Batu Penarung Dakwah

Najran

Foto Dok Awsat

Oleh: Alfian Dja’far (Guru Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta)

Dakwah Kiai Dahlan di awal awal mendirikan Muhammadiyah mengalami rintangan yang sangat berat, beliau pernah dikatakan kiai kafir, bahkan diancam akan di bunuh. “Kalau berani datang sekali lagi ke Banyuwangi akan disambut kelewang dan istrinya akan dijadikan pelayan”, mendengar ancaman tersebut Kiai Dahlan malah semakin mantap dan yakin untuk  melanjutkan perjalanan dakwahnya  ke Banyuwangi walaupun saat pihak keluarga mencegah beliau untuk berangkat akan tetapi sesampai di Banyuwangi ancaman itu tersebut tidak menjadi kenyataan.

Ancaman yang dihadapi Kiai Dahlan tidak hanya berasal dari luar Yogyakarta, akan tetapi juga datang dari masyarakat kampung Kauman Yogyakarta, kala itu langgar beliau pun  sampai dibakar, cobaan demi cobaan beliau hadapi tidak sedikitpun menyurutkan langkahnya untuk terus berdakwah dan menyebarkan ajaran ajaran Islam yang menggembirakan bagi semuanya.

Kiai Dahlan dalam setiap kesempatan selalu berpesan pada murid dan sahabatnya untuk terus berpegang teguh dan istiqomah pada nilai nilai kebenarannya serta terus berdakwah dan memajukan gerak amal persyarikatan muhammadiyah  dan tidak boleh  surut walaupun menemui banyak alangan. Pada satu  kesempatan kiyai Dahlan pernah menyampaikan terkait kewajiban setiap manusia. “Aku sudah tua, berusia lanjut, kekuatanku pun sudah sangat terbatas, tapi, aku tetap memaksakan diri memenuhi kewajiban ku beramal, bekerja, dan berjuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi perintah Tuhan. Aku sangat yakin seyakin-yakinnya bahwa memperbaiki urusan yang terlanjur salah dan disalah gunakan atau diselewengkan adalah merupakan kewajiban setiap manusia, terutama kewajiban umat Islam. (Munir Mulkhan, 2007)

Suatu ketika diawal tahun 1923 Kiai Dahlan kembali jatuh sakit, melihat sakitnya Kiai yang semakin parah, Siti Walidah meminta dengan sangat agar kiai bersedia beristirahat dulu untuk beberapa saat bagi penyembuhan dari sakit. Mendengar permintaan istrinya itu kiai begitu terkejut dengan mengatakan bahwa jika selama ini orang lain memintanya berhenti beramal tak digubris, kini justru istrinya sendiri yang ikut melarang. Kiai dahlan kala itu bersikukuh bahwa ia tidak boleh berhenti bekerja, bahkan harus bekerja keras karena jika lambat maka gerakan ini akan gagal. (Munir Mulkhan, 2007 )

Apa yang disampaikan dan dicontohkan Kiai Dahlan setidaknya harus terus menjadi pegangan disetiap warga persyarikatan untuk terus berjuang dan menegakkan serta menjunjung tinggi agama islam terutama dalam perkara yang telah di putuskan oleh organisasi harus terus kita pegangi, pedomani serta direalisasikan semaksimal mungkin.

Setiap usaha kebaikan yang kita lakukan di jalan dakwah selalu akan ada “Batu Penarung”. Batu Penarung yang ada tidak seharusnya menjadikan kita surut untuk melangkah dan menjadikan sebab untuk tidak melanjutkan perjuangan yang telah di siapkan dan sepakati  sebelumnya.

Apa yang di contohkan Kiai Dahlan  sudah lebih dari cukup bagi kita untuk menjadi spirit dalam berdakwah dan tetap berdakwah dan memperjuangkan apa yang telah di tetapkan oleh persyarikatan.

“Batu Penarung” yang ada semakin menjadikan kita solid dan menambah semangat untuk terus berdakwah pada sebuah kesempatan Buya Syafi Maarif pernah menyampaikan, “tidak ada kekusutan yang tidak bisa diurai dan tidak ada kekeruhan yang tidak bisa di jernihkan”. Setiap sandungan dan alangan dalam jalan dakwah selalu akan ada jalan keluarnya. Semoga Allah selalu memudahkan menjauhkan kita dari “Batu Penarung dakwah“ apa yang kita perjuangkan  selalu diberikan kekuatan untuk melewati nya. Wallahu a’lam

 

Exit mobile version