Mencari Makna Manusia di Al-Qur’an

Judul               : Drama Kosmis Sang Khalifah

Penulis             : Dr Siti Sailah SSi MT dan Dr Ir Cekmas Cekdin MT

Penerbit           : Suara Muhammadiyah

Cetakan           : 1, April 2021

Tebal, ukuran  : xii + 124 hlm, 13 x 21 cm

ISBN               : 978-602-6268-85-3

 

Keyakinan kepada kitab suci yang dipercayai secara otentik berasal dari Allah menjadi salah satu pilar rukun iman. Khususnya Al-Qur’an, merupakan kitab suci umat Islam yang turun dalam konteks bangsa Arab abad ke-7. Selama ribuan tahun, ribuan tafsir tentang Al-Qur’an terus lahir dan belum ada tanda-tanda berhenti. Al-Qur’an sangat kaya makna dan tidak pernah ada habisnya untuk digali.

Tidak hanya mereka yang mempelajari Al-Qur’an secara akademik yang tertarik pada kajian Al-Qur’an, tetapi mereka yang tidak berlatar belakang studi ilmu-ilmu Al-Qur’an juga tertarik menafsirkan Al-Qur’an. Supaya tidak keluar jalur, para ulama telah menyusun kaidah ilmu-ilmu Al-Qur’an, ilmu-ilmu bahasa dan budaya, serta ilmu sosial-humaniora lainnya sebagai pemandu.

Selalu menarik untuk menyimak pandangan mereka di luar kajian Al-Qur’an dalam memahami Al-Qur’an. Misalnya, guru besar Teknik Sipil Universitas Damaskus, Muhammad Syahrur menghabiskan waktu selama 20 tahun untuk menulis Al-Kitab wa Al-Qur’an: Qira’ah Mu’asirah (The Book and the Qur’an: A Contemporary Reading). Buku setebal 800 halaman ini mulai ditulis sejak tahun 1967, ketika Arab kalah telak dari Israel dalam Perang Enam Hari. Syahrur berusaha mencari jalan keluar atas situasi krisis moral dan intelektual yang melanda Arab.

Tampaknya, panggilan itu juga dialami oleh dua penulis buku ini, yang berlatar belakang ilmu teknik. Dalam pengantarnya dinyatakan, “Sungguh, di dalam buku ini, kami berupaya menjelaskan maksud Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan Adam AS di surga dan diturunkan ke bumi. Buku ini kami ambil dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an, Hadis Rasulullah yang sahih, dan literatur lainnya yang mumpuni.” (hlm v).

Dekan Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya, Ishaq Iskandar berharap penulis “membangun logika sains tentang esensi penciptaan manusia” (hlm vii). Memadukan ayat-ayat Qur’an dengan ayat-ayat kauniyah “yang tersebar di laboratorium alam semesta.” Pengkaji Al-Qur’an dari latar belakang ilmu sains semestinya memasukkan sudut pandang yang mendialogkan antara sains dan Al-Qur’an, bukan dalam artian apologetik atau ayatisasi sains.

Buku ini menawarkan nuansa sains atau perpektif ilmiah (meskipun belum memadai). Misalnya, dalam memahami Qs. Al-Anbiya: 32, dinyatakan, “Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa kehidupan di bumi didukung oleh tiga hal, yaitu adanya atmosfer, adanya energi yang datang dari sinar matahari, dan hadirnya medan magnet bumi….” (hlm 3).

Buku ini dapat disebut sebagai kajian Al-Qur’an tematik, yang meliputi tema: Tuhan Menciptakan Bumi dan Isinya untuk Manusia; Misi Penciptaan Manusia; Penciptaan Adam AS; Drama Kosmis; Perkembangbiakan Anak Cucu Adam AS untuk Menempati Pelosok Seantero Bumi; Roh, Hati, Jiwa, dan Akal; Kehadiran Manusia di Dunia Awalnya Primordial; Hidup Ini Tidak Lama, Terlalu Singkat untuk Dipermainkan.

Pembaca buku-buku kajian Al-Qur’an perlu memahami dan membedakan antara Al-Qur’an sebagai karya Tuhan dengan tafsir atas Al-Qur’an sebagai karya manusia. Hasil suatu penafsiran merupakan hasil pemahaman manusia yang sangat ditentukan oleh berbagai latar belakang yang mengitarinya. Sehingga wajar, jika makna atau penafsiran atas Al-Qur’an tidak pernah serupa dan seragam. Selalu ada variasi pemahaman manusia atas objek apapun. (Muhammad Ridha Basri)

Exit mobile version