Buya Syafii Maarif dan Prof Azyumardi Azra tentang Muhammadiyah dan Kemerdekaan Indonesia

YOGYAKARTA. Merayakan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-76, Suara Muhammadiyah TV menyelenggarakan “obrolan cendekia” bersama dengan Buya Ahmad Syafii Maarif dan Prof Azyumardi Azra (16/8/2021). Kedua tokoh ini menyampaikan banyak evaluasi dan harapan untuk Muhammadiyah dan Indonesia di masa depan.

Buya Syafii Maarif dalam rangka ulang tahun Indonesia ke-76 ini mengajak bangsa Indonesia untuk mengingat kembali sang proklamator bangsa: Soekarno dan Mohamad Hatta. Keduanya memiliki karakter berbeda, tetapi saling melengkapi. Keduanya merupakan sahabat dekat. Bahkan yang melamar Rahmi istri Hatta adalah Soekarno.

Menurut Buya, “Bung Hatta tidak mengerti filosofi Jawa, ‘dipangku mati’. Soekarno sebenarnya sangat memerlukan Hatta. Soekarno itu orator ulung. Hatta itu sosok yang dingin, tenang, tetapi menghanyutkan.” Peristiwa pecah kongsi antara Soekarno dan Hatta perlu dijadikan pelajaran. “Kita tidak boleh menangisi atau meratapi masa lampau.”

Buya mengingatkan bahwa dari Soekarno-Hatta, kita belajar bahwa boleh berbeda, tetapi jangan putus silaturahim. Buya Syafii mengajak generasi bangsa untuk membaca kembali karya Indonesia Menggugat (1930) oleh Soekarno dan Indonesia Merdeka (1928) oleh Mohammad Hatta. Dari situ, bangsa ini dapat belajar banyak hal.

“Semua manusia, semua pemimpin, ada titik lemahnya. Tetapi kelemahannya itu tidak mengurangi penghargaan kita kepada mereka,” ulasnya. Buya Syafii juga mengajak pemimpin untuk memahami salah satu filosofi kepemimpinan Minang: seorang pemimpin hanya didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting.

Tentang Muhammadiyah, Buya Syafii mengapresiasi capaian yang terus ditorehkan oleh organisasi ini. “Tentunya, dengan segala kekurangan Muhammadiyah, Muhammadiyah itu tidak peduli kritik orang. Muhammadiyah itu kekuatannya dari bawah, dari akar rumput. Tanpa ada PP Muhammadiyah, gerakan akar rumput dapat bertahan sebagai gerakan amal.” Buya menitipkan supaya dalam aspek pemikiran, Muhammadiyah perlu dipacu lagi.

Selain itu, Buya juga merasa optimis dan gembira pada beberapa capaian terkini yang telah diraih oleh Muhammadiyah. UMM Malang yang oleh Prof Azyumardi Azra disebut telah dinobatkan sebagai Universitas Islam terbaik pertama di dunia mengalahkan Universitas di Teheran maupun di negara Islam yang lain. Di peringkat atas itu UM Malang tidak sendirian masih ada UM Yogyakarta (peringkat 4) dan UM lain yang masuk peringkat terhormat.

Menurut Buya Syafii, UMM Malang yang di peringkat pertama dunia itu berangkat dari nol. Dari bangunan berdinding bambu.  Apalagi sekarang Muhammadiyah juga sudah merintis Perguruan Tinggi  di Negeri Perlis Malaysia. Capain-capaian ini menurut Buya akan selalu membuatnya optimis pada Muhammadiyah dan juga kepada bangsa Indonesia untuk terus bisa lebih maju.

Tentang umat Islam Indonesia, Buya Syafii berpesan supaya perlu banyak bersyukur, optimis, dan mengembangkan sikap kritis. “Anak muda perlu baca buku yang tebal, baca yang banyak, yang bikin otak dan jantung berdansa,” tukas Buya Syafii Maarif.

***

Sementara itu, Azyumardi Azra melihat bahwa dalam merayakan HUT RI ke-76 ini, “kemerdekaan kita perlu direjuvenasi, dimudakan kembali, dikasih energi kembali, dikasih semangat baru.” Hal ini dapat diukur dengan cita-cita dalam pembukaan UUD 1945: “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”

Setelah 76 tahun kemerdekaan, banyak hal yang sudah tidak sesuai dengan semangat awal kemerdekaan. Misalnya, kata Azra, peran negara untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia: saat ini di musim pandemi, angka kemiskinan sangat tinggi sekali. “Ini rakyat banyak yang tidak terlindungi. Saya memperkirakan hampir 40 juta rakyat hidup susah,” ujarnya.

Azra menyebut perlindungan rakyat dan rasa keadilan yang belum terpenuhi. “Ketika warga negara kita tidak boleh ke mana-mana, sementara ada tenaga kerja asing masuk secara leluasa.” Dalam hal ini, Indonesia perlu meningkatkan kewibawaannya sebagai bangsa dan punya daya tawar di hadapan negara superpower seperti AS dan RRC. Indonesia perlu menjadi penyeimbang kekuatan di Asia Pasifik di mana banyak negara tidak berdaya oleh RRC.

Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah ini juga menyinggung tentang tugas negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. “Ini sudah dua tahun pandemi, sekolah daring, tetapi alatnya tidak merata.” Menurutnya, Indonesia yang sangat luas dan beragam, tidak sepenuhnya seperti di Jakarta dan kota besar yang fasilitasnya merata.

Dalam hal memajukan kesejahteraan umum, Azra melihat ada hal yang belum merata. Azra menyebut bahwa Indonesia beruntung memiliki kekuatan sipil yang kuat. “Muhammadiyah mengerahkan 86 rumah sakit untuk penanganan pasien Covid-19.” Dana yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah setara 1 triliun. “Kita beruntung punya ormas seperti Muhammadiyah.” Mahasiswa di perguruan tinggi Muhammadiyah itu mendapat subsidi selama masa Covid-19.

Sejak awal Muhammadiyah melakukan aktivitas pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial. “Saya optimis dengan peran Muhammadiyah ke depan,” katanya. Dalam hal paham keagamaan, Muhammadiyah punya rumusan yang sering disebut sebagai paham Islam berkemajuan atau Islam wasathiyah. Al-ruju ila Qur’an wa al-Hadis bukan secara literal tetapi kotekstual, dan berorientasi ke depan. Orientasi ke masa depan itu memadukan sains dan pengetahuan agama.

Azra optimis dengan Islam Indonesia. “Islamnya itu egaliter, semua orang dapat menyampaikan pikirannya sendiri. Di negara lain, seperti Malaysia, dalam khutbah itu ada doa khusus untuk sultan.” Dalam situasi ini, Azra menyambut baik kehadiran Universitas Muhammadiyah di Malaysia yang punya makna penting bagi Muhammadiyah dan bangsa Indonesia. “Umat Islam Indonesia itu harus banyak bersyukur,” ujarnya.

Selama ini, ungkap Azra, literatur keislalam Indonesia sangat hegemonik di Asia Tenggara. Karya-karya ulama Indonesia menjadi rujukan di Malaysia, Pattani, dan lain-lain. Oleh karena itu, kehadiran UMAM dapat menjadi harapan bagi pengembangan dakwah pencerahan Muhammadiyah di Asia Tenggara yang dimulai dari Malaysia. (ribas)

 

Exit mobile version