YOGYAKARTA. Dalam memperingati kermerdekaan Indonesia ke-76 Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Yogyakarta (DPD IMM DIY) menggelar dialog kemerdekaan dan launching buku “Merayakan Kebhinekaan: Telaah Kritis Masalah Keindonesiaan” karya kader-kader IMM DIY. Acara tersebut dilaksanakan secara online melalui zoom cloud meeting.
Dalam sambutannya Akmal Akhsan, selaku Ketua Umum DPD IMM DIY menuturkan “Buku yang ditulis oleh kader-kader IMM DIY merupakan sebuah penghayatan dan mampu menempatkan IMM sebagai bagian dari pemecahan masalah kebangsaan sebagai prasyarat meneguhkan kebhinekaan,” Selasa (17/8/2021).
Dalam acara tersebut turut hadir di tengah-tengah forum dialog, Dr. H. Immawan Wahyudi, M.H (wakil bupati Gunung Kidul 2011-2021, Ketua Umum DPPs IMM 1085-1986), Pradana Boy ZTF, Ph.D (Cendikiawan muda Muhammadiyah), dan Najih Prastiyo, S.H.I., M.H., sebagai narasumber.
Sebagai pembicara pertama Immawan Wahyudi menyampaikan “Dalam merefleksikan kemerdekaan, Indonesia perlu melakukan seuah resolusi dalam menyelesaikan sekelumit persoalan yang dialami bangsa. Perlu ada langkah-langkah strategis dan tepat sasaran untuk dilakukan. Di sisi lain jangan membesar-besarkan masalah yang sebenarnya kecil, dan jangan mengecilkan persoalan yang besar.”
“Kader-kader IMM jangan sampai terlibat dalam framing-framing yang memecah belah bangsa,” tutur Immawan melanjutkan.
Pradana Boy ZTF dalam pemaparannya menjelaskan “Secara umum, kita berpihak kepada Kebhinekaan, namun ada sekelompok orang yang justru tidak berpihak pada Kebhinekaan. Padahal kebhinekaan adalah kekayaan luar biasa yang dimiliki bangsa kita.”
“Secara normatif Islam menjunjung tinggi adanya perbedaan, dan merupakan skenario Tuhan,” Pradana Boy menambahkan.
Sebagai narasumber ketiga, Najih Prastiyo menyampaikan “Allah bisa saja menciptakan semua menjadi satu, namun Allah lebih menghendaki adanya keberagaman.Tujuannya adalah agar kita dapat berlomba-lomba dalam kebaikan. Kalau kita sama, secara hakikat kita tidak bisa berlomba-lomba dalam kebaikan.”
“Problem mendasar kita adalah membaca, karena keterbatasan bacaan kita yang kemudian menyebabkan adanya pemahaman tunggal dan pada akhirnya merasa paling benar sendiri serta tidak menerima adanya perbedaan,” Najih menambahkan. (immdiy)