sudah saya kasih tahu hal ini dan menyuruh saya untuk bersabar dan istighfar. Saya bingung, Bu apa yang harus saya dan pasangan saya perbuat. Bukankah menghalang-halangi sebuah pernikahan itu dosa? Saya mohon pandangan ibu tentang masalah saya. Jazakumullah atas jawabannya.

Wassalamu’alaikum wr wb.

Lin, somewhere

Wa’alaikumsalam wr wb.

Lin yang baik, yang membuat seseorang marah adalah bukan peristiwa atau kejadian, melainkan bagaimana ia memaknai peristiwa tersebut. Saat memberi makna itulah biasanya masuk unsur emosi, perasaan, harapan yang bermuara pada munculnya apa yang anda sebut rasa marah, rasa senang ataupun rasa kecewa karena memaknai canda keluarga pacar sebagai sesuatu yang keterlaluan. Tetapi nyatanya, calon mertua masih punya anak perempuan yang lebih tua dari anak laki-laki kebanggaannya. Dan perkawinannya pasti akan memicu kepedihan hati sang kakak yang semakin menua. Dengan mempertimbangkan usia si kakak maka restu belum diberikan. Cobalah Lin, bisakah kalau gaya canda itu sekarang kita lihat justru merupakan cara ibu untuk memberi sinyal pada Anda berdua? Tunda dulu ya, kan kakak belum punya jodoh?

Sebetulnya calon mertua seorang yang pandai membuat skenario untuk mencegah Anda marah dan membuat anaknya tetap segera menikah. Hanya, dari sisi pandangan Anda, dari sudut kepentingan Anda tampaknya jadi seperti mengada-ada. Kok malah menyuruh tidak menikah. Pakai putar-puat lagi. Menurut saya ini karena calon mertua tahu bahwa ia tak punya alasan yang kuat untuk menyuruh R dan Lin menunda niat baik ini. Lalu bagaimana? Katakanlah peluangnya bagi Anda tidak ada yang lain. Pokoknya menikah. Usaha pertama yang harus dilakukan memastikan R bahwa ia juga ingin menikah dengan Anda segera. Sebagai laki-laki, sebenarnya dalam Islam tidak ada yang menyusahkan untuk memulai hidup baru. Karena secara mental dan ekonomi sudah siap. Bergitu pula dari pihak istri.

Namun, bila ia takut melukai perasaan kakaknya maka ia wajib duduk bersama kakak dan memjelaskan bahwa ia akan menikahi Anda. Katakan pada R, ia harus siap menerima reaksi apapun, termasuk bila dimusuhi kakaknya.

Datangi lagi ibu, lalu R harus mantap mengatakan bahwa ia minta do’a restu bunda untuk menikah. Bersiaplah, bila bunda menangis sambil mengatakan “tidak boleh”. Dari minta izin bergeser pada ultimatum pada bunda bahwa ia akan menikah dengan Anda.

Yang penting jangan suka mendengarkan berita yang belum jelas. Fokus pada visi dan misi perkawinan yang sudah Anda cerna. Hadapi calon mertua dengan kepala dingin dan dengan perasaan positif. Banyaklah berdo’a pada Allah. Insyaa Allah, akan Allah mudahkan. Yang penting R tetap teguh di hadapan bunda dan saudaranya. Semoga Anda diberi kesabaran dalam menghadapi keluarga calon suami, dan niat baik Anda dan R segera terlaksana. Aamiin.


Sumber : Majalah SM Edisi 09 tahun 2019

Kami membuka rubrik tanya jawab masalah keluarga. Pembaca bisa mengutarakan persoalan dengan mengajukan pertanyaan. Pengasuh rubrik ini, Emmy Wahyuni, Spsi. seorang pakar psikologi, dengan senang hati akan menjawabnya

Exit mobile version