Judul : Berguru Kepada 40 Pendekar Agama-Sastra-Jurnalistik (Pengalaman Wawancara dan Menyerap Ilmu Para Tokoh)
Penulis : Mustofa W Hasyim
Penerbit : Suara Muhammadiyah
Cetakan : 1, September 2021
Tebal, ukuran : xvi + 238 hlm., 14 x 21 cm
ISBN : 978-602-6268-90-7
Penulis buku ini, Mustofa W Hasyim merupakan guru kehidupan bagi banyak orang. Melalui buku ini, Pak Mustofa berbagi pengalamannya berguru pada banyak pendekar. Militansinya sebagai wartawan cum sastrawan tidak diragukan lagi. Ia berpengalaman di Koran Masa Kini, Harian Yogya Post, Majalah Kuntum, Majalah Suara Muhammadiyah, Jurnal Cerpen, dan beberapa media lokal.
Bagi wartawan, proses menggali informasi dari narasumber merupakan momen penting menjemput pengetahuan dan kearifan. “Momentum berguru, momentum menyerap ilmu, momentum mendialogkan nilai-nilai, momentum berbagi pengalaman, dan momentum saling memahami dan saling menghargai” tulis Pak Mustofa (hlm vii).
Semisal pertemuannya dengan wartawan senior Ahmad Basuni, Pak Mustofa menemukan pencerahan untuk menekuni dunia wartawan dan sastrawan. “Di dunia wartawan, yang ditulis adalah fakta yang tidak boleh dicampur imajinasi…. Kalau menulis karya sastra, fakta boleh diolah dengan imajinasi untuk mengantarkan pesan atau ide yang ingin disampaikan. Ide menjadi kuat kalau permainan imajinasi juga kuat” (hlm 4).
Buku ini mengajak pembaca menyertai langkah Pak Mustofa bertemu para guru yang mungkin tidak bisa dijangkau. Ada misalnya Mohammad Diponegoro, yang dikenal sebagai mantan tentara, jurnalis, penulis naskah drama, penulis cerpen dan karya sastra lainnya. Salah satu pentas drama karya penggerak Teater Muslim ini berjudul “Iblis”. Beliau juga menulis puitisasi terjemah Al-Qur’an.
Pak Mustofa mengajak pembaca menyerap inspirasi dari para tokoh seperti Kiai As’ad Human yang fenomenal karena karya buku Iqro, yang dijadikan referensi dalam belajar membaca Al-Qur’an. Ada juga nama Umar Kayam, Iman Budhi Santosa, Linus Suryadi AG, Romo Mungunwijaya, KH Ahmad Azhar Basyir, KH AR Fachrudin, KH Abdul Kahar Muzakkir, dan banyak lainnya. Mereka adalah para tokoh yang dikenal punya konstribusi besar di bidangnya masing-masing.
Buya Syafii Maarif menyambut baik kehadiran buku yang memperkaya wawasan ini. “Kalau dibaca lengkap isi buku ini, tergambar jelas bagaimana tidak mudah berguru kepada 40 pendekar ini” (hlm xii). Emha Ainun Nadjib menjadi salah satu saksi bagi proses karir Pak Mustofa. “Ternyata kegigihan dan ketekunan murid Umbu Landu Paranggi ini membuahkan hasil,” ujar Cak Nun.
Pak Mustofa juga berbagi tentang cara berguru dan kearifan menjadi murid. Berguru yang dilandasi keinginan belajar. Bukan berguru yang dilandasi keinginan mendapat validasi atau pengakuan. Bukan hanya menyerap ilmunya sambil dengan angkuh menyalah-nyalahkannya. Bukan berguru dengan meniru yang fanatik buta, sampai hilang keotentikan dan spontanitas diri, bahkan menjadi tidak punya pendirian. Lalu menjadi serba dipatut-patutkan dengan standar orang lain. Padahal, setiap murid dan setiap guru punya latar belakang dan values-nya masing-masing. (Muhammad Ridha Basri)