Mempertahankan Keberlangsungan Sekolah Muhammadiyah di Tengah Gelombang Pandemi

Mempertahankan Keberlangsungan Sekolah Muhammadiyah di Tengah Gelombang Pandemi

Dok BNN

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Dunia terus berubah dan inovasi menjadi sebuah keniscayaan. Di tengah situasi pandemi Covid-19, dunia pendidikan dituntuk untuk tetap survive dengan melakukan berbagai terobosan, tidak terkecuali lembaga pendidikan milik Muhammadiyah. Melalui sekolah-sekolahnya yang tersebar di seluruh negeri, Muhammadiyah merasa terus terpanggil dan bertanggungjawab untuk mencerdaskan masyarakat. Mencerahkan kehidupan.

Haedar Nashir, dalam sebuah Webinar Nasional Pimpinan Pusat Forum Guru Muhammadiyah (24/7) menyampaikan bahwa kualitas pendidikan di suatu negara berbanding lurus dengan maju atau tidaknya negara yang bersangkutan. Di Asean, Indonesia berada diurutan keenam dalam hal daya saing antar bangsa. Dari parameter ini sebenarnya kita dapat melihat berbagai macam problem internal di dunia pendidikan yang belum terselesaikan. Maka disinilah letak pentingnya strategi pendidikan untuk membawa sebuah bangsa keluar dari permasalahan yang membelit dan kemudian menjadi yang terdepan dan unggul.

Untuk keluar dari permasalahan yang menjerat pendidikan Indonesia, setidaknya dapat diklasifikasikan melalui beberapa pertanyaan yang cukup mendasar. Pertama, bagaimana supaya peran dunia pendidikan secara signifikan mampu meningkatkan daya saing bangsa. Kedua, bagaimana dunia pendidikan dapat mendongkrak kualitas indeks pembangunan manusia Indonesia (Human Development Index) sehingga setara dengan bangsa lain. Ketiga, problem moral yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Menurut survai Digital Civility Index (DCI) 2020 dari Microsoft, Indonesia menyabet gelar warganet paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Bagaimana cara dunia pendidikan mengembalikan moral bangsa yang saat ini kian tergerus. “Kenapa keadaan kita masih selalu tertinggal, padahal potensi bangsa kita sangat melimpah,” ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah tersebut.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa problem utama dunia pendidikan Indonesia adalah, terjadinya kesenjangan antara nilai yang bersifat normatif dengan aspek tindakan yang bersifat konkrit. Hal ini perlu menjadi konsen bagi lembaga pendidikan Muhammadiyah kedepan. Pedidikan harus hadir untuk menjembatani nilai-nilai laten menjadi suatu tindakan konkrit di masyarakat. Dengan kata lain, dunia pendidikan diharapkan mampu menterjemahkan nilai-nilai normatif menjadi nilai aktual di dalam dinamika kehidupan.

“Melalui forum guru Muhammadiyah ini, saya berharap para guru mau untuk terus berpikir, mengidentifikasi problem-problem dunia pendidikan kita, dan sekaligus mengkontruksi pemikiran-pemikiran yang dapat membingkai penyelenggaraan pendidikan berkemajuan dan berkebudayaan luhur,” tuturnya.

Haedar menambahkan bahwa, untuk mengatasi masalah-masalah di dunia pendidikan, setidaknya ada delapan kompetensi yang harus dimiliki oleh guru Muhammadiyah. Pertama, memahami visi pendidikan nasional. Kedua, memahami visi pendidikan Muhammadiya. Ketiga, memiliki integritas moral. Keempat, memiliki wawasan keislaman yang sesuai dengan landasan keislaman Muhammadiyah. Kelima, memiliki wawasan keilmuan yang luas (interkoneksi). Keenam, berwawasan inklusi (bersosialisasi). Ketujuh, profesional. Kedelapan, inovatif.

“Hidup itu selalu penuh dengan tantangan. Jika hidup selalu mudah, lebih baik mati saja. Karena tantangan hanya bisa diselesaikan oleh orang-orang yang berani,” pesan Haedar kepada para guru Muhammadiyah di seluruh Indonesia. (diko)

Exit mobile version