Menguji Jiwa Patriotisme di Tengah Pandemi

Oleh: Muh Fitrah Yunus (Direktur Eksekutif Trilogia Institute / Pemerhati Kebijakan Publik)

Nasionalisme sebagai bentuk loyalitas terhadap bangsa dan negara belum cukup mampu melahirkan kesetiaan, keikhlasan dan kerelaan berkorban jika tak dijiwai dengan semangat patriotisme.

Jiwa patriot yaitu jiwa yang mampu menanggalkan segala kepentingan pribadi dan kelompoknya demi kepentingan bangsa dan negara. Semangat juangnya adalah semangat mempertahankan kedudukan dan kedaulatan negara agar tak mudah diganggu bangsa lain, termasuk diganggu dengan segala bentuk virus yang menyerangnya.

Setidaknya, menurut Simpson (1993), ada tiga unsur mewujudkan jiwa patriotisme itu, yaitu adanya cinta tanah air, keinginan untuk menyejahterakan bangsa dan negara dan kesediaan untuk melayani dengan baik dengan tujuan demi mempertahankan negara. Staub dan Schatz (1997), mengatakan patriotisme sebagai sebuah keterikatan (attachment) seseorang pada kelompoknya. Dengan kata lain, kesediaan menjadi pelayan sesungguh-sungguhnya pelayan yang baik untuk bangsa dan negara adalah wujud dari patriotisme.

Di tengah Pandemi Covid-19, jiwa patriotisme ini sangat dibutuhkan kehadirannya. Kehadirannya tidak hanya datang dari para penyelenggara negara namun juga semua elemen masyarakat untuk bersatu padu memberikan pelayanan yang baik bagi bangsa dan negaranya, demi dapat bersama keluar dari masalah pandemi yang tengah dihadapi.

Realitas menimpali, bahwa jiwa patriotisme saat ini masih perlu ditingkatkan. Masyarakat yang dituntut untuk patuh pada protokol kesehatan, yang dituntut untuk peduli antar sesama, yang dituntut untuk menjiwai nila-nilai Pancasila, lebih-lebih di tengah pandemi, harus berjalan seiring dengan pembuktian pelayanan terbaik oleh penyelenggara negara terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil dalam penanganan pandemi Covid-19.

Sebuah tantangan yang tak mudah bagi pemerintah untuk mewujudkan cita-cita penanganan Covid-19 agar sejalan dan seiring dengan masyarakat di tengah jiwa patriotisme pemerintah-yang di mata masyarakat-masih sangat jauh dari yang diharapkan. Bagi masyarakat, jiwa patriotisme para pendahulu belum mampu diemban para penyelenggara negara saat ini.

PPKM Level “Kripik”

Sudah sekian banyak kebijakan pemerintah untuk menekan laju Covid-19, namun belum mampu memberikan pengaruh signifikan melandainya maupun berkurangnya jumlah positif Covid-19. Dimulai dari PSBB sampai PPKM Darurat Jawa-Bali yang juga tak memberikan pengaruh apa-apa terhadap tujuan PPKM.

Saat ini, pemerintah membuat kebijakan baru dengan istilah PPKM Level 1-4, sehingga sejak 21 Juli 2021, istilah PPKM Darurat Jawa-Bali sudah tidak digunakan lagi. Sekarang, kebijakan ini diperpanjang hingga 2 Agustus 2021. Dalam istilah penulis, pemberlakuan PPKM saat ini adalah pemberlakuan PPKM Level “Kripik”. Seperti halnya makan kripik dengan tingkat pedas dari satu sampai sekian. Saat ini, Indonesia sedang menjalani level sangat pedas, yaitu level 4.

Rupanya, PPKM Level 1-4 ini adalah istilah yang digunakan oleh pemerintah merujuk pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Meski masyarakat kritis dengan kebijakan sebelumnya, yang artinya pemerintah tidak mengikuti himbauan WHO, namun saat ini pemerintah berbeda.

Menurut WHO, level transmisi virus itu ada 4, dan Indonesia sudah berada pada level 4. Level 1 menunjukkan bahwa angka kasus positif Covid-19 kurang dari 20 orang per 100.000 penduduk per minggu. Rawat inap di rumah sakit kurang dari 5 orang per 100.000 penduduk per minggu. Angka kematian kurang dari 1 orang per 100.000 penduduk di daerah itu.

Level 2 menunjukkan bahwa kasus positif Covid-19, angkanya antara 20 dan kurang dari 50 orang per 100.000 penduduk per minggu. Rawat Inap di rumah sakit antara 5 hingga kurang dari 10 orang per 100.000 penduduk per minggu. Angka kematian kurang dari 2 orang per 100.000 penduduk di daerah itu. Level 3 menunjukkan angka kasus positif Covid-19 antara 100 – 150 orang per 100.000 penduduk per minggu. Rawat inap di rumah sakit antara 10 – 30 orang per 100.000 penduduk per minggu. Angka kematian antara 2 – 5 kasus per 100.000 penduduk di daerah itu.

Level tertinggi yaitu level 4. Level 4 menunjukkan bahwa angka kasus positif Covid-19 lebih dari 150 orang per 100.000 penduduk per minggu. Rawat inap lebih dari 30 orang per 100.000 penduduk per minggu. Angka kematian lebih dari 5 kasus meninggal per 100.000 penduduk.

Tepat Sasaran

Alasan dasar mengapa penangangan Covid-19 diubah menjadi PPKM Level 1-4 yaitu agar penanganannya dapat lebih tepat sasaran. Lebih jauh maksudnya agar aktifitas sosial masih bisa dipertahankan dengan tetap menjaga tidak terjadi penularan.

Bagi masyarakat, hal itu baik-baik saja jika dijalankan pemerintah, dengan catatan, bahwa pemerintah harus komitmen menurunkan bantuan sosial seperti apapun rupanya. Bansos juga harus tepat sasaran seperti penanganan yang diharapkan. Jika tidak, pengabaian protokol kesehatan akan terus terjadi demi pemenuhan hak dasar masyarakat untuk survive.

Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) menyebut bahwa selama PPKM Darurat ada sebanyak 45% pasar tradisional di seluruh Indonesia tutup karena perberlakuan PPKM dan sudah mulai mengganggu distribusi pangan yang mengakibatkan melonjaknya harga komoditas. Senada dengan IKAAPI, Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menyatakan, bahwa selama PPKM Darurat menyebabkan pergerakan masyarakat di Pasar menurun dan mengakibatkan pendapatan para pedangang pasar yang turun drastis. Omzet kebutuhan harian menurun 40-50%, sementara kebutuhan non harian seperti pakaian, aksesoris, dll mencapai 80% (Katadata.co.id 26/07/2021).

Meski pemerintah telah berjanji segera akan menyalurkan bantuan ataupun subsidi, namun patriotisme pemerintah secara individu juga harus sejalan agar tidak ada prasangka yang tidak-tidak dari masyarakat. Secara individu, para pejabat negara di semua lapisan harus merubah kebiasaannya membeli kebutuhan dasar di mal-mal maupun supermarket. Sejatinya, di tengah perpanjangan PPKM Level 4 ini, para pejabat negara diuji jiwa patriotnya dengan membiasakan membeli kebutuhan dasarnya di pasar-pasar tradisional, dan jika membeli makan di luar, maka belilah makan di warung-warung masyarakat kecil yang sangat terdampak pandemi. Semoga!

 

 

Exit mobile version