Dirundung Kesedihan karena Ditinggal Si Bungsu

Dirundung Kesedihan karena Ditinggal Si Bungsu

Assalamu’alaikum wr wb.

Bu Emmy yth., saya ibu dari 2 putri yang berprofesi sebagai perawat. Enam bulan yang lalu si bungsu yang baru masuk SD meninggal. Kalau bicara mengenai si bungsu, badan saya jadi lemas, air mata keluar tak terbendung. Sulit sekali menghapus ingatan tentang almarhumah. Ia selalu hadir dalam ingatan disertai duka yang mendalam.

Rasa bersalah itu sampai sekarang masih ada dalam hati saya. Saya adalah ibu yang bodoh, lalai tidak mampu menjaga anaknya, tak mampu mengenali tanda-tanda bahwa anak mengalami syock sepsis. Padahal saya sudah menjadi perawat anak selama belasan tahun.

Awal-awal sepeninggalnya saya masih bisa ke makamnya setiap hari, akhir-akhir ini melihat kompleks makamnya saja sudah lemas. Di rumah juga begitu, saya tidak tahan melihat pakaian, mainan, piala prestasinya dan buku-bukunya. Kenapa saya rasakan seperti ini? Kata orang semua ini akan hilang seiring dengan berjalannya waktu. Kenapa saya justru makin sedih. Anak saya memang lucu, cantik dan rasa ingin tahunya besar dan aktif mengikuti kegiatan-kegiatan di sekolahnya. Kami berharap banyak pada si bungsu karena tampak cerdas. Tapi, Allah berkehendak lain. Saya mohon saran dari ibu agar bisa lebih tegar, bisa mengembalikan kondisi fisik saya yang lunglai karena tiap malam susah tidur. Saya ingin bisa kembali hidup normal seperti dulu. Atas jawabannya jazakumullah.

Wassalamu’alaikum wr wb.

Yeti, somewhere

Wa’alaikumsalam wr wb.

Bu Yeti yth., saya ikut berduka atas meninggalnya si bungsu yang cantik dan cerdas. Maaf, saya harus katakan bahwa urusan kematian memang sangat lekat dengan kehendak Allah untuk mengambil hambaNya.Dalam hidupnya, seseorang yang mengalami kehilangan orang yang dicintai, ditengarai mengalami stres pada tingkat yang tertinggi.

Tidak ada patokan yang baku, tentang berapa lamanya seseorang bisa dikatakan berada dalam kondisi benar-benar sudah siap melanjutkan hidup, move on setelah ditinggal orang yang dicintai. Tetapi tidak disertai gejala-gejala lemas, sedih yang mendalam seperti yang ibu alami.

Biasanya, orang yang berduka seperti Anda, akan melampaui 5 tahapan, sampai move on. Ketika peristiwa meninggalnya orang yang dicintai, dalam kesedihan yang mendalam, ada rasa tidak percaya. Menyangkal untuk menerima kenyataan bahwa ia sudah tiada.

Bila akhirnya,kita bisa melihat kenyataan bahwa orang yang kita cintai benar sudah meninggal dunia, muncul rasa marah. Kenapa anak yang cantik, pandai dan sayang orang tua kok diambil? Mengapa penjahat dipanjangkan umurnya? Menangis keras, merasa bersalah karena tidak cukup waktu untuk mengurus ketika almarhum sakit. Fase ini diikuti oleh fase tawar-menawar. Kita berandai-andai, biasanya saat bicara pada diri sendiri yang dikatakan adalah “seandainya aku lebih peka, pasti si bungsu masih hidup.” Tentu saja yang pergi tetap pergi, bukankah ini keputusan Allah? Masuklah ke tahap keempat yaitu depresi. Ini ditandai oleh perasaan murung, sedih berkepanjangan, malas makan, malas ketemu orang, ingin berada dekat makamnya. Kalau suatu saat kesedihan itu diangkat oleh Allah, biasanya ini disebabkan oleh kembalinya rutinitas, karena tuntutan pekerjaan, maupun keimanan yang makin kuat, sehingga bisa mengubah mindset bahwa suatu saat kematian pasti datang pada setiap orang yang hidup. Pelan-pelan kita akan kembali pada kondisi emosi yang stabil. Makin sibuk bekerja dan menyayangi kakaknya, maka ini berarti sudah sampai di tahap acceptance (penerimaan).

Saya tidak hendak menghakimi dengan mengatakan bahwa Anda sekarang berada di fase ini. Bukan, saya hanya berbagi tentang tahapan berduka yang sudah dibuat berdasarkan riset ilmiah untuk mengajak ibu bergegas melampaui tahapan-tahapan ini, dan setelah sampai fase penerimaan, cobalah membuat diri Anda berbuat lebih banyak untuk anak-anak yang kurang beruntung. Memberi makan pada mereka yang kurang. Yang penting berbuatlah.

Sebagai perawat, sayangilah pasien-pasien dengan lebih tulus maka ketulusan Anda direspon oleh pasien dengan emosi positif. Saya yakin perasaan nyaman akan melingkupi diri saat bekerja. Juga menjadikan diri bermanfaat bagi orang banyak, akan memberi energi luar biasa untuk mengatasi kesedihan ibu. lakukanlah kebaikan-kebaikan dalam mengisi hari-hari anda. Menurut saya tidak mengapa tidak sering-sering ke makam. Setiap ingat, do’akan dia. jangan lupa, lebih mendekat ke Allah, memelihara salat, agar Allah juga menjaga hati dan perasaan kita agar selalu yakin bahwa Allah Mahatahu apa yang terbaik untuk hambanya. Wassalam.

Sumber : Majalah SM Edisi 23 Tahun 2019

Kami membuka rubrik tanya jawab masalah keluarga. Pembaca bisa mengutarakan persoalan dengan mengajukan pertanyaan. Pengasuh rubrik ini, Emmy Wahyuni, Spsi. seorang pakar psikologi, dengan senang hati akan menjawabnya.

Exit mobile version