Memasuki abad kedua, Muhammadiyah kini relatif telah memiliki segalanya sebagai gerakan Islam yang besar, maju, dan modern. Struktur kepemimpinannya dari pusat hingga ranting menyebar ke seluruh penjuru tanah air. Gerakan Muhammadiyah di basis masyarakat menempati posisi yang sangat penting dan strategis. Umat atau masyarakat di lingkungan ranting merupakan basis jamaah di akar rumput yang akan menjadi patokan kuat atau tidaknya keberadaan dan kehadiran gerakan dakwah Muhammadiyah.
Rumah utama gerakan Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah kemasyarakatan sesungguhnya berada di ranting. Menurut AD/ART, ranting merupakan basis pembinaan dan pemberdayaan anggota. Ranting adalah akar gerekan Muhammadiyah dengan seluruh komponennya. Termasuk gerakan Aisyiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah, dan lain-lain. Ranting sebagai penyangga kekuatan gerakan Muhammadiyah sebagaimana fungsi akar dari sebuah pohon besar.
Namun yang menjadi pertanyaan, adakah jiwa, pemikiran, dan langkah-langkah Muhammadiyah yang berorientasi ke basis komunitas atau jamaah di akar rumput yang itu masih melekat dalam gerakan Islam pembaru ini? Pertanyaan tersebut layak untuk direnungkan oleh seluruh pimpinan persyarikatan di berbagai tingkatan.
Apalah artinya Muhammadiyah berkibar di ranah global manakala tercerabut dari akar jamaah, umat, dan masyarakat di basis ranting. Artinya gairah Muhammadiyah di forum internasional dan nasional harus berbanding lurus dengan kekuatan di basis lokal, yang kekuatannya berada di ranting sebagai kesatuan anggota. Jelajah yang membuana seluas apapun lama kelamaan akan rapuh, jika gerakan Muhammadiyah tidak menghujam ke bawah.
Dengan asumsi kini Muhammadiyah telah memiliki segalanya, tentu harapannya pergerakan ke akar rumput makin bergelora karena segala daya dan dukungan telah dimiliki. Jika rantingnya hidup maka Muhammadiyah bersama seluruh komponennya akan kuat karena memiliki pilar strategis. Sebaliknya, gerakan Muhammadiyah akan rapuh manakala rantingnya lemah dan mati.
Muhammadiyah yang sejati memang berada di struktur kepemimpinan paling bawah (grass-root). Mereka harus dibina dan diberdayakan bukan sebagai anggota pasif, tapi sebagai objek dalam persyarikatan yang secara langsung harus menjadi pelaku atau aktor yang aktif dari gerakan Muhammadiyah. Di dalam buku “Dinamisasi Gerakan Muhammadiyah: Agenda Strategis Abad Kedua” penulis ingin menyampaikan kepada kita betapa pentingnya setiap person yang ada di dalam persyarikatan untuk mempercepat gerak langkah dakwah Muhammadiyah.
Siapa pun dan apa pun latarbelakangnya, setiap anggota Muhammadiyah memiliki andil besar dalam melakukan dinamisasi gerak organisasi. Melakukan percepatan di segala bidang. Hal ini dilakukan tidak lain untuk mereaktualisasi nilai-nilai gerakan, mengoptimalkan peran pimpinan, merevitalisasi regulasi organisasi dan amal usaha, serta pengembangan pemikiran. Maka yang harus dilakukan pertama kali adalah pemberdayaan gerakan di akar rumput sebagai pondasi jiwa persyarikatan tercinta. (Diko Ahmad Riza Primadi)
Judul: Dinamisasi Gerakan Muhammadiyah: Agenda Strategis Abad Kedua
Penulis: Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M.Si
Ukuran: 14 x 21 cm
Tebal Buku: xii + 268 hlm
Cetakan: I, Juli 2015
Penerbit: Suara Muhammadiyah