Olahraga, alat musik bersenar (biola?), pakaian model Eropa, foto, dan penggunaan huruf latin untuk menulis ayat Qur’an dan hadits Nabi. Itulah lima bid’ah yang menyebabkan kaum kolot menyatakan Muhammadiyah sebagai perkumpulan “ingkar Nabi”.
Dalam tulisan yang berjudul “Si Tukang Bid’ah di Tahun 1926” di Majalah Suara Muhammadiyah nomor 01 tahun 2021 penulis pernah menjanjikan akan menjelaskan jawaban tim redaksi SM pada seorang penanya tentang lima bid’ah yang dilakukan warga Muhammadiyah.
Pertanyaan itu diajukan oleh pelanggan Suara Muhammadiyah dengan nomor pelanggan 183 yang bernama M. Moenawar bin Halil dan berdomisili di Kendal. Pertanyaan itu dijawab oleh Pemimpin Redaksi Suara Muhammadiyah (Abdul Azis). Pertanyaan dan jawaban ini dimuat di dalam Suara Muhammadiyah edisi Muharram tahun 1345/Juli 1926 halaman 331-332.
Bunyi pertanyaan sebagai berikut:
- Bagaimanakah hukum sport (olah raga), misalnya Foetbal (sepak bola) dan sebagainya sedang olahraga itu sudah diharamkan dari pihak Islam kolot, karena hal itu ada tasabbuh (serupa) dengan orang kafir.
- Bagaimanakah hukumnya orang Islam belajar strijk (strijkenstrujent; alat musik bersenar yang digesek dengan busur; sejenis biola atau rebab), hal ini juga sudah diharamkan kaum Islam yang kolot.
- Bagaimanakah hukumnya orang Islam berpakaian cara Eropa (celana, jas, dll)? Karena ini hal juga ada tasabbuh dengan orang kafir.
- Bagaimanakah hukumnya orang Islam berpotret? Karena (ada) keterangan bahwa Malaikat Rahmat (tidak) suka masuk rumah yang di dalamnya ada gambar.
- Bagaimanakah hukumnya menulis Al-Qur’an atau hadits Nabi SAW dengan memakai huruf latin karena huruf latin ini dipandang oleh kaum kolot ada hina.
Oleh karena Muhammadiyah ini ada (biasa) menjalankan perkara lima tersebut maka sekalian kaum kolot menetapkan bahwa Muhammadiyah itu mungkir (mengingkari) akan diutusnya KN Muhammad SAW juga menyatakan Muhammadiyah sebagai pusatnya ahlil bid’ah (tukang bikin model menurut nafsunya sendiri).
Yang demikian ini kami saben (setiap) hari mendapat serangan dari kaum kolot itu dan kami pun telah mendebat padanya dengan sedapat-dapatnja. Hanya saja lima perkara tersebut kami belum dapat menjawabnya. Dari itulah kami mohon supaya tuan Redaktur sudi menjawab sampai terang adanya.
Jawaban redaksi Suara Muhammadiyah kala itu kurang lebih sebagai berikut
Hukum sport (olah raga) itu mubah bahkan ada orang alim yang menyebutnya wajib karena kita diperintahkan untuk mengejar kekuatan dengan cara apa saja (salah satunya dengan olah raga). Karena Al-Qur’an juga menyebut “Dan sediakanlah olehmu, kekuatan untuk melawan musuhmu dengan sekuatmu (dengan seluruh kekuatan yang ada padamu) (QS Al-Anfal [8]; 60)
Persoalan hukum strijk itu masuk kategori khilafiah (diperselisihkan), setengahnya ada yang mengharamkan dan yang lain pula menghalalkan. Kedua pendapat itu sudah ada sejak zaman para ulama kuno (bukan kaum sekarang). Hal ini juga berulang-ulang telah dibahas dalam halaman SM ini. Jadi buat kita, kaum Muhammadiyah tidak berani menetapkan (menyatakan) hal yang masih diperdebatkan (khilafiah) itu sebagai hal yang haram. Kecuali ada sesuatu yang jelas menunjukkan kemungkarannya, Muhammadiyah baru akan berani menyatakan sesuatu itu sebagai hal yang haram.
Perkara pakaian di dalam Islam tidak ada batasan seperti apa bentuk dan modelnya. Batasan yang ada hanyalah pakaian itu tidak dari sutra atau emas (bagi laki-laki). Jika ada orang mengharamkan (karena) tasabbuh (menyerupai) dengan orang kafir (karena memakai pakaian model orang Eropa) itu kami rasa hanya karena mereka tidak pantas kalau memakainya (pakaian model Eropa itu). Misalnya orang itu sudah berumur atau memang tidak mampu membeli pakaian yang kita orang muda pakai, lalu mereka itu (kaum kolot) menetapkan hukum sesukanya sendiri.
Cobalah tuan fikir yang panjang. Orang yang mengharamkan (pakaian Eropa) karena serupa dengan orang kafir itu apa tidak pernah dan tidak akan mau naik Spoor (kereta api)? Tidak mau naik kereta yang ditarik kuda? Tidak mau naik auto (mobil)? Tidak mau makan memakai piring? Dan tidak mau pula minum teh dengan cangkir dan gula yang manis? Tampaknya mustahil sekali, bukan?
Bukankah semua hal itu semua juga (sama dengan kebiasaan) dari orang yang di anggap kafir, tetapi mengapakah mereka itu masih diam dan tetap saja melakukan hal-hal tersebut? Malahan kalau datang ke tempat sanak saudaranya, lalu dipersilahkan duduk kursi yang bagus dan cangkir teh yang indah, maka ia terlihat gembira sekali. Apa ini tasabbuh tidak haram? Kalau tidak haram, apakah bedanya pakaian dengan hal lainnya? Dan di manakah ada wet (aturan hukum) yang menetapkan tasabbuh pakaian itu haram? Sedang junjungan kita Nabi SAW juga pernah memakai pakaian orang Majusi, beranikah kaum (mereka) itu mengafirkan KN Muhammad SAW? Beberapa orang Islam di Negri Eropa juga sama berpakaian memakai celana. Apakah itu juga tidak sah Islamnya? Apa dikira saban (setiap) orang pakai celana itu mesti kafir?
Perkara potret itu memang ada Hadits yang menyatakan hal tersebut, tetapi hadits bukan termasuk hadits yang kuat karena bukan termasuk hadits yang mutawatir. Jadi kalau ada orang yang melanggar keterangan hadits itu tidak akan menjadikan dia kafir dan tidak haram pula. Adapun gambar yang diharamkan itu adalah arca yang dimuliakan sehingga terasa dalam hati. Sehingga ada keyakinan di hati bahwa arca itu berguna bagi yang memeliharanya.
Jika potret (Foto) itu diharamkan, niscayalah kita orang Islam ini tidak mempunyai uang, alias miskin. Karena dalam setiap uang kertas dan uang setengah cent pun, terdapat juga gambar yang di anggap haram itu. Misalnya, gambarnya Raja Belanda, Jan Peterson Koen. Dan gambar Leuw (Leo; Singa) yang terlukis di atas Kroen, Apakah ini juga haram?
Kami ada keyakinan bahwa sekalian kaum yang mengharamkan itu masih juga suka menyimpan uang yang ada gambar yang telah diharamkan. Dengan begitu, argumen mereka telah jatuh dengan sendirinya. Dan jika mareka masih terus menyiarkan hukum yang tidak sah itu, mereka itu dapat dibilang telah menaruh noda di atas agama kita yang mulia. Orang yang belum banyak tahu tentang Islam akan gampang menolak ajaran Islam karena perbuatan-perbuatan yang tidak kosisten kaum kolot itu.
Untuk jawaban pertanyaan kelima (penulisan Qur’an dan hadits dengan huruf latin), jawaban itu lumayan panjang, insyaallah akan kami bahas tersendiri di tulisan berikutnya. Kebanyakan argumen yang digunakan kaum kolot untuk menyerang kaum muda terpelajar ini menjadi sebab kemunduran agama Islam. Karena ulah kaum kolot yang suka mengkafrkan dan membid’ahkan orang lain itulah, Islam yang mulia ini menjadi bahan tertawaan orang yang tidak suka kepada Islam.
Meski sudah hampir satu abad berselang, catatan redaksi Suara Muhammadiyah untuk kaum yang hobi dan gampang serta serampangan mengharamkan dan membid’ahkan semua hal ini, tampaknya masih cukup relevan hingga hari ini.
Siapakah kaum kolot yang disebut di Suara Muhammadiyah tahun 1926 dan siapa pula kaum kolot pada hari ini? Para pembaca pasti punya jawaban tersendiri.
Oleh: Isngadi Marwah Atmadja, Redaksi Suara Muhammadiyah yang tidak cakap memainkan semua jenis alat musik.
Tulisan ini pernah dimuat di majalah Suara Muhammadiyah edsi nomor 12 tahun 2021 dengan judul: Mengharamkan Foto Tapi Menyimpan Uang; Jawaban Untuk Kaum Penuding Bid’ah di Tahun 1926