Mewujudkan Islam yang Pro Kepada Perdamaian dan Kesejahteraan

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pengajian Tarjih Muhammadiyah edisi 141 yang berlangsung secara daring pada Rabu (22/9) mengusung tema “Tauhid dalam Muhammadiyah: Keyakinan untuk Mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan dan Kebahagiaan.” Hamim Ilyas selaku Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan sekaligus pemateri mengatakan bahwa tauhid dalam Muhamadiyah merupakan bentuk keimanan untuk mewujudkan kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan hidup umat manusia.

“Sementara yang lain penjabarannya tidak seperti itu, dimana dalam ilmu kalam dapat dibedakan menjadi lima sistem kepercayaan, yaitu spiritual, konservatif, ideologis (Tertutup dan terbuka), semi etis dan etis,” jelasnya.

Hamim melanjutkan penjelasannya bahwa akhidah atau tauhid dalam Muhammadiyah diajarkan dalam kerangka al-urwatul wutsqa dengan implementasi diantaranya dalam pendahuluan Anggaran Dasar (Al-Ushul as-Sab’ah/Tujuah Ajaran Dasar Muhamadiyah). Sehingga orang Muhamadiyah itu harus mengikuti tuntunan anggaran dasar tersebut, jika tidak maka bermuhamadiyahnya tidak sah atau tidak memenuhi rukun.

Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu menjelasakan bahwa pembicaraan tauhid dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT) jilid 1, menggunakan kerangka al-urwatul wutsqa yang artinya pegangan paling kuat dalam memeluk agama Islam sehingga menjadi pedoman penghayatan dan pengamalan agama Islam.

Hamim menjelaskan beberapa makna Islam, Iman dan Ihsan sebagai pedoman penghayatan dan pengamalan ajaran Islam. Ketundukan untuk mewujudkan hidup yang baik di dunia dan akhirat. Menurutnya, Islam adalah ketundukan kepada Allah melalui kehendak-Nya (Qauliyyah, kauniyyah dan tarikhiyyah).

Ada sebuah hadist dari Umar Bin Khatab yang menjelaskan “Islam” dalam pengertian ketundukan dengan cara beribadah, yang kemudian populer disebut sebagai rukun Islam dan di Muhammadiyah disebut ibadah khashah.

Kedua, iman. Jika dipahami dari asal bahasanya pengertian iman adalah kepercayaan, yang membuat aman dan damai. Sehingga membuat manusia memiliki amanah dalam kehidupan pribadi, sosial dan kemanusiaan universal. Terakhir, makna Ihsan yaitu pengabdian untuk mewujudkan hidup baik di dunia maupun di Akhirat. Ihsan dalam pengertian pengabdian ini, dengan memperhatikan kedudukan manusia di bumi sebagai hamba dan khalifah Allah yang harus menyelenggarakan kehidupan dengan atas nama-Nya, membawa nama-Nya, dan dengan memohon berkat-Nya, ta’budu dalam hadist tersebut bermakna pengabdian.

“Pengabdian manusia kepada Allah dengan kedudukan itu dilaksanakan dengan peran-peran sebagai pribadi, hamba Allah, anggota keluarga, warga komunitas (misalnya: komunitas Muhammadiyah), warga masyarakat, warga negara dan warga dunia,” terangnya.

Selain itu, dalam pembahasan sistem keimanan yang terdiri dari 6 rukun iman. Himpunan Putusan Tarjih (HPT) menegaskan bahwa pokok-pokok akhidah yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan pokok-pokok akhidah yang benar, seperti yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah yang dikuatkan oleh riwayat-riwayat mutawir.

Menurut Hamim bahwa ada perbedaan nyata dalam perumusan akhidah tauhid sebagai sistem kepercayaan dalam Asy’ariyah dan Muhammadiyah. Dalam Asyariyah, akhidah atau tauhid menjadi sistem kepercayaan spiritual, sedangkan dalam Muhammadiyah menjadi sistem kepercayaan etis, karena itu Ahlil Haqqi was Sunnah dalam Muhammadiyah pengertiannya menjadi penganut kebenaran yang membebaskan dari ketidaksejahteraan, ketidakdamaian dan ketidakbahagiaan. (iza/guf/diko)

Exit mobile version