YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Muhammadiyah saat ini sedang memasuki babak yang tidak mudah, khususnya dalam urusan keagamaan. Pertaruhan Muhammadiyah bukan lagi dalam perspektif bayani dan burhani, tapi sudah melampaui itu. Oleh sebab itu Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Fathurrahman Kamal mengajak segenap warga persyarikatan berjuang menumbuhkan serta mengaplikasikan perspektif irfani sebagai sebuah wujud ihsan (martabat tertinggi dari tingkatan keberagamaan).
Karena sangat pentingnya persoalan ini, Jibril as mendefinisikan langsung makna ihsan yaitu “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat Dia, apabila engkau tidak melihat-Nya namun Dia melihatmu”. Kedepan, keberagamaan kita bukan lagi hanya mencakup aspek keislaman dan keimanan, tapi sudah meranjak kepada aspek tertinggi agama yaitu ihsan. Dan jika kita cermati lebih dalam, sesungguhnya perspektif ihsan ini berbanding terbalik dengan perspektif beragama secara instan.
Dalam sebuah hadist, Rasulullah pernah mengatakan bahwa satu peristiwa kematian sudah cukup menjadi pesan bagi manusia yang masih hidup untuk menginstropeksi diri. Dan kondisi yang terjadi saat ini, kematian terjadi di mana-mana. Namun sayang, kematian demi kematian yang terjadi belum juga mampu mengetuk hati dan menyadarkan manusia untuk patuh kepada intruksi pemerintah serta Ormas Islam yang kredibel.
Tantangan ini bukan hanya milik Muhammadiyah, tapi juga tantangan bagi umat Islam di seluruh dunia. Persoalan Covid-19 tidak lagi dapat dipandang hanya dari aspek bayani maupun burhani, tapi juga perlu ditinjau dari aspek irfani. Perspektif ini perlu dibumikan untuk menangkal pemikiran-pemikiran dan gerakan-gerakan yang mengatasnamakan Islam anti kemajuan.
“Saya kira di Indonesia banyak sekali orang-orang bermental khawarij yang memandang kebenaran hanya datang dari kelompoknya dan menutup kebenaran dari orang lain, terkhusus dalam situasi pandemi yang mereka anggap hanya sebagai sebuah konspirasi semata,” ujar Fathurrahman dalam agenda sosialisasi edaran terkait Pandemi dan Idul Qurban 1442 H bersama seluruh jajaran PWM se-Indonesia (7/7).
Di sisi yang lain, kondisi keberagamaan kita semakin mengkhawatirkan disebabkan karena arus informasi di sosial media yang tak terbendung. Terjadi pergeseran pedoman, dari yang semula mempedomani sabda Nabi, menjadi mempedomani sabda sosial media. Tentu permasalahan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja karena banyak sekali informasi yang menyesatkan justru datang dari media sosial. (diko)