Oleh : Bagus Kastolani
Alkisah seorang gadis bernama Sari yang baru menikah dan tinggal di wisma mertua indah. Dalam waktu singkat, Sari tahu bahwa ia sangat tidak cocok tinggal serumah dengan ibu mertuanya. Karakter mereka sangat jauh berbeda. Sari dan ibu mertuanya tak pernah berhenti berdebat dan bertengkar. Ketidakbahagiaan di dalam rumah itu menyebabkan kesedihan yang mendalam pada hati suami Sari, seorang yang berjiwa sederhana.
Akhirnya, Sari tidak tahan lagi terhadap sifat buruk dan kelakuan ibu mertuanya. Dan ia benar-benar telah bertekad untuk melakukan sesuatu. Sari pergi menjumpai seorang teman ayahnya yaitu Pak Mamat yang mempunyai toko obat herbal. Ia menceritakan situasinya dan minta dibuatkan ramuan racun yang kuat untuk diberikan pada ibu mertuanya. Pak Mamat berpikir keras sejenak. Lalu Pak Mamat masuk ke dalam, dan tak lama ia kembali dengan menggenggam sebungkus ramuan. Ia berkata kepada Sari, “Kamu tidak bisa memakai racun keras yang mematikan seketika, untuk meyingkirkan ibu mertuamu, karena hal itu akan membuat semua orang menjadi curiga. Oleh karena itu, saya memberi kamu ramuan yang secara perlahan-lahan akan menjadi racun di dalam tubuhnya.” Pak Mamat melanjutkan, “Setiap hari, sediakan makanan yang enak-enak dan masukkan sedikit ramuan obat ini ke dalamnya. Lalu, supaya tidak ada yang curiga saat ia mati nanti, kamu harus hati-hati sekali dan bersikap sangat bersahabat dengannya. Jangan berdebat dengannya, taati semua kehendaknya, dan perlakukan dia seperti seorang ratu.” Sari sangat senang dan buru-buru pulang ke rumah untuk memulai rencana membunuh ibu mertuanya.
Setiap hari Sari melayani mertuanya dengan makanan yang enak-enak, yang sudah “dibumbuinya”. Ia mengingat semua petunjuk dari Pak Mamat tentang hal mencegah kecurigaan. Maka ia mulai belajar untuk mengendalikan amarahnya, mentaati perintah ibu mertuanya, dan memperlakukannya seperti ibunya sendiri.
Setelah enam bulan lewat, suasana di dalam rumah itu berubah secara drastis. Sari sudah mampu mengendalikan amarahnya sedemikian rupa sehingga ia menemukan dirinya tidak pernah lagi marah atau kesal. Sikap si ibu mertua terhadap Sari telah berubah, dan mulai mencintai Sari seperti puterinya sendiri. Sari pergi menjumpai Pak Mamat dan meminta bantuannya untuk mencegah supaya racun itu tidak membunuh ibu mertuanya. Pak Mamat tersenyum. “Sari, saya tidak pernah memberi kamu racun. Ramuan yang saya berikan kepadamu itu hanyalah ramuan penguat badan untuk beliau. Satu-satunya racun yang ada, adalah yang terdapat di dalam pikiranmu sendiri, dan di dalam sikapmu terhadapnya. Tetapi semuanya itu telah disapu bersih dengan cinta yang kamu berikan kepadanya.” Sadarkah anda bahwa sebagaimana anda memperlakukan orang lain maka demikianlah persis bagaimana mereka akan memperlakukan anda?
Huwallahu a’lam bi showab.
Penulis : Staf pengajar Fakultas Psikologi UNAIR Surabaya, Kader Muhammadiyah