YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Program Studi Ilmu Hadis Universitas Ahmad Dahlan menyelenggarakan kuliah umum pada Sabtu, 16 Oktober 2021 yang diikuti oleh seluruh mahasiswa ilmu Hadis.
Ustadz Jannatul Husna, Ph.D selaku ketua Program studi ilmu hadis mengawali sambutan dengan penuh syukur karena bisa menyelenggarakan kuliah umum yang sudah rutin dilaksanakan sejak lima tahun lalu. Pada kuliah umum kali ini mendatangkan pemateri ustadz Dr Mohd Khafidz Soroni yang merupakan dosen Kolej Universiti Islam Antarbangsa Selangor (KUIS) Malaysia dan ustadz Dr Nur Kholis, M. Ag.
Tema yang diangkat pada kuliah umum kali ini adalah Kajian Hadis menurut Ulama Mazhab dan Ormas islam. Tema ini menjadi kajian penting terutama bagi mahasiswa ilmu hadis agar bisa memaksimalkan kajian keilmuan hadis kepada pemateri kita kali ini yakni ustadz Dr Mohd Khafidz Soroni dan ustadz Dr Nur Kholis, M. Ag yang merupakan pakar kajian kelimuan ini.
Ustadz Dr Mohd Khafidz Soroni menyampaikan materi dengan judul tradisi pengajian hadis dalam mazhab Hanafi dan mazhab Syafi’i.
Menurut beliau kajian ilmu hadis memang sudah menjadi kajian yang marak di Timur Tengah. Namun di Malaysia dan Indonesia masih menjadi kajian yang jarang dan langka.
Mazhab Syafi’i dan Hanafi adalah dua mazhab yang banyak memberi warna kepada pembentukkan teori dalam bidang hadis dan fiqh. Perselisihan pendapat diantara para ulama tidak dapat dielakkan, namun dibalik perbedaan pendapat ada adab dan semangat toleransi.
Penyusunan ulum al hadis oleh ulama Hanafi terdapat 36 karya. Sedangkan pada mazhab Syafi’i terdapat enam karya.
Ustadz Dr Nur Kholis sebagai dekan sekaligus pemateri yang kedua, menyampaikan tentang kajian hadis menurut Ormas islam khususnya pada Muhammadiyah.
Perkembangan studi hadis di Indonesia turut dipengaruhi dengan adanya ormas Islam di Indonesia. Dari berbagai Ormas Islam terdapat perbedaan perspektif. Di Muhammadiyah hadis memiliki posisi yang penting setelah al Qur’an sebagai asas yang mendasari pergerakan muhammadiyah. Bahkan menjadi bahasan formal dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah dan menjadi semboyan bahwa dalam Muhammadiyah segala sesuatu itu merujuk kepada al Qur’an dan As Sunnah maqbulah. Bahkan al Qur’an dan hadis ini menjadi kajian tidak hanya di Majelis Tarjih saja, namun juga menjadi kajian dalam setiap lembaga pendidikan amal usaha Muhammadiyah.
Muhammadiyah tidak menjadikan satu mazhab sebagai pegangan dalam menentukan hukum, namun Muhammadiyah merujuk terhadap al Qur’an dan hadis.
“Implementasi dari konseptualisasi Hadis dan Pemahaman di Muhammadiyah dilaksanakan melalui proses ijtihad Jama’iy (kerja ijtihad kolektif) yang dilakukan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid sebagai unsur organisasi di Muhammadiyah yang berfungsi membidangi masalah keagamaan,” ungkap ustadz Nur Kholis.
Majelis tarjih tidak anti kritik, justru majelis tarjih tidak menyalahkan golongan lain yang berbeda pandangan bahkan secara terbuka mendengar pandangan dari berbagai golongan asal tidak bertentangan dengan al Qur’an dan hadis sebagai landasan utama.
Di akhir sesi, Ust hafidz berpesan kepada seluruh mahasiswa ilmu hadis bahwasanya Allah memperindah diri seseorang yang mempelajari hadis, mendengar, dan orang yang menyampaikan hadis. Bahwa wajah ahli hadis mereka berseri-seri. (HMPS Ilmu Hadis UAD)