YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah– Ketua PP Aisyiyah, Siti Aisyah meraih gelar doktor UIN Sunan Kalijaga setelah melalui sidang terbuka ujian promosi doktor program studi Islam (29/7/2021). Siti Aisyah meneliti tentang Majelis Taklim yang merupakan bagian integral pendidikan Islam dan Sistem Pendidikan di Indonesia. Majelis Taklim, menurut Siti Aisyah, menempati peran strategis dalam pembinaan jamaah menuju terwujudnya insan beriman dan bertakwa dan mewujudkan masyarakat utama.
Meskipun punya peran penting, kajian akademik pendidikan nonformal berbasis Majelis Taklim Perempuan masih kurang mendapatkan perhatian serius di kalangan akademisi. “Majelis Taklim masih dinilai kegiatan kemasyarakatan yang berjalan secara alamiah, dikelola secara suka rela, sebagai bagian dari dakwah dan belum mendapat sentuhan akademik.”
Penelitian Siti Aisyah merupakan penelitian lapangan yang bersifat kualitatif dengan rancangan studi multisitus dan metode analitis deskriptif yang dimodifikasi. Disertasi ini mengangkat tiga hal pokok sebagai objek penelitian yaitu : pertama, implementasi standar pengelolaan pendidikan nonformal berbasis Majelis Taklim Perempuan di Kota Yogyakarta. Kedua, implementasi materi pengajian pada pendidikan nonformal berbasis Majelis Taklim Perempuan di kota Yogyakarta dalam perspektif epistemologi bayānī, burhānī, dan ’irfānī. Ketiga, implementasi kegiatan pendidikan nonformal berbasis Majelis Taklim Perempuan di kota Yogyakarta perspektif ilmu sosial profetik.
Subjek penelitian Siti Aisyah adalah lima pengajian ibu-ibu yang berada di kota Yogyakarta: (1) Pengajian ’Aisyiyah Ranting Kadipaten Wetan dan Ngasem, (2) Pengajian Dewi Khodijah Pasar Beringharjo, (3) Pengajian Kartini Kecamatan Jetis dan Kampung Sitisewu, (4) Pengajian Raudlatul Jannah Muslimat NU Cabang Kota Yogyakarta, dan (5) Pengajian Al-Wardah (WSI-KBW UCY).
Teori yang menjadi landasan analisis diangkat teori pendidikan Islam ’Abd ar-Raḥmân an-Nahlawi, Ahmad Tafsir, dan Syahidin. Juga teori pendidikan diniah nonformal dari Nuryanis, Khodijah Munir, Helmiwati dan Pedoman Majelis Taklim dari Kementerian Agama. Teori analisis materi menggunakan epistemologi Al-Jabiri dan analisis kegiatan Majelis Taklim menggunakan ilmu sosial profetik Kuntowijoyo dan Feminisme profetik Asmaeny Azis.
Penelitian Siti Aisyah menyimpulkan bahwa (1) Majelis Taklim Perempuan di kota Yogyakarta telah memenuhi standar pengelolaan pendidikan Islam nonformal, meski belum sempurna; (2) pendekatan bayānī, burhānī, dan ’irfānī telah dilakukan dalam penyajian materi secara komprehesip dengan fokus pengembangan berbeda yang dilakukan ustaz dan ustazah; (3) Rintisan kegiatan pemberdayaan masyarakat telah dilakukan melalui aktifisme sejarah, pilar humanisasi, liberasi, dan transendensi.
Menurutnya, aktivitas pengajian sebagai wujud aktivisme sejarah selama puluhan tahun, dilandasi nilai-nilai Ilahiyah yang menjadi etika profetik telah diwujudkan dalam berbagai aktivitas pengajian baik dalam bentuk pengajian rutin maupun aktivitas pendukung lainnya. “Dalam hal ini, telah diimplementasikan pilar humanisme, baik yang bersifat individual, semi sosial, dan kolektif; pilar liberasi baik liberasi pengetahuan, sosial, ekonomi, dan politik; serta pilar transendensi yang menjadi spirit pengelolaan aktivitas humanisme dan liberasi.” (ribas)