Jabatan, Antara Wasilah atau Ghoyah

TEGAL, Suara Muhammadiyah – Pemuda Muhammadiyah Ketileng menyelenggarakan ‘AMALA (‘Ngaji Malam Ahad) pada Sabtu (30 Oktober 2021) malam. Pengisi pengajian adalah H. Fathin Hammam S.Sos (Bendahara Pimpinan Daderah Muhammadiyah Kabupaten Tegal) dan Moderator Syarif Hidayat (Bidang Dakwah dan Pengkaderan, Pemuda Muhammadiyah Ketileng).

Tema pengajian yang diangkat adalah “Jabatan, antara wasilah atau ghoyah”. Menurut Awaludin, Ketua Pemuda Muhammadiyah Ketileng mengatakan bahwa tema tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi desa Ketileng. Di mana sedang ramai adanya program penjaringan perangkat desa dan seluruh peserta yang mengikuti seleksi tersebut merupakan anggota Pemuda Muhammadiyah ketileng, sehingga perlu adanya pembekalan tujuan mendapatkan posisi di pemerintahan, bersaing dengan sehat dan meniatkan diri mengabdi pada desa.

Lebih lanjut ia mengatakan, “Pemuda Muhammadiyah adalah wadah pengembangan diri dan siapapun nanti yang terpilih untuk tidak saling curiga, menerima dengan lapang dada, dan tetap aktif mengikuti pengajian ataupun kegiatan lainnya”.

Pada pengajian tersebut H. Fathin Hammam atau yang lebih akrab disapa dengan H. Ating menyampaikan bahwa manusia memiliki naluri untuk berkuasa atau menjabat sebagai saran aktualisasi diri, dengan jabatan orang akan menjadi dihargai dan dihormati. Namun perlu difahami, bahwa jabatan bukan sekedar tasyrif (kemulian) tapi juga harus difahami sebagai taklif, beban, amanah dan tanggung jawab.

Dalam sejarah dan fenomena kehidupan manusia, banyak kisah orang yang awalnya tehormat karena punya jabatan  berakhir menjadi terhina dan tidak dihargai karena tidak mampu menjaga amanah jabatan. Padahal awalnya sudah mati matian mencari jabatan dengan segala cara. Sehingga kita perlu belajar dari kisah di zaman Nabi Muhammad SAW, tentang sahabat Abu Dzar yang meminta diberi jabatan :

عن أبي ذرٍ رضي الله عنه، قال: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللّهِ أَلاَ تَسْتَعْمِلُنِي؟ قَالَ: فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَىَ مَنْكِبِي. ثُمّ قَالَ: يَا أَبَا ذَرَ إنّكَ ضَعِيفٌ وَإنّهَا أَمَانَةٌ، وَإنّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ، إلاّ مَنْ أَخَذَهَا بِحَقّهَا وَأَدّى الّذِي عَلَيْهِ فِيهَا

Pada suatu hari datang Abu Dzar Al-Ghifari dan bertanya kepada Nabi, “Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak memberi aku jabatan apa-apa?” sambil menepuk bahu Abu Dzar Al-Ghifari yang zuhud itu Nabi menjawab, “Wahai Abu Dzar, kau seorang yang lemah, sedangkan jabatan itu adalah Amanah,  jabatan kelak pada hari kiamat hanya akan menjadi penyesalan dan kehinaan, kecuali bagi orang yang dapat menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya (HR. Muslim).

Sabda Nabi itu tidak hanya untuk  Abu Dzar, tetapi untuk semua umatnya. Kedengarannya seperti mengancam, tapi seorang Nabi yang peduli pada umatnya itu sedang mengingatkan. Setidaknya ada tiga kriteria pejabat yang tersembunyi menurut H. Ating dalam pesan di atas yang harus kita fahami yaitu: harus amanah, mengambil jabatan dengan benar, dan menunaikan dengan baik dan penuh tangung jawab.

Masih menurut Bendahara PDM Kabupaten Tegal tersebut, ada quote humor yang berbunyi : “janganlah kamu mengejar dan mencari jabatan karena jabatan bukan pencuri, sebab banyak orang yang  mengejar dan mencari jabatan ternyata menjadi pencuri”.

Namun dibalik itu semua, kita perlu memahami, bahwa dengan jabatan orang akan memiliki banyak keutamaan dan keberkahan. Jika dia menjadi pemimpin yang adil maka akan masuk kedalam salah satu 7 golongan yang mendapat naungan dihari kiamat dan jika dia dengan jabatannya mengajak amar maruf nahi munkar maka akan mendapat pahala berlipat ganda.

Dalam alquran, menjadi pejabat yang ideal harus memiliki kreteria berikut:

Pertama sebagaimana yang tertuang dalam QS Al Qasas ayat 26 berikut:

قَالَتْ إِحْدَىٰهُمَا يَٰٓأَبَتِ ٱسْتَـْٔجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ ٱسْتَـْٔجَرْتَ ٱلْقَوِىُّ ٱلْأَمِينُ

Artinya: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.

Menurut H. Ating, “Qowiyu adalah kuat dalam segala hal, fisiknya imannya, mentalnya, ekonominya, dan lainnya. Sementara Amin berarti dapat dipercaya dan jujur.

Dasar hukum yang kedua adalah QS Yusuf Ayat 55 yang berbunyi:

قَالَ اجْعَلْنِيْ عَلٰى خَزَاۤىِٕنِ الْاَرْضِۚ اِنِّيْ حَفِيْظٌ عَلِيْمٌ

Artinya: Dia (Yusuf) berkata, “Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, dan berpengetahuan.”

Menurut H. Ating “Hafizhun artinya adalah seorang yang pandai menjaga. Yakni, seorang yang punya integritas, kepribadian yang kuat, amanah, jujur dan akhlaknya mulia, sehingga patut menjadi teladan bagi orang lain atau rakyat yang dipimpinnya.”

Sedangkan kata ‘Alim adalah seorang yang memiliki kemampuan dan pengetahuan yang memadai untuk memimpin rakyatnya dan membawa mereka hidup lebih sejahtera,” tutup H. Ating. (PM Ketileng)

Exit mobile version