JAKARTA, Suara Muhammadiyah – PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat yang diberlakukan oleh pemerintah (sejak tanggal 3 hingga 20 Juli 2021) telah mengundang banyak sekali kritik dari berbagai elemen masyarakat sipil. Pemberlakuan kebijakan tersebut tidak lain dimaksudkan untuk membatasi mobilitas masyarakat guna menekan laju penularan Covid-19. Namun dalam kenyataannya, penularan Covid-19 di Indonesia terus memecahkan rekor baru setiap harinya. Hal ini disebabkan karena kegamangan pemerintah dalam menentukan kebijakan serta minimnya kapasitas kesehatan yang dimiliki negara.
Dalam diskusi publik dengan tema “Menakar Kebijakan PPKM Darurat, Berhasil atau Gagal” yang diselenggarakan oleh Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah (21/7), Busyro Muqoddas mengatakan, Muhammadiyah sebagai bagian dari elemen masyarakat sipil terus bersikap kritis, memberikan evaluasi serta solusi terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah, khususnya kebijakan PPKM Darurat yang dinilai kurang efektif dan efisien.
Menurut Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang membidangi hukum tersebut, bahwa pemerintah harus bersikap jujur dan terbuka kepada masyarakat. Masalah demi masalah terjadi lantaran pemerintah tidak jujur sejak awal, dan kita terlanjur menikmati ketidakjujuran itu.
“Bangsa kita memiliki kekayaan yang demikian melimpah, mulai dari kekayaan alam, moral, kultur budaya, dan politik. Jika Indonesia tidak memiliki kekayaan tersebut, maka hilanglah rasa optimisme kita menatap masa depan. Oleh karena itu, sikap jujur dan terbuka sangat penting bagi pemerintah untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat yang mulai hilang,” ujarnya.
Agus Samsudin selaku Ketua MCCC memberikan catatan bahwa sebenarnya Muhammadiyah telah banyak melakukan sesuatu yang luar biasa dalam agenda perang melawan Covid-19. Tapi seolah semuanya hilang begitu saja karena inkonsistensi pemerintah dalam pengambilan kebijakan. “Kritik saya, bagaimana sebenarnya managemen krisis kita dalam penanganan pandemi, dan siapa yang sebenarnya menjadi komandan dalam perang menyelesaikan Covid-19,” tegas Agus.
Menurut Pandu Riono yang merupakan Juru Wabah dari FKM Universitas Indonesia, ada dua kunci kesuksesan banyak negara dalam menghadapi pandemi. Pertama, kebijakan pemerintah yang efektif. Kedua, perilaku masyarakat yang disiplin. Namun sayang, keduanya tidak terjadi di Indonesia. Kondisi di lapangan justru memperlihatkan hal sebaliknya, bahwa kita tidak memiliki cara untuk mengatasi pandemi. Komunikasi yang dilakukan pemerintah kacau balau. Ia menambahkan, dalam managemen krisis, pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah harus didasarkan pada keselamatan jiwa masyarakat.
“Pemerintah harus segera berubah, jika tidak, saya kira sampai di masa akhir pemerintahan Presiden Jokowi, pandemi tidak akan selesai teratasi,” pesannya.
Tentang PPKM Darurat, Corona Rintawan selaku dokter spesialis kedaruratan menyampaikan testimoninya, bahwa konsep mitigasi dan managemen krisis seharusnya menjadi satu visi prioritas, yakni tegas mengutamakan keselamatan jiwa masyarakat. Menurutnya, selama ini pemerintah belum tegas dalam menyikapi hoaks yang tentu merugikan mitigasi dan menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah. (diko)